Perkenalkan, nama aku Jono, 25 tahun, bekerja di sebuah pusat kebugaran (fitness) di daerah Kemang, Jakarta. Aku bekerja di bagian customer service meski aku tidak memiliki dasar ilmunya sama sekali. Aku bisa bekerja di tempat ini awalnya karena Pak Andrian, sang pemilik tempat, merupakan teman ayah ku dan ingin membantu keluargaku yang sedang kesulitan hingga mempekerjakan aku disini, ditambah sebelumnya aku pernah bekerja sebagai sales motor, jadi menurut Pak Andrian, posisi ini adalah posisi yang paling cocok untukku.
Pekerjaanku sendiri tidak terlalu sulit, aku yang ditugaskan berjaga di kantor, dan melayani pelanggan yang ingin menjadi member, dan mengatur kemauan pelanggan untuk berlatih bersama instruktur yang tepat.
Aku begitu menyukai pekerjaanku, selain mudah, aku juga mendapatkan kesempatan untuk berolahraga gratis, dan tontonan menarik melihat banyak wanita menggunakan pakaian olahraga ketat dengan payudara naik turun saat sedang berlatih di threadmill. Membuatku betah berlama-lama di kantor hehehe.
Dari sekian banyak pelanggan yang kutemui dan kubantu, ada satu pelanggan wanita yang menarik perhatianku. Tante Maya namanya. Meski usia sudah menjelang kepala lima, tapi tubuhnya masih tetap kencang dan padat, tidak banyak berbeda dengan pelanggan wanita lainnnya yang masih berumur dua puluh tahunan.
Tante Maya dengan tinggi semampai, kulit putih, hidung mancung, dan rambut ikal berwarna coklat sepunggungnya selalu membuat celanaku sempit bila memerhatikannya saat berlatih ditempatku. Andai aku bisa menidurinya... Batinku dalam hati.
Mimpi hanya sekedar mimpi, aku tidak berani untuk bermimpi terlalu jauh. Tante Maya merupakan istri dari seorang pejabat kaya Ibukota. Harta yang bergelimpang dan mewah, membuatnya selalu berpenampilan menarik dengan pakaian, sepatu dan aksesori mahal, serta parfum menggoda yang selalu menggoyahkan iman bila menciumnya.
______
Hari itu, aku sedang mendapatkan shift jaga dari sore sampai malam. Begitu memasuki tempat fitness, kulihat Tante Maya sedang sibuk berlatih bersama Mas Ilham instrukturnya. Ku lihat keringat bercucuran deras diseluruh tubuh Tante Maya, membuat pakaiannya semakin mencetak tubuhnya yang indah itu.
Aku pun berganti pakaian seragam yang diberikan kantor, dan berkeliling untuk mencari pelanggan yang butuh bantuan atau duduk dimeja resepsionis di dekat pintu masuk bergantian dengan Ardi temanku.
Sudah hampir dua jam aku bekerja, kini aku duduk dimeja resepsionis karena Ardi sedang sibuk dengan para pelanggan pria yang ingin menjadi member di tempat kami.
Karena tidak ada banyak pekerjaan, aku hanya memerhatikan layar komputer yang ada di meja, dan sesekali membuka henponku mengecek beberapa sms dari teman, dan kembali melihat lihat ke sekeliling tempat fitness.
Ku perhatikan di dalam Tante Maya sudah tidak terlihat, Mas Ilham instrukturnya pun sepertinya sudah berganti membantu pelanggan yang lain. Yah, sudah pulang mungkin. Kok gak liat ya? Tanyaku dalam hati. Untuk menutupi kekecewaan dalam hati, akupun membuka game kartu yang ada di komputer, dan memainkannya sekedar untuk menghilangkan rasa bosan.
Mas Jono, boleh minta tolong gak? Sebuah suara wanita memecah kegiatanku dengan layar komputer. Suara wanita yang ku kenal betul.
Eh iya, Bu Maya. Ada yang bisa saya bantu? Langsung aku berdiri mendengar permintaan tolong dari Bu Maya. Bu Maya memang mengenalku karena aku yang membantunya untuk mendaftar menjadi member pertama kali ia datang setengah tahun yang lalu.
Ini mas, bisa minta tolong bawain tas aku ke mobil gak? Pinta Bu Maya menunjuk tas olahraganya yang berukuran cukup besar berwarna hitam. Tadi abis angkat beban disuruh Mas Ilham malah keseleo gini nih, Mas. Gak kuat ngangkatnya aku ke mobil.
Oh, siap bu! Dengan sigap ku ambil tas tersebut, memang cukup berat rasanya. Dimana mobilnya, Bu?
Yuk ikut saya... ujar Tante Maya sambil berjalan dan membuka pintu keluar.
Aku hanya mengikutinya dari belakang sambil menenteng tas dibahuku. Ku perhatikan bokong Tante Maya yang begitu menantang dibalik jeans ketatnya. Sepatu hak tingginya membuat kakinya terlihat semakin jenjang. Hanya melihatnya dari belakangpun, penisku sudah sedikit bereaksi.
Duh, tanganku ini kenapa bisa bisanya ya keseleo. Biasanya enggak loh padahal... Tante Maya memecah fokusku yang sedang sibuk menelanjangi dirinya dari belakang.
Mungkin tadi pemanasan bagian tangannya kurang, Bu. Jadi masih sedikit kaku... Jawabku seadanya, aku benar-benar tidak bisa merespon dengan tepat jawaban Tante Maya karena fokusku masih ke tubuhnya yang indah.
Kalau dipijit gitu, bisa sembuh gak sih Mas Jon?
Hmm, harusnya sih bisa aja, Bu...
Mas Jono tau tukang pijit yang bisa bantu saya ini? Tanya Tante Maya. Aku pun merasa mendapatkan kesempatan untuk menyentuh tubuh Tante Maya secara langsung dengan memijitnya.
Kalau cuma pijit, saya juga bisa sebenarnya Bu. Tapi kalau Ibu mau sama tukang pijit perempuan, saya kurang tahu, Bu.. Jawabku dengan harapan Bu Maya memintaku untuk memijatnya.
Wah kamu bisa, Mas Jon? Kenapa gak bilang. Pijitin aku dong kalau gitu... Pinta Tante Maya. Seketika aku merasakan bahagia yang teramat sangat diminta untuk memijit tubuh indah Tante Maya.
Kamu selesai jaga jam berapa, Mas? Tanya Tante Maya lagi.
Jam 8 malam saya sudah selesai kok, Bu. Bagaimana?
Boleh kalau gitu, kebetulan saya juga masih ada janji kalau sore ini dengan teman saya. Pijitnya nanti dimana?
Wah kalau tempat, terserah Ibu saja. Mau dirumah Ibu juga saya tidak masalah kok, Bu. Kebetulan saya ada alamat Ibu. Jadi nanti sepulang kerja saya bisa langsung kesana.
Ah, jangan di rumah ah. Pembantuku di rumah nanti cerita macam-macam dengan suami saya, lebih baik kita sewa hotel saja... Saran Tante Maya.
Aku pun hanya mengangguk tenang, meski dalam hati bersorak sorai karena akan menghabiskan malam memijat Tante Maya di hotel berduaan.
Oke kalau begitu, nanti malam aku sms kamu ya, mas. Nomer kamu masih belum ganti kan? Tanya Tante Maya begitu sudah sampai ke mobilnya.
Belum kok, Bu. Masih tetap sama. Jawabku sambil memasukan tasnya bagasi.
Baik kalau gitu, nanti sebelum jam 8 akan saya sms tempatnya ya, Mas. Tidak akan jauh kok dari sini, biar kamu juga gak capek capek jalannya hehehe. Ujar Tante Maya sambil masuk ke dalam mobil sedannya yang mewah.
Dinyalakannya mesin sedan tersebut, dan Tante Maya melaju pergi meninggalkanku sendiri di parkiran. Aku kembali ke kantor dengan perasaan berkecamuk antara tidak percaya dan senang dengan apa yang mungkin ku dapatkan nanti malam.
Aku pun melanjutkan pekerjaanku sampai shiftku selesai.
Tepat pukul 19:30, Tante Maya mengirimkan aku pesan singkat, hanya nama hotel dan nomer kamar. Tanpa basa-basi, tanpa obrolan apa-apa. Aku pun tidak membalasnya, namun segera bergegas menyelesaikan pekerjaanku dan mandi di tempat spa yang ada di dalam kantor agar bisa kembali segar untuk bertemu dengan Tante Maya.
Bergegas aku menuju parkiran setelah waktu kerjaku selesai. Ku tancapkan motor bebekku menuju hotel yang letaknya hanya 15 menit dari kantorku. Jalanan yang tidak terlalu macet, sepertinya mendukung apa yang ingin aku lakukan dengan Tante Maya.
Ku parkirkan motorku di basement, masuk ke dalam lift, dan memencet tombol lantai yang ku tuju. Begitu tidak sabar rasanya aku ingin bertemu Tante Maya berdua.
Ku ketuk pintu kamar Tante Maya berada, cukup dua ketukan dan Tante Maya menjawab dari dalam, Sebentar...
Dibukanya pintu, aku sungguh tidak dapat menahan kaget saat melihat Tante Maya menggunakan kimono putih dengan handuk putih melilit dikepalanya. Sepertinya ia baru saja selesai mandi.
Eh Mas Jon sudah datang. Masuk mas. Aku juga baru setengah jam sampai, ini baru selesai mandi...
Iya, Bu, terima kasih. Jawabku sambil berjalan memasuki kamar.
Duduk dulu, Mas... pinta Tante Maya sambil mengeringkan rambutnya.
Aku hanya dapat menelan ludah melihat Tante Maya yang begitu memesona dihadapanku. Dengan kikuk sambil curi curi pandang, aku pun duduk di sofa yang terletak di dekat kasur.
Mau minum dulu, atau makan dulu gitu, Mas Jon? Tawar Tante Maya.
Ah gak usah, Bu. Tadi sudah kok di kantor.
Eh, ini kan lagi gak ditempat fitness, jangan panggil aku Bu dong, kesannya tua. Panggil tante saja ya... Kata Tante Maya sambil duduk dipinggir kasur.
Aku hanya mengangguk sambil tersenyum kecil.
Mau mulai sekarang? Tanya Tante Maya.
Boleh, Bu, eh Tante maksudnya hehe.
Tante Maya tertawa kecil melihatku yang tampak gugup.
Tanpa ragu, Tante Maya menarik tali yang menutup kimononya dan tengkurap di kasur. Kimononya dilebarkan disampingnya. Aku sendiri tidak tahu apakah ia menggunakan pakaian di dalamnya atau tidak.
Ku buka tasku dan ku ambil body lotion yang sengaja ku siapkan untuk memijat dari kantor. Ku dekati Tante Maya dan duduk disampingnya yang sedang tengkurap dengan wajah menghadap ke kanan, ke arahku.
Tante, ini aku turunkan sedikit supaya gampang mijetnya ya... Aku meminta izin sebelum memulai memijit.
Iya, dibuka juga gapapa... Kata Tante Maya, kali ini dengan nada sedikit manja.
Aku menurunkan sedikit kimono Tante Maya sampai punggungnya terlihat, dan benar saja, ia tidak menggunakan bra. Pikiranku pun semakin kacau.
Ku tuangkan body lotion ke telapak tanganku, dan mulai memijat punggung Tante Maya. Dimulai dari area dibawah leher, lalu ke punggung dan bahu bagian kiri lalu ke bagian kanan. Terasa ada detakan kencang begitu kulitku pertama kali menyentuh kulitnya, detakan kencang yang menjalar sampai ke ujung penisku.
Ku lihat Tante Maya memejamkan matanya dan menikmati pijatan ku. Aku pun meneruskannya dengan tanganku yang semakin turun kebawah tubuh Tante Maya.
Buka aja kimonoku semua, Mas. Biar gampang kamu mijitnya... Pinta Tante Maya.
Ngg.. Iya Bu... Jawabku gugup.
Ku tarik kimono Tante Maya. Aku sedikit tersentak melihat bokong padatnya yang menjulang tanpa tertutup sehelai benangpun. Dari samping juga bisa kulihat gumpalan payudaranya yang mengganjal dadanya dengan kasur. Tampak begitu besar dan menggairahkan. Pikirkanku sudah tidak bisa digambarkan karena kini dalam bayanganku, penisku sudah menikmati hangatnya vagina Tante Maya dengan liarnya.
Aku mulai memberanikan diri memijat area panggul sampai ke bokongnya. Tante Maya terdengar sedikit mendesah saat aku melakukan pijatan lembut di area tersebut.
Kalau sakit bilang ya, Tan... Ujarku pelan.
Enggak kok, ini enak, enak sekali malah... Jawab Tante Maya pelan, suaranya membuat nafsuku semakin bangkit.
Tangankupun semakin bebas bergerilya, kali ini tanganku sudah kujatuhkan di atas paha putihnya yang mulus. Pijatanku dari area betis, menjalar sampai mendekat pangkal pahanya.
Terasa ada kehangatan berbeda saat tanganku mendekati vaginanya. Membuatku semakin gemas ingin melebarkan kakinya, dan membenamkan wajahku diantara kakinya agar lidahku bisa memainkan bibir vagina dan klitorisnya sampai puas.
Terdengar nafas Tante Maya memberat saat tanganku mendekati vaginanya. Aku pun nekat menyentuh garis vagina tersebut dengan jari telunjukku.
Hhhhmmm... Desis Tante Maya pelan. Tanpa perlawanan, membuatku semakin berani.
Aku tekankan sentuhanku agar jariku bisa membuka bibir vaginanya dengan mudah. Mulai terasa cairan hangat yang membanjiri vaginanya. Sepertinya ia memang sudah terangsang dari awal aku memberikannya pijatan.
Tante Maya pun tanpa sadar melebarkan sedikit kakinya. Cukup sekali untukku memasukan jariku dan mencari kenikmatan dari dalam vaginanya. Tante Maya hanya mendesis desis pelan.
Rangsangan jariku pada vagina Tante Maya sepertinya sudah tidak dapat dibendung lagi. Tante Maya mendadak bangun dari tidurnya dan menarikku. Melumat bibirku dengan ganasnya.
Jon, tolong puasi saya malam ini Jon. Itu tugas kamu sekarang... Ucap Tante Maya disela-sela ciumnya yang hangat.
Apapun untuk kamu, Tante. Jawabku. Tante Maya pun tersenyum.
Ku rebahkan Tante Maya ke kasur, ku lumat lagi bibirnya, setelah itu ku pindahkan bibirku ke lehernya. Tidak ada sesenti pun yang terlewat dari kulit lembutnya yang aku cicipi. Erangan Tante Maya semakin jelas kala aku mengigit dan menjilat bagian kupingnya. Tante Maya mencakar punggungku seiring rangsangan yang ia dapatkan.
Jon, ayo.. puasin aku jon... Pinta Tante Maya memelas menahan dorongan di dalam vaginanya yang ingin segera dimasukan penisku. Tante Maya lalu menarik bajuku dan mendorongku ke kasur. Kali ini Tante Maya ada di atasku.
Badan kamu bagus, Jon. Tidak terlalu besar seperti Mas Ilham atau instruktur lain di tempat fitnes kamu. Badan kencang begini yang aku suka, Jon... Ujar Tante Maya, tangannya tak lepas dari mengelus elus dada dan perutku.
Perhatian Tante Maya lalu tertuju pada celanaku. Dibukanya kancing celana dan resletingnya. Diturunkan celanaku dan diraihnya penis ku yang sudah sangat keras menegang.
Tanpa berlama-lama, Tante Maya melumat penisku dengan ganasnya. Dimasukannya penisku ke dalam mulutnya. Dihisap dengan kencang, sambil sesekali menjilat kepala penisku, lalu memainkan kedua buah zakarku.
Aku menikmati setiap sentuhan lidah Tante Maya di batang kemaluanku tersebut. Ku raih rambut panjang Tante Maya dan menariknya seiring genjotan mulutnya di penisku. Terlihat wajahnya begitu menikmati penisku.
Uhh Tanteee.. Nikmat tan... Desisku.
Tidak ingin terbuai dengan perlakuan Tante Maya, segera kutarik tubuhnya sehingga sejajar denganku. Ku ciumi payudaranya dengan gemas yang sudah sejak tadi kuinginkan. Tanganku kembali bergerilya di vaginanya. Tante Maya langsung melenguh kencang saat jariku menerobos masuk vaginanya.
JONOOO AAAAHHHHHHH ENAK JONNN...
Aku menurunkan ciumanku ke perut Tante Maya. Puas menikmati perutnya, ciuman ku turunkan ke area vaginanya yang sudah sangat basah.
Dengan dua jariku, ku buka bibir vagina Tante Maya sehingga terlihat merekah merah dengan basah yang begitu menggoda. Satu usapan lidahku di vaginanya, berhasil membuat Tante Maya menggelinjang, menaikan pinggangnya dan membuatku semakin bersemangat memuaskannya malam ini.
AAAAAAAAHHHHHHHHHH TERUS JONNNN TERUSSSSSS Teriak Tante Maya bila permainan lidahku di vaginanya terhenti sejenak.
Aku pun memasukan dua jariku ke dalam vagina Tante Maya, dan lidahku menyapu klitorisnya, dua titik langsung ku serang, dan benar saja tidak sampai lima menit, Tante Maya pun orgasme.
AKU KELUAR JONNNN AAAH AKU KELUAAAARRRRRR... Dan mengalirkan cairan kenikmatan hangat dari dalam vagina Tante Maya. Secepat kilat ku sedot habis sampai tak lagi bersisa.
Hhhh, uhhmmm, hhhhh... Hanya itu yang terdengar dari mulut Tante Maya. Matanya terpejam, menikmati sisa sisa kenikmatan yang baru saja ia dapatkan.
Enak Tante? Bisikku sambil meliriknya.
Tante Maya membuka matanya, terlihat begitu lemas namun ada pancaran kebahagiaan. Banget Jon. Pinter banget sih kamu?
Belum selesai aku menikmati vagina Tante Maya, ia bangkit dari kasurnya. Sebentar ya, jon...
Tante Maya masuk ke kamar mandi, lalu kembali dengan membawa sekotak kondom warna kuning.
Wah, emang udah disiapin ya? ledek ku.
Heheh, ya jaga jaga aja, kalau ternyata kamu mau, aku gak perlu repot. Nih... Tante Maya memberikan kondom tersebut kepadaku. Aku meraihnya, mengambil satu dan segera membukanya.
Kupasangkan kondom tersebut di penisku yang masih keras berdiri.
Tante Maya langsung menarikku dan melumat bibirku lagi. Tangannya meraih penisku dan mengarahkannya ke lubang vaginanya.
Nikmati aku semau kamu, Jon... Bisik Tante Maya ditelingaku.
Perlahan ku tekan batang kemaluanku kedalam vagina Tante Maya.
Terasa begitu sempit, di usianya yang cukup matang, dan sudah memiliki anak, vagina Tante Maya masih terasa seperti perawan saja.
Ku genjot perlahan, sambil mataku menatap mata Tante Maya dengan tajam. Mulutnya semakin terbuka saat penisku mencapai ujung vaginanya.
Uhhh, jonnn. Enak sekali jon... Desahnya lembut sambil merangkul leherku dengan kedua tangannya.
Aku pun memegang pinggang Tante Maya dan melanjutkan genjotanku. Genjotan yang membawa kami berdua menikmati nikmati duniawi yang tiada duanya.
Meski suhu ruangan yang sangat dingin oleh AC, tapi aktivitas kami berdua sukses membuat tubuh kami bermandikan keringat. Cahaya lampu kuning samar yang hangat memantul dari basahnya tubuh Tante Maya, membuatku semakin bernafsu untuk menikmatinya.
Cukup lama posisi ku diatas ini dalam menikmati Tante Maya, sampai akhirnya aku meminta Tante Maya untuk menunggingkan bokongnya agar aku bisa menikmatinya dari belakang alias doggy style. Tante Maya mengangguk tanda setuju dan langsung melakukan apa yang ku minta.
Ku remas-remas bokong Tante Maya, remasan yang justru membuat vaginanya terasa makin sempit dan kencang. Aku pun semakin menyukainya, dan menggenjot penisku ke dalamnya semakin liar.
Dari kaca rias yang terletak di pojok ruangan, aku bisa melihat wajah Tante Maya yang sedang terbakar nafsu birahi. Matanya terpejam, mulutnya terbuka lebar dan kepalannya mendongak keatas. Seperti anjing yang sedang melolong, karena nikmat tak terbendung.
AAAAHHH JONN, GENJOT TERUS JONOOOO YANG CEPET JOOONNNNN.. Pinta Tante Maya.
Aku mengikuti perintahnya, dan memercepat genjotanku. Semakin cepat sampai dorongan dari dalam penisku semakin kuat.
Ah tanteeee, aku mau keluarrr nih...
Bareng jon, aku juga mau jonn. Terus jon... terusss....
Semakin ku percepat genjotanku dan crottttt! Berkali kali sperma hangat menyemprot di dalam vagina Tante Maya. Kami berdua pun seketika ambruk karena lemas dan nikmat yang menjalar diseluruh tubuh.
Uhhh, jon. Kamu jago banget sih? Tanya Tante Maya manja.
Hehehe, tante juga. Meki Tante rapet banget deh kayak perawan...
Berarti suka kan?
Suka banget Tante...
Kami pun berciuman untuk menyudahi ronde pertama kami. Dua ronde pun berlangsung berikutnnya sampai matahari hampir terbit. Ku habiskan waktuku bersama Tante Maya di hotel tersebut selama dua malam dengan izin ke kantor beralasan aku yang sedang tidak enak badan.
Hubungan terlarangku dengan Tante Maya pun berlanjut. Kawan-kawan Tante Maya sendiri sama seperti dirinya, haus sex hebat karena suami mereka terlalu sibuk bekerja dan menikmati gadis gadis muda di panti pijat dan tempat karaoke. Petualanganku dengan Tante Maya pun berlanjut, semakin panas dan seru.
Sunday, February 22, 2015