Sunday, February 22, 2015
10:24 PM

Kenang-Kenangan Perpisahan 5 [Nejar's Series]

sebelumnya : http://64.237.43.94/showthread....Nejar-s-Series

Aku keluar dari rumah Bu Lia dengan keadaan tubuhku yang masih terasa lemas tapi begitu puas. Aku segera pulang ke rumah karena ingin istirahat karena badan masih terasa lemas dan bawaannya ingin tidur. Tapi di tengah jalan aku malah bertemu Maman yang baru keluar dari pabrik sukro. Karena kebetulan aku bertemu dengannya maka Aku sekalian berpamitan karena akan pindah ke Padang sambil melanjutkan pendidikan disana. Maman hanya mengucapkan semoga sukses dan memelukku sebagai mana berlaku sebagai kakakku sendiri. Setelah aku berpamitan dan saling mendo’akan semoga sama-sama sukses kedepannya, aku melanjutkan langkahku untuk pulang dan Maman kembali lagi kepabrik karena masih ada urusan di pabriknya. Tapi baru beberapa langkah tiba-tiba Maman memanggilku, lalu maman mengajak dan memaksaku untuk mampir ke rumahnya. Tapi aku agak khawatir dengan ajakan maman untuk mampir kerumahnya karena maman masih dua jam lagi baru pulang dari pabrik, jadinya dia suruh aku duluan mampir kerumahnya dan disuruhnya menunggu di rumahnya. sebenarnya sku tidak mau kalau mampir kerumahnya sedangkan maman tidak ada karena sebenarnya aku takut dipelototin Ening, istri Maman yang walaupun cantik rada-rada judes setidaknya padaku karena dulu pernah berlaku kurang ajar padanya. Akhirnya sambil menunggu maman pulang dua jam lagi aku putuskan untuk menghabiskan waktu berjalan-jalan keliling-keliling sambil cuci mata walaupun mataku terasa mengantuk dan aku kembali ke pabrik sukro untuk jalan bareng dengan Maman setelah dua jam berjalan-jalan, setelah sampai di rumah maman ternyata hari sudah mulai gelasp.

Ketika aku dan maman sampai di rumahnya, kulihat Ening masih judes memandang ke arahku yang membuatku rada-rada takut padanya dan hanya ening hanya seperti berbasa basi saja mengucapkan kata perpisahan padaku. Maman tak lama kami mengobrol, maman mohon izin ke belakang untuk ngomong berdua dengan Ening yang mungkin barangkali lebih tepatnya mereka berdua berbicara di dalam rumah karena aku sekarang sendirian di tinggal beranda teras rumah maman ini. Ternyata maman dan ening cukup lama juga ngobrol dan sesekali kudengar Ening agak berteriak dan Maman menenangkan. Kedengarannya ening dan maman sedang berdebat atau malah sedang ribut, tapi aku juga tidak mendengar sepenuhnya karena ening dan maman suaranya pelan jadi banyak yang tidak ku dengar dari pada yang kudengar. Aku sebenarnya merasa tidak enak dengan urusan rumah tangga maman dan ening lagi pula aku bukan dari keluarga maman dan ening jadi aku tidak boleh mencampuri urusan mereka berdua, jadi aku bermaksud pamit untuk pulang. Tapi aku malah disuruh maman untuk menunggu sebentar karena masih ingin mengobrol denganku.

Lalu Maman keluar,
“Sori nunggu lama ya”. Kata maman ketika sudah kembali ke beranda bersamaku.
“Nggak papa kok”, kataku tidak enak.
“Aku nyuruh nunggu karena mamang kami lagi ada perlu dengan kamu”, katanya. Kali ini kulihat mimik wajahnya agak serius. Tumben dia serius, biasanya ngebanyol melulu.
“Kamu pernah nonton aku dan Ening ngewe kan?”, dia tersenyum mengingatkan kejadian di saung dulu. Ya ampun, ada apa lagi ini?. Aku tidak mau nonton lagi. Aku diam menunggu pernyataan selanjutnya.

Maman kemudian menarik napas panjang.
“Kami tidak bisa punya anak, jar. Kami sudah periksa ke dokter di Bandung. Hasilnya, aku mandul.” Maman menarik napas panjang lagi.
“Belum ada yang tahu kalau aku mandul kecuali Ening, aku dan dokter. Sekarang kamu juga tahu.” Maman menarik napas dalam lagi dan merangkul pundakku.
“Aku sulit menerima kenyataan ini. Aku gengsi karena selama ini aku komandan untuk masalah cewek.” Dia tersenyum dan menepuk pundakku, lalu melanjutkan,
“Aku pingin pernikahanku ini punya anak”. Aku terdiam dan masih mendengarkan kisahnya.
“Kamu satu-satunya laki-laki selain aku yang pernah lihat Ening bugil dan nonton kami ngewe,” katanya tersenyum. Aku kaget. Apa maksudnya?. Jangan-jangan…

“Aku mau kamu menghamili Ening”. Geledek!!. Aku benar-benar kaget. Gila orang ini.
“Tapi Eningnya tidak mau kan?” aku mencoba menghindar.
Maman memanggil Ening beberapa kali, tetapi dia ternyata ening tidak keluar.
“Kita masuk saja. Tadi sih Ening akhirnya mau”, kata Maman.

Setelah berada di dalam rumah, ternyata Ening ngumpet didalam kamar. kemudian Maman masuk ke kamarnya untuk membujuk istrinya keluar kamar. Tak lama kemudian lampu kamar mereka dimatikan dan Maman keluar dari kamar,
“didalam saja katanya”. Maman mengajakku ke dalam kamarnya.

“Lampu kamar depan juga dimatikan. Masih agak terang.” kata Ening dari dalam kamar.

Lalu Maman mematikan lampu di dalam rumah dan membiarkan lampu beranda menyala sehingga masih ada cahaya sedikit di dalam rumah ini walaupun agak remang-remang. Dengan penerangan yang remang-remang kulihat Ening duduk ditepi ranjang ketika aku dan maman sudah berada di kamarnya, lalu Maman menghampiri ening dan duduk di sebelah Ening. Maman menyuruhku duduk disebelahnya.
“Jar, bantu aku supaya Ening hamil”, katanya. Aku diam.
“Tapi Kang Maman tetap disini,” kata Ening agak gugup sambil menggenggam erat tangan Maman. Maman mencium kening istrinya dan mengiyakan agar ening tidak ketakutan.
“Ayo Jar,” Maman mempersilahkanku.

Aku sebenarnya bingung harus berbuat apa. Tapi ternyata Maman memahami kebingunganku, lalu maman mendekatiku dan berbisik,
“copotin bajunya”.

Aku menghampiri Ening, tapi dia malah memalingkan wajahnya dan tak mau melihatku entah karena masih jengkel padaku atau karena malu harus berbuat seperti ini dengankku. Maman mengangguk seperti menyuruhku untuk segera mulai mencopoti baju daster batik Ening. Ketika aku melepaskan satu persatu kancing baju dasternya Ening tidak menolak dan ketika mulai ku tarik dasternya dari atas kebawah malah ening membantuku dengan mengangkat pantatnya untuk dapat kulepaskan baju daster batik miliknya dari tubuhnya. Walaupun samar-samar karena agak gelap, tapi aku dapat melihat kedua susunya yang muncung menantang itu tak mengenakan BH,aku seperti terpesona dengan bentuk mengkal miliknya itu. Lalu aku melanjutkan untuk melepaskan Celana Dalam putih yang dipakai ening, ternyata ening juga membantuku dengan mengangkat pantatnya yang montok itu. Dan terlihatlah walau dengan samar-samar tubuh ening yang telanjang hingga bugil duduk di depanku.

Maman lalu membantuku dengan menuntun ening untuk merebahkan diri di kasur sambil memberi kode agar aku juga mencopoti seluruh pakaianku. Kulihat tangan Ening masih tetap memegang tangan Maman dengan erat dan ening meminta maman untuk ikut rebah disamping tubuhnya yang sudah bugil itu, setelah maman berbaring di samping ening ternyata ening kemudian mencium bibir maman yang suaminya itu. Maman membalas ciuman itu dengan lembut dan hangatnya untuk menenangkan istrinya sedangkan aku sudah langsung bugil dengan cepat karena sejujurnya aku juga tak tahan melihat adegan mereka berdua yang begitu membakar birahiku, dan kurasakan penisku makin keras hingga terasa agak ngilu karena sudah 3 kali aku bertempur dengan bu lia. Aku langsung merangkak diatas tempat tidur mereka berdua dan langsung memposisikan diriku di tengah-tengah kedua pahanya yang agak dibuka oleh Ening, Maman mengerti dengan gerakanku ini dan maman langsung agak menepi sedikit untuk memberi tempat bagiku sambil tetap menciumi Ening dengan mesranya.

Aku yang masih dengan agak menindih tubuh ening, penisku ku arahkan dengan genggaman tangan kananku untuk menuntun ke vagina ening, ku usap-usapkan sebentar kepala penisku di belahan vagina ening walaupun kurasakan sekali kalau vagina ening masih belum begitu basah tapi sudah lembab yang menandakan ening sudah mulai terangsang. Karena memang aku sudah begitu bernafsunya pada ening, jadinya aku langsung menekankan pantatku untuk dapat memasukkan penisku ke dalam vagina ening yang kecil ini. Terasa sekali kalau vagina ening masih begitu seret sekali, kelihatannya oli vagina Ening belum keluar banyak jadi terasa seret untuk dapat langsung memasukkan penisku sekaligus.
“Mmmpphh….Aaww.. mmpph..”, Ening menggigit bibirnya sendiri yang begitu terlihat seksi sekali di mataku.

aku berusaha untuk dapat terus menekan-nekankan pantatku agar penisku dapat masuk lebih dalam lagi, setiap penisku terasa lebih dalam memasuki vagina ening semakin nikmat pula yang kurasakan, terus menerus ku tekan-tekankan hingga kepala penisku terasa menemui kebuntuan dan tak ada jalan lagi untuk masuk lebih dalam lagi karena memang sepertinya lorong lubang vagina ening sudah habis dan mentok di situ. Sempat kulihat mata Ening terpejam dengan rapat sambil tetap menggigit bibir bawahnya dengan begitu seksinya dan belum lagi dengan tambahan nikmatnya vagina ening yang kecil ini, jadi terasa begitu komplit kenikmatan yang kurasakan saat ini walaupun masih ada maman di samping tubuh ening saat ini. Kudiamkan sesaat penisku di dalam vagina kecil milik ening yang sempit ini sambil merasakan denyutan-denyutan kecil yang terjadi di dalam vagina ening yang memberikanku kenyamanan sekaligus nikmat, lama-lama aku sendiri yang tak tahan dengan nikmatnya denyutan-denyutan kecil dari vagina ening yang langsung membuatku mulai mengayunkan pantatku secara perlahan-lahan untuk dapat diterima oleh vagina ening sehingga dapat memperlancar penisku untuk masuk dan keluar vaginanya. Saat kurasa cairan vaginanya sudah banyak, kupercepat ayunan pantatku hingga kedua susu ening terpental-pental dengan ranjang yang berderit-derit seperti binatang kecil yang menjerit-jerit meminta tolong. Tapi itu tak bisa mengurungkan kerja kerasku saat ini karena kenikmatan yang dihasilkan bahkan melebihi kehebohan yang terjadi, kepalaku tak lagi bisa berfikir selain mengerakkan pantatku maju mundur untuk dapat secepat mungkin mengeluar-masukkan penisku didalam vagina kecil nan sempit milik ening yang nikmat ini.

Ening dengan bernafsunya masih tetap saja mencium suaminya dengan panasnya di depanku seperti mengingatkanku tentang salah satu film porno yang pernah ku tonton dimana satu pemain wanitanya di keroyok oleh dua pria perkasa yang terlihat keteteran tapi juga sangat menikmati keroyokan itu terhadap dirinya, biarpun bibirnya tetap berciuman dengan panasnya tapi kedua tangannya malah tetap memegang pinggulku yang semakin lama kurasakan semakin cepat dengan sendirinya memompa vagina ening yang kecil itu dengan penisku. Saat aku sedang dengan tetapnya mengayun pantatku untuk terus menerus merasakan nikmatnya vagina kecil ening ini, sesekali ening menatap mataku walaupun sekilas tapi setidaknya tak lagi kulihat pancaran kebencian di matanya terhadapku tapi malah terlihat jelas pancaran nafsu dan kepasrahan menikmati ini semua seperti tatapan teduh bu lia yang baru tadi siang ku genjot sampai 3 kali. Ini kenikmatan yang tak bisa kujelaskan dengan kata-kata karena vagina ening adalah vagina yang begitu kecil tapi begitu besar memberikan kenikmatan dalam memanjakan penisku yang berada di dalam vaginanya itu, aku ingin sekali menyentuh susunya dan menghisapi salah satunya yang terus saja terpental-pental ketika aku sodok-sodok terus menerus tanpa henti. Entah berapa lama lagi aku bisa merasakan nikmatnya vagina kecil nan sempit milik ening ini tapi yang jelas saat aku berpikir apakah aku bisa bertahan untuk memuaskan nafsu ening juga, ternuata tepat saat itu juga kurasakan denyutan yang menyentak-nyentak dari vaginanya hingga membuat ening mengejang-ngejang dan melepaskan ciuamannya pada suaminya sambil mengerang panjanng sepanjang denyutan-denyutan di vagina nya terjadi. Selama itulah aku bersabar sekaligus menikmati kontraksi nikmat yang terjadi di dalam vagina ening yang kecil ini hingga beberapa saat kemudian ening terlentang dengan pasrahnya tanpa daya akibat gelombang orgasme menggulung dirinya sesaat yang lalu. Aku tak tahan lagi dengan kepasrahannya yang seakan membuatku begitu bernafsunya dan seakan-akan menantang penisku untuk berani mengeluarkan tembakan-tembakan di dalam vaginanya yang sudah memberikan serangan orgasmenya untuk juga memanjakan penisku yang masih berada didalam vagina ening yang terdalam, aku langsung menggenjotnya lagi dengan agak cepat karena ingin mengejar orgasme yang kurasakan memang sudah dekat sambil terus memandang tubuh dan tatapan sayu ening padaku yang begitu menantang kelelakianku sebagai lelaki.

Maman menontonku yang masih terus mengayun, dia memperhatikan dengan seksama penisku menembus vagina istrinya. Aku agak kikuk karena pandangannnya itu seperti nanar pada kejadian ini, jadinya kupercepat ayunan pantatku dengan secepat-cepatnya sampai ening mengerang-ngerang sambil kedua tangannya menarik tubuhku untuk menindihnya dengan rapat. Dengan posisi ini semakin memudahkanku mnyodok-nyodok vagina ening sekuat tenagaku yang bahkan di bantu kedua kaki ening untuk memperkuat tiap sodokan-sodokan dari penisku ke vaginanya yang kecil ini, aku ingin sekali mencium nya tapi karena aku berkonsentrasi untuk mengejar orgasmeku jadinya kepalaku berada di samping lehernya dan langsung ku kecupi. Kecupan-kecupan yang kulakukan membuat tambahan rangsangan baik untuk diriku maupun untuk ening sehingga kami berdua benar-benar lupa daratan apalagi tiba-tiba vagina ening menyentak-nyentak berdenyut dengan kuat dengan tubuh mengejang-ngejang luar biasa kuatnya dan di iringi erangan yang agak kuat sehingga mengahtarkanku pada semprotan-semprotan kuat maniku dari penisku yang ku hujamkan sedalam-dalamnya membentur kebuntuan di dalam vagina ening. Entah berapa kali aku semprotkan maniku dengan kuat di dalam vagina Ening dan entah berapa banyak yang ku keluarkan tapi yang jelas tubuhku seperti tak bertulang lagi dan langsung menindih tubuh ening yang masih ngos-ngosan sepertiku beberapa saat lamanya sambil kurasakan kepasrahan dari tubuhnya memeluk diriku dengan erat-erat. Saat aku akan mencabut penisku setelah agak teratur lagi nafasku, ternyata pantatku di tahan oleh kedua tangannya hingga beberapa saat lamanya bahkan penisku sudah mengkeret kecil dai dalam vaginanya sehingga keluar dengan sendirinya. Waktu aku akan bangkit ternyata tak ditahan lagi oleh kedua tangan ening, sehingga aku secepat mungkin menyingkir dari tubuhnya dan Ening segera menghampiri Maman dan memeluknya.

Aku ke kamar mandi membersihkan diri, lalu duduk diberanda termenung sendiri. Agak lama aku menunggu akhirnya Maman keluar.
“Sori agak lama, jar. Aku tadi terangsang banget liat kamu main sama ening. Terus malah Ening minta aku ewe, jadi aku barusan ngewe Ening dulu. Jadi lama kan kamu nunggunya”, katanya tertawa.
“Besok dan besoknya lagi, sampai sebelum kamu pergi, ulangi lagi ya, biar sampe bisa dipastikan kalau Ening sudah hamil. Kalau nggak hamil kan aku yang rugi, tapi kamu yang untung, ha ha ha..”, Maman tertawa. Aneh memang, tapi bagaimanapun Maman adalah temanku.

“Supaya jadi, sebaiknya jangan ada Kang Maman”, aku coba memberi saran dan sok tahu.
“Oke. Besok kamu kesini sore sebelum aku pulang. Nanti aku kasih tahu Ening.”, katanya
“Kalau bisa Kang Maman nganterin aku dulu kesini. Biar Ening dan juga tetangga nggak merasa risih”, lagi-lagi aku sok tahu.

Maman setuju dan akhirnya aku pamit pulang. Aku tertidur lelap malam itu. Benar-benar habis sudah semua tenagaku seharian ini. Entah apa yang terjadi hari ini. Hari-hari terakhir ini adalah pengalaman pertamaku berhubungan seks secara utuh, dan langsung dengan lima wanita. Dan masih ku ingat jelas ucapan ening ketika aku berpamitan masuk kedalam kamarnya sedangkan maman masih di beranda.
“kamu hebat, jar. Aku gak nyangka kamu hebat banget untuk urusan begituan. Maaf ya.. aku udah benci kamu waktu itu juga.” Ujar ening.
“aku juga minta maaf karena dulu dah lancang pegang punya kamu.” Jawabku.
“emang sih. Kalau sekarang pun aku masih benci kalau kamu pegang punyaku.” Ucapnya.
“e..aku minta maaf kalau gitu.” Jawabku takut.
“hihihi..aku benci lah sama kamu kalau kamu cuman pegang-pegang aja punyaku tapi gak di genjot juga. Hihii” bisiknya terakhir kali. Karena setelah itu dia menyuruhku pulang takut maman berubah pikiran.