Di sebuah ruangan rumah sakit, tampak seorang dokter muda nan cantik yang sedang membereskan berkas-berkas pasien dan peralatan medisnya. Ia baru 1 bulan berpraktik sebagai dokter umum di rumah sakit tersebut, namun ia telah beberapa kali ditugaskan untuk jaga malam di fasilitas gawat darurat. Walau sebenarnya enggan, namun karena tuntutan tugas ia pun rela melakukannya. Hari sudah berangsur pagi, dan kini sudah saatnya bagi dokter muda itu untuk pulang.
"Sudah mau pulang, Dok? Gak sarapan dulu?" Tanya seorang suster kepadanya ketika ia sudah berjalan menuju pintu keluar rumah sakit.
"Iya neh, Suster. Gampang nanti bisa sarapan di rumah koq. Terima kasih ya semalam sudah dibantu," jawab dokter muda tersebut.
"Ah dokter bisa saja, itu kan memang sudah tugas saya untuk membantu dokter," jawab sang suster sambil tersenyum manis.
"Sudah yah, saya pulang dulu. Laporan semalam sudah saya tinggalkan untuk Dokter Luthfia di ruangan."
Setelah mengobrol dengan suster tadi, dokter muda tersebut langsung berjalan ke tempat parkir, di mana mobilnya berada. Di dekat sebuah mobil honda jazz berwarna hitam, ia pun menekan kunci mobil otomatis yang ia kantongi di saku jas hingga kunci mobil tersebut terbuka. Begitu masuk ke dalam mobil, ia langsung merebahkan bokongnya yang padat di atas jok pengemudi, melepaskan segala kepenatan yang ia alami semalam.
Tak lama kemudian, dering teleponnya berbunyi, memainkan sebuah lagu islami berjudul Insya Allah, yang dinyanyikan Maher Zain. Sang dokter muda tersebut pun langsung mengangkatnya.
"Iya, Abi. Ada apa? ...
Rizka baru selesai jaga, ini mau pulang ke rumah. Di rumah ada siapa?
Owh, abi mau pergi sama ummi. Yaudah gak apa-apa, Rizka bawa kunci koq.
Iya, hati-hati yah, assalualaykum."
Dokter muda tersebut bernama lengkap Rizka Nur Hasanah, lulusan terbaik dari Fakultas Kedokteran sebuah Universitas Islam di Jakarta. Ia baru berusia 25 tahun, umur di mana ia telah berkembang menjadi seorang wanita dewasa yang ranum. Tak hanya pintar dan cantik, ia juga merupakan sosok wanita yang alim dan taat beragama. Sejak SMA ia telah menutup auratnya dengan jilbab lebar. Walau begitu, tetap saja wajah cantiknya tak bisa disembunyikan.
Banyak lelaki yang mencoba untuk menjadi kekasihnya, bahkan melamarnya, namun semuanya ia tolak karena ia ingin berkonsentrasi dahulu mengembangkan kariernya. Sambil berpraktik, ia juga tengah menjalani studi Spesialis Dokter Syaraf.
Hanya butuh 1 jam bagi Dokter Rizka untuk sampai ke rumahnya yang terletak di sebuah kawasan elite perkotaan. Rumahnya besar, terdiri dari 2 lantai dan terdapat pula kolam renang di halaman belakang. Maklum saja, ayahnya adalah seorang pebisnis sukses, sehingga ia mampu membelikan segalanya untuk Rizka, yang merupakan anak satu-satunya. Mobil yang dikendarai Rizka juga dibelikan oleh sang ayah saat Rizka berada di semester 3 perkuliahan. Ayahnya selalu memastikan Rizka agar bisa mendapatkan pendidikan yang tinggi dan fasilitas hidup yang lengkap.
Sesampainya di rumah, Rizka langsung menuju kamarnya yang berada di lantai atas dan langsung melepaskan semua pakaian yang dikenakannya. Mulai dari jas dokter, jilbab lebar, kemeja lengan panjang, hingga rok panjang berwarna hitam, semua ia tanggalkan. Selanjutnya ia pun melepaskan kaitan branya, dan membiarkan bra tersebut jatuh ke lantai. Perlahan ia mematut tubuh bugilnya sendiri di depan cermin, ia memandangi payudaranya yang kian membesar. Warna putingnya belum begitu coklat, bahkan cenderung ke warna merah muda. Namun bentuknya memang sudah begitu sempurna, dan untuk menutupinya Rizka harus menggunakan bra berukuran 36B. Seringkali banyak pria mulai dari teman kuliah hingga pasiennya di rumah sakit yang memandangi dadanya, sekalipun masih tertutup jilbab dan jas dokter.
Sebelum masuk ke kamar mandi, tak lupa Rizka juga melepaskan celana dalamnya yang berwarna merah muda. Dengan segera ia pun menyiramkan air dingin ke seluruh tubuhnya, melepaskan rasa lelah setelah semalaman bergadang menunggu pasien di rumah sakit. Ia menggosok seluruh tubuhnya, termasuk pinggul dan kemaluannya yang dikelilingi bulu-bulu tipis.
Selesai membersihkan tubuh, Rizka pun mengenakan sebuah kaos lengan panjang dan rok berwarna hitam. Ia sempatkan juga untuk melakukan perawatan wajah seadanya demi menjaga kecantikan parasnya. Setelah ini ia sangat ingin memeluk guling dan tidur seharian.
Namun keinginannya tersebut sepertinya harus tertunda, karena tiba-tiba ia mendengar suara bel, tanda kalau ada tamu yang datang. Rizka pun langsung memakai jilbab panjang model bergo yang bisa langsung ia kenakan. Ia pun bergegas turun ke bawah dan menemui sang tamu, walaupun dengan sedikit menggerutu karena waktu istirahatnya jadi terganggu.
Ketika Rizka membuka pintu, ternyata yang datang adalah Ustadz Jafar, guru mengaji ayahnya yang sudah berusia 65 tahun. Ustadz Jafar juga pernah mengajari Rizka mengaji ketika masih kecil. Hari ini dia datang dengan baju koko warna cokelat muda dan celana panjang kain.
"Assalamualaikum, Ustadz. Cari abi yah?" Tanya Rizka.
"Iya, Rizka. Abinya ada?"
"Wah, kebetulan abi sedang pergi."
"Lama gak yah kira-kira?"
"Kalau itu Rizka gak tahu. Mau tunggu dulu di dalam?"
"Hmm, boleh deh."
Rizka pun mempersilakan Ustadz Jafar masuk dan duduk di sebuah sofa panjang di ruang tamu. Biasanya ia paling anti membolehkan pria yang bukan muhrim masuk ke rumahnya, apalagi ketika ia sedang sendirian. Namun karena yang datang ini adalah guru mengaji ayahnya, yang juga sudah dekat dengan keluarganya, Rizka pun membolehkannya masuk.
"Mau minum apa, Ustadz?" Tanya Rizka begitu Ustadz Jafar duduk.
"Apa saja, yang penting gak ngerepotin."
"Gak apa-apa koq Ustadz. Rizka buatkan teh yah," ujar Rizka sambil berjalan menuju ke dapur.
Di dapur, dengan cepat Rizka memasukkan teh celup dan air panas ke dalam sebuah cangkir. Namun ketika ia mencari gula, gadis cantik itu tidak menemukannya. Ia pun bingung, tak mungkin ia menyajikan teh tanpa gula, khawatir dianggap tidak sopan atau pelit.
Rizka melihat sekeliling dapur, dan akhirnya ia menemukan sebuah botol berisi cairan berwarna hitam, seperti madu. Ia pun mengambilnya dan mencicipi cairan di dalamnya. "Hmm, benar ini madu, namun kenapa rasanya sedikit berbeda yah?" Entah mengapa begitu meminum madu tersebut, tubuhnya jadi terasa hangat. Namun Rizka tak mempermasalahkannya karena memang tak ada pilihan lain, ia pun langsung memasukkan beberapa sendok madu ke dalam cangkir dan mengaduknya.
Rizka kembali ke ruang tamu dengan membawa nampan berisi secangkir teh. Dengan perlahan ia meletakkan cangkir tersebut di atas meja, di hadapan Ustadz Jafar.
"Terima kasih, Rizka." Ujar Ustadz Jafar sambil menyeruput teh hangat tersebut hingga setengah cangkir. Pria tua tersebut langsung merasakan rasa hangat yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Terasa sedikit aneh, namun ia sama sekali tak menaruh curiga.
"Sama-sama Ustadz. Kalau boleh tahu, ada perlu apa Ustadz dengan abi?" Tanya Rizka.
"Biasalah, bisnis. Kamu bagaimana prakteknya, lancar?"
"Alhamdulillah lancar Ustadz. Banyak sih pasien yang datang, tapi semuanya bisa ditangani dengan baik."
"Baguslah kalau begitu." Ustadz Jafar kembali menyeruput teh yang dibuat Rizka. Kali ini Ustadz Jafar kembali merasakan rasa hangat, yang semakin kuat saja. Ia memandang Rizka yang pernah ia ajar mengaji ketika kecil, sekarang telah berubah menjadi seorang wanita dewasa yang seksi. Tanpa sadar kemaluannya jadi membesar. Ia pun berusaha menutupi selangkangannya dengan tangan, menghalanginya dari pandangan Rizka. Apa yang akan dikatakan Rizka nanti jika tahu otong-nya sedang berdiri.
"Astaghfirullah," gumam Ustadz Jafar ketika ia merasa pikiran kotor sudah mulai masuk di pikirannya.
"Ustadz tidak apa-apa? Koq kayak sakit begitu?" Tanya Rizka.
"Nggak apa-apa koq Rizka." Ustadz Jafar terpaksa berbohong. Sebenarnya ia merasakan jantungnya tiba-tiba berdetak lebih kencang, dan keringatnya pun mulai bercucuran. Pandangannya yang biasanya hanya sebatas pada wajah Rizka, kini mulai mengarah ke payudara dan paha rizka yang tampak begitu indah. Sungguh indah sekali payudaramu, Rizka. Pahamu juga tampak bohai, begitu isi hati Ustadz Jafar.
"Benar gak apa-apa Ustadz?" Rizka tak percaya dan mulai mendekat ke arah tempat duduk Ustadz Jafar. Ia pun duduk di sebelah Ustadz Jafar dan mengecek suhu tubuh Ustadz Jafar dengan cara meletakkan tangannya di kening Ustadz Jafar. Nalurinya sebagai dokter membuatnya tak nyaman apabila di dekatnya ada yang merasa sakit, terlebih bila yang merasa sakit adalah guru mengaji ayahnya sendiri.
Namun gerakan tubuh Rizka yang sebenarnya sangat biasa tampak berbeda di mata Ustadz Jafar. Ia merasakannya sebagai godaan, yang kemudian membuat kemaluannya makin membesar. Ia mulai menyadari kalau dokter muda yang di hadapannya benar-benar jelita dengan bentuk tubuh yang sempurna. "Benar koq Rizka, gak apa-apa."
"Coba Rizka cek dulu tekanan darah Ustadz. Tunggu sebentar, Rizka ambil alatnya dulu." Ujar Rizka sambil menuju ke kamarnya di lantai atas. Tanpa ia sadari, Ustadz Jafar yang sudah menaruh birahi padanya tak melepaskan pandangannya dari bokong Rizka yang indah. Apalagi ketika Rizka menaiki tangga di mana betisnya yang putih beberapa kali terlihat dari tempat Ustadz Jafar duduk.
Ustadz Jafar sempat berpikir untuk pergi, karena situasi ini sepertinya sudah tidak bisa ia tangani. Entah mengapa ia jadi begitu bergairah pada Rizka, putri dari murid dan juga sahabatnya sendiri. Memang sudah cukup lama ia tidak bermain cinta dengan istrinya yang juga sudah tua, namun biasanya ia mampu menahan gairahnya kepada wanita yang bukan istrinya. Ia curiga dengan minuman yang baru saja ia minum, namun sepertinya itu hanya teh biasa. Apa mungkin Rizka menjebaknya untuk menyetubuhinya? Pikiran itu malah membuat Ustadz Jafar jadi semakin bergairah.
Tak lama kemudian, Rizka kembali dari lantai atas dengan sebuah alat pengukur tekanan darah. Ia pun kembali duduk di samping Ustadz Jafar, membuat pria tua tersebut jadi semakin deg-degan.
"Maaf yah, Ustadz. Coba tolong disingkap lengan bajunya," Ujar Rizka sambil memasangkan alat tersebut di lengan Ustadz Jafar. Ia pun kemudian memasangkan alat seperti stetoskop di telinganya. Rizka memasangnya dengan cara memasukkan alat tersebut dari balik jilbabnya.
Dengan serius, Rizka mengecek tekanan darah Ustadz Jafar. Sementara itu, yang diperiksa malah semakin tinggi tekanan darahnya karena degup jantungnya yang semakin kencang. Harum tubuh Rizka yang baru selesai mandi membuatnya semakin terangsang hebat. Ia merasakan gairahnya sudah tidak bisa terbendung lagi. Apalagi ketika ia melihat bentuk payudara yang tercetak di jilbab Rizka.
"Sepertinya normal saja tekanan darahnya, Ustadz. Cuma sedikit tinggi saja, tapi .... Aaaaarrrggghhh, Ustaaaaaddz, apa yang ustadz lakukan?" Rizka baru selesai meletakkan peralatannya ketika tiba-tiba Ustadz Jafar menyergap dan menindihnya di atas sofa panjang tempat mereka duduk. Spontan ia berteriak dan memberontak, berusaha melepaskan diri dari dekapan Ustadz yang sudah dimabuk birahi tersebut.
"Maaf, Rizka. Tapi saya sudah tidak tahan lagi, tubuhmu benar-benar seksi dan menggairahkan." Ujar Ustadz Jafar sambil berusaha mencium bibir Rizka yang terbuka, menutupnya agar tidak lagi berteriak.
Walau mulutnya tertutup oleh mulut Ustadz Jafar, namun Rizka tetap mencoba memberontak untuk melepaskan diri. Ia tak menyangka kalau Ustadz yang sangat ia hormati sampai tega menjamahi tubuhnya. Rizka begitu takut kalau hari ini akan berakhir dengan terenggutnya keperawanannya yang suci. Tanpa ia sadari air matanya mulai merembes keluar.
Dengan beringas, Ustadz Jafar terus menggumuli tubuh indah Rizka, dan berusaha menahan rontaan gadis cantik tersebut. Tangannya yang bebas menarik ujung rok yang dikenakan Rizka ke atas, membuat paha Rizka yang putih itu terbuka. Ustadz Jafar langsung meletakkan tangannya yang mulai keriput di atas paha indah tersebut, dan merasakan kulit Rizka yang begitu halus. Ia mengusapnya naik turun, makin lama makin ke atas mendekati kemaluan Rizka.
"Kulitmu halus sekali Bu Dokter, bikin kontol Ustadz jadi tegang," akhirnya keluar juga kata-kata kotor yang sedari tadi ditahan oleh Ustadz Jafar. Sebenarnya Ustadz Jafar memang lelaki yang suka perempuan muda. Namun selama ini ia selalu bisa menahan diri atau tidak punya kesempatan untuk melakukan apa yang ia lakukan sekarang. Baru sekarang ia terjebak ke dalam pusaran birahi yang dalam, hingga akhirnya berkata-kata nakal seperti itu.
"Bajingan kau Ustadz, kalau orang tuaku tahu kau pasti akan dibunuh." Teriak Rizka.
"Jangan gegabah, Bu Dokter. Orang tuamu gak akan percaya kalau saya yang sudah bertahun-tahun mengajari ayahmu mengaji akan melakukan hal ini. Paling kau yang akan dituduh telah berbuat zina dengan teman-teman priamu, atau mungkin dengan pasienmu?" Ujar Ustadz Jafar sambil tertawa. Kata-kata itu meluncur begitu saja. Ia sendiri sudah kehabisan akal untuk membuat Rizka menyerah.
Rizka merenungi kata-kata Ustadz Jafar dan begitu takut kalau apa yang ia katakan menjadi kenyataan. Sejak dulu ayahnya memang telah belajar mengaji pada Ustadz Jafar, bahkan mereka berdua sering berbisnis bersama. Tak ada bukti yang bisa menunjukkan kalau Ustadz Jafar melakukan tindakan tercela ini. Ia pun menjadi bingung.
Di saat yang sama, Rizka merasakan tangan Ustadz Jafar terus bergerilya dengan binal di atas pahanya, bahkan hingga selangkangannya. Elusan dan rabaan yang kasar itu membuatnya ikut terangsang. Rizka yang memang tidak pernah mempunyai pacar, selama ini hanya bisa membayangkan bagaimana nikmatnya bercumbu dengan lawan jenis. Kini ia pun merasakannya, bahkan tak hanya bercumbu, namun ia langsung digumuli dan di awal sebuah persetubuhan. Hal ini membuatnya begitu kaget hingga birahinya seperti akan meledak.
"Hentikan Ustadz sialan, aku benci kamu aku benciiiiiiii ..."
"Benci? Benar-benar cinta? Hahaha ... Lebih baik kau menyerah saja dokter cantik, agar kita bisa menikmati kebersamaan kita dengan lebih nyaman. Ustadz jamin kamu pasti akan ketagihan dengan kenikmatan yang Ustadz berikan, hahaha ..."
"Dasar ustadz kurang ajar ... !!!" Rizka melepaskan teriakannya yang paling keras. Namun karena rumah tersebut kosong, serta jauh dari tetangga, suara teriakan Rizka pun tak ada yang mendengar. Rizka pun berusaha meronta sekuat tenaga, namun ia masih tak berdaya di bawah kungkungan tubuh Ustadz Jafar yang cukup bertenaga.
Jemari Ustadz Jafar mulai bermain di atas celana dalam Rizka yang berada di balik rok panjangnya. Pria tua itu melakukannya sambil menciumi pipi dan leher Rizka. Tubuh sintal dokter muda tersebut ia peluk erat agar tidak lagi meronta.
Rizka masih terus berjuang, walaupun tenaganya sudah mulai berkurang. Ia kini mencoba untuk mencakar punggung Ustadz Jafar, namun gagal karena baju yang dikenakan Ustadz Jafar ternyata cukup tebal. Ia hampir kehabisan ide untuk lepas dari kondisi berbahaya ini.
Ustadz Jafar mulai menjilati wajah Rizka, sekalipun Rizka ngotot untuk memejamkan mata dan terus menolehkan kepalanya ke kiri dan kanan. Namun Rizka tampak terkejut ketika Ustadz Jafar mulai meremas-remas bokongnya dari balik rok. Bokong padat yang berbentuk bulat tersebut sama sekali belum pernah disentuh oleh siapapun, hingga hari ini. Ustadz Jafar meremasnya dengan sekuat tenaga, berusaha membangkitkan gairah Rizka. Tak cukup dengan begitu, pria tua itu pun menarik celana dalam Rizka hingga terlepas.
"Montok banget pantatmu, Bu Dokter. Bikin aku jadi tambah sange ajaa ..."
"Aaahhhhh, apa yang kau lakukan. Jahanaaaaammmm ..." Rizka kembali meronta ketika Ustadz Jafar meloloskan celana dalamnya hingga terlepas. Kemaluannya kini terbuka lebar. Ia pun menendang-nendangkan kakinya berusaha berontak dari dekapan Ustadz Jafar.
Rontaan itu baru berhenti ketika tangan kanan Ustadz Jafar meremas kemaluannya dari balik rok. Gundukan indah yang berbulu tipis itu tertutupi seluruhnya oleh tangan Ustadz Jafar, termasuk kemaluan suci Rizka yang mulai berdenyut pelan. Rizka pun terdiam, tangan tersebut adalah tangan pertama yang menyentuh kemaluannya dan ternyata rasanya begitu geli.
"Hentikan, Ustadz ... Aku mohooonnn, aku masih perawan." Rintih Rizka memelas, mengharapkan rasa kasihan dari Ustadz Jafar. Perlawanannya sudah mulai mereda, namun keinginan untuk lepas dari pelukan Ustadz Jafar tetaplah ada.
Namun semuanya sudah sia-sia. Ustadz Jafar sudah begitu dimabuk birahi hingga kehilangan akal sehatnya. Ia telah lupa kalau ia merupakan seorang ustadz yang seharusnya menjadi panutan dalam beragam, bukannya malah merusak masa depan seorang gadis muda.
"Justru karena kau masih gadis, makanya aku ingin jadi yang pertama menyetubuhimu, Bu Dokter." Ujar Ustadz Jafar dengan wajah menyeringai yang tanpak mesum. "Sudah lama aku tidak mendapatkan kenikmatan menembus keperawanan seorang wanita."
Di bawah, Ustadz Jafar mulai memasukkan jari telunjuknya ke dalam kemaluan Rizka, membuat pemiliknya yang cantik itu terpaksa mengeluarkan desahan, "ahhhh, hentikan ustadz ..."
Ustadz Jafar berusaha menutup mulut Rizka dengan cara menciumnya. Ia pun menarik kepala Rizka yang berbalut jilbab panjang dengan tangan kirinya, agar jadi semakin dalam ciumannya. Dekapan itu membuat Rizka semakin terlena. Ia yang tak terbiasa pun mulai merasakan gejolak di selangkangannya.
Ustadz Jafar terus menggerak-gerakkan telunjuknya di dalam kemaluan Rizka, sambil menggelitik itilnya. Kemaluan tersebut perlahan tapi pasti mulai basah dengan cairan cinta. Tahu korbannya mulai menyerah, Ustadz Jafar malah semakin memperkuat kobelannya.
"Tadi bilangnya gak mau, tapi koq malah basah sih Bu Dokter, hahaha"
Lama kelamaan, Rizka pun semakin tak kuat menahan gejolaknya, tubuhnya menegang, matanya terpejam, tangannya yang tadinya mencakar ganti meremas punggung Ustadz Jafar, kakinya terjulur lurus .... Dan, "aaaahhhhhhhhhhhhhhh." Sebuah desahan panjang menandai orgasme yang melanda Rizka.
Ustadz Jafar memanfaatkan situasi itu untuk memeluk lebih erat tubuh Rizka. Ia melumat bibir akhwat cantik itu lebih dalam, dan tangannya yang baru saja ia gunakan untuk mengobel vagina Rizka ia alihkan untuk meremas payudara Rizka. Cairan cinta yang masih menempel di jarinya pun ikut membasahi kaos lengan panjang yang dikenakan Rizka.
"Duhh, besar sekali toketmu, Bu Dokter. Pasti enak neh kalau aku hisap-hisap pentilnya"
Dengan perlahan, Ustadz Jafar meremas payudara Rizka yang bulat dan besar. Sesekali ia naikkan posisi tangannya hingga menyentuh leher dokter cantik tersebut, mencoba menggelitik. Sementara itu, Rizka masih menikmati gelombang orgasme yang menderanya.
"Ampuni Rizka, Ustadz. Tolong sudahi ini, ini zina, ini terlarang di agama kita ..." Desah Rizka di sela-sela pelepasan birahinya.
"Tapi kau menikmatinya kan sayang, buktinya kau sampai orgasme. Kau tak akan orgasme kalau kau tidak menginginkannya," bisik Ustadz Jafar di telinga Rizka. Hembusan napas Ustadz Jafar di telinganya membuat Rizka semakin birahi.
Rizka pun memejamkan mata, ia sadar kalau mimpi buruknya baru saja dimulai. Remasan Ustadz Jafar di payudaranya makin lama semakin kencang saja. Entah mengapa, namun Rizka merasakan begitu nikmat, seperti melayang. Ia pun sudah mulai melupakan jati dirinya sebagai seorang dokter muslimah yang suci.
Merasa Rizka sudah kian pasrah, Ustadz Jafar pun memberanikan diri untuk melepas rok yang dikenakan Rizka. Sempat menolak, namun pantat Rizka terangkat juga ketika Ustadz Jafar meremas kembali payudaranya. Rok panjang itu pun terlepas dan berserakan di lantai, menyingkap vagina suci Rizka hingga jelas terlihat.
Ustadz Jafar mendudukkan Rizka di atas sofa, sedangkan dia sendiri turun ke bawah dan mulai mengelus-elus betis dan paha Rizka yang halus dan indah. Perlahan ia mendekatkan kepalanya ke selangkangan Rizka dan menggesek-gesekkan hidungnya di vagina Rizka. Vagina itu masih berbau cairan cinta segar, bekas orgasme pertama yang dialami Rizka.
Tak menunggu lama, Ustadz Jafar pun langsung menjulurkan lidahnya untuk menjilat kemaluan dokter cantik tersebut. Ustadz Jafar sepertinya sudah terbiasa memuaskan wanita, terlihat dari begitu gesitnya ia memainkan titik-titik sensitif di tubuh Rizka.
"Aaahhhh ... Sudah Ustadz, saya gak tahaaaannnn," Rizka hanya bisa memejamkan mata diperlakukan begitu oleh Ustadz Jafar. Tanpa ia inginkan, tangannya justru menekan kepala Ustadz Jafar agar lebih dalam menekan ke vaginanya. Ia tampak puas dengan permainan oral sex yang dipraktekkan Ustadz Jafar. "Nggghhhh ..."
"Gmana Bu Dokter? Enak kan jilatan saya ... Ini belum seberapa lho, apalagi kalau Dokter mau dijilat pake kontol saya," lidah tua Ustadz Jafar sepertinya masih begitu bertenaga untuk memberi kepuasan kepada Rizka. Pinggul Rizka pun ikut naik turun seperti meminta untuk terus diberi kenikmatan.
15 menit kemaluannya dijilati, ternyata sudah cukup untuk membangkitkan birahi muda Dokter Rizka ke puncaknya yang tertinggi. Ia pun menegang ketika Ustadz Jafar memasukkan lidahnya ke dalam vagina Rizka dalam-dalam. Rizka kembali menekan kepala Ustadz Jafar, badannya melengkung ke depan, kemudian ...
"Nggghhhhhh, aaaahhhhhh, kamu gila ustaaaaaaddzzz !!"
Rizka kembali merasakan orgasme yang kedua, kali ini dengan dibantu lidah Ustadz Jafar. Tanpa merasa jijik, ustadz berusia 65 tahun itu pun langsung menghisap cairan vagina yang keluar dari tubuh Rizka. Ia pun sampai menjilati sisa-sisa cairan yang menetes di kiri dan kanan selangkangan dokter cantik yang lebih pantas sebagai anaknya tersebut.
Ustadz Jafar membiarkan Rizka menikmati orgasmenya selama beberapa menit, sebelum akhirnya ia kembali merebahkan Rizka di atas sofa. Dua kali orgasme membuatnya jadi begitu lemas untuk melawan, dan lebih memilih untuk menikmati rangsangan demi rangsangan yang diberikan Ustadz Jafar.
Melihat tubuh Rizka yang sedang terbaring, dengan bagian bawah tubuh yang terbuka, membuat gairah Ustadz Jafar semakin meninggi saja. Berbeda dengan Rizka yang sudah 2 kali orgasme, Ustadz Jafar sama sekali belum merasakan kenikmatan. Ia pun membuka celana panjang dan celana dalam yang ia kenakan hingga penisnya menjulang keluar.
"Ahhh ... " jerit Rizka ketika melihat kemaluan Ustadz Jafar yang masih begitu besar di usia senjanya. Rizka sering melihat penis saat ia menjalani studi di sekolah kedokteran, namun belum ada yang bentuknya besar dan dalam keadaan sangat tegang seperti ini. Karena itu Rizka pun tersadar dan hendak kabur dari Ustadz Jafar.
"Heitss ... Mau ke mana kamu Bu Dokter?" Ternyata gerakan Rizka masih kalah cepat. Belum sempat ia kabur, Ustadz Jafar telah terlebih dahulu merangkul pinggulnya dari belakang. Ustadz Jafar pun langsung menarik Rizka ke dalam dekapannya.
"Ampuni Rizka, Ustadz. Rizka janji gak akan bilang siapa-siapa. Kasihani Rizka yang masih gadis ini ..."
"Tenang saja, Manis. Saya gak akan menyakiti kamu koq. Saya cuma ingin bersenang-senang ..." Ujar Ustadz Jafar sambil menciumi leher Rizka yang masih berbalut jilbab. Tangan Ustadz Jafar pun masuk ke balik kaos lengan panjang Yang dikenakan Rizka dan mengusap-usap sepasang gunung kenikmatan milik Rizka yang masih tertutup bra.
"Ahhh, ahhh, sudah Ustadz. Hentikaaaannn ... Ah ah ah" larangan Rizka yang diselingi dengan desahan itu malah membuat nafsu Ustadz Jafar semakin bergejolak. Ia pun makin mengencangkan remasannya pada payudara Rizka.
"Empuk sekali sih toketmu Bu Dokter, pernah diremas-remas sama pasien kamu gak?" Ucapan Ustadz Jafar semakin kotor saja, seiring nafsunya yang kian memuncak. Rizka pun merasakan dorongan penis Ustadz Jafar dari arah belakang pada pantatnya yang terbuka.
"Ampun ustaaaaaaddzz, ahhh ... Ahhh" Rizka berteriak kencang ketika Ustadz Jafar mengeluarkan payudaranya dari bra, dan memilin-milin putingnya. Hal itu membuat Rizka menggelinjang hebat.
Seakan sudah tak tahan untuk dipuaskan, Ustadz Jafar kembali merebahkan Rizka di atas sofa dan merenggangkan selangkangannya. Vagina Rizka yang selalu terawat pun kembali terekspos di hadapan Ustadz Jafar.
"Indahnya ... " gumam Ustadz Jafar sambil menindih tubuh indah Rizka. Dokter muda nan jelita itu pun hanya bisa pasrah ketika Ustadz Jafar mulai mengarahkan penisnya ke bibir vaginanya. Ia tahu ini semua akan terjadi, walau ia masih ingin melepaskan diri dari situasi ini.
"Ustaaaaddzzz ..." Lirih Rizka sambil meneteskan air mata. Kesucian yang ia jaga selama ini, sebentar lagi akan pupus di ujung kemaluan seorang Ustadz yang selama ini ia hormati.
Tak peduli akan rintihan dan tangisan Rizka, Ustadz Jafar mulai menggesek-gesekkan penisnya di selangkangan Rizka. Kulup penisnya yang sudah disunat tampak menyundul-nyundul belahan vagina yang merekah. Rizka merasakan rasa geli yang sangat, apalagi ketika ujung penis Ustadz Jafar yang besar mulai menyelinap masuk ke dalam liang kesuciannya.
Rizka masih mencoba berontak, walau gagal. Ia menggoyangkan seluruh tubuhnya untuk menghindar, namun hal itu malah memudahkan penis Ustadz Jafar untuk masuk lebih dalam, lebih dalam, dan lebih dalam lagi.
"Aaarreggghhhh .... Nikmatnyaaaaa" desah Ustadz Jafar ketika penisnya sudah terbenam di dalam kemaluan Rizka yang masih begitu sempit. Ia lihat wajah dokter cantik itu, matanya terpejam, dan bibirnya sedikit terbuka. Tanpa ampun, Ustadz Jafar kembali melimat bibir indah tersebut dengan penuh birahi.
"Nikmat sekali memek kamu, Bu Dokteeeerrr ..." Bisik Ustadz Jafar di sela-sela ciuman mesranya di bibir Dokter Rizka.
Sambil mendekap tubuh Dokter Rizka yang sintal, Ustadz Jafar mulai menggerak-gerakkan pinggulnya maju mundur. Ia mulai dengan begitu perlahan, agar gadis muda itu tidak merasa kesakitan. Ia tidak bisa membedakan apakah Rizka sedang merintih atau mendesah, karena bibir Rizka masih ia lumat. Lama kelamaan, gerakan tersebut makin cepat, dan terus makin cepat.
Rizka tak bisa menyangkal kalau persetubuhan yang pertama dialaminya ini benar-benar nikmat. Kemaluannya seperti dibuat geli, dengan tersentuhnya seluruh syaraf-syaraf sensitif di dalamnya. Rasa nikmat itu menjalar ke seluruh tubuhnya, membuat jantungnya berdegup kencang, puting payudaranya mengeras, dan pinggulnya mulai bergerak seolah minta terus dipuaskan. Desahan demi desahan mulai keluar dari bibir manisnya, sebagai tanda kalau ia ikut menikmati persenggamaan ini, sekalipun hati kecilnya menolak.
"Benar kan, Cantik. Nikmat dientotin Ustadz seperti ini, hahaha" Ustadz Jafar masih sempat menertawai kekalahan Rizka dalam pertempuran birahi ini. Ia senang karena Dokter cantik tersebut kini sudah tunduk dan pasrah ia kuasai kemaluannya. Ia pun menggoyang-goyang kemaluannya dengan lebih liar, terkadang ia juga memutar-mutar penisnya di dalam vagina Rizka.
"Hentikan, ustadz, ohhhh oh oh, nikmat ustadz, tapi hentikaaaann, ahhh"
"Jadi lanjutkan atau hentikan neh?" Tanya Ustadz Jafar sambil terus menggenjot memek Rizka yang terus berdenyut.
"Ini salah Ustadz, ini zina ... Tapi nikmat, ahhh" Rizka mulai mengikuti irama pinggul Ustadz Jafar, berusaha menuntaskan birahinya yang baru kali ini bisa dilepaskan. Wajah cantiknya yang berbalut jilbab panjang sebenarnya terlihat begitu suci, namun Rizka malah menunjukkan ekspresi yang binal.
"Saya bilang juga apa, Bu Dokter ... Neh, terima sodokan kontol saya," Ustadz Jafar makin bersemangat saja menyetubuhi dokter muda tersebut. Tubuhnya yang masih ranum membuatnya jadi sasaran birahi yang begitu nikmat. Ustadz Jafar pun merasakan kalau birahinya sendiri juga akan meledak.
Sekarang ruang tamu tersebut hanya diisi suara desahan dan erangan dari 2 insan berbeda jenis kelamin dan berbeda usia. Yang satu adalah seorang Ustadz ahli agama yang terpandang, sedangkan yang satunya adalah dokter muda yang cantik, pintar, dan alim. Namun keduanya telah menyatu dalam sebuah pertarungan birahi yang penuh kenikmatan. Keduanya mengarungi perlayaran gairah yang terlarang hingga hampir mencapai puncaknya.
Ketika penisnya terasa akan meledak, Ustadz Jafar pun menekan penisnya lebih dalam lagi. Sadar vaginanya akan dihujani sperma terlarang, Rizka pun kembali menggeliat, "jangan di dalam Ustadz, aku mohoooonnn .... Ahhhh"
"Sudah jangan banyak bacot, nikmati saja dokter cabul." Seru Ustadz Jafar sambil menekan lebih dalam.
Tubuh Rizka ikut menegang, ia balas memeluk dan menjambak rambut Ustadz tua tersebut yang masih memakai baju koko. Birahinya juga ikut terpancing merasakan tubuh Ustadz Jafar yang kian tegang. Ia rasakan penis Ustadz Jafar semakin hangat, semakin membesar, daaaaannn ....
"Aaaaahhhhhh ..." Ustadz Jafar setengah berteriak ketika penisnya menyemburkan ribuan sperma ke dalam kemaluan Rizka yang sempit dan legit. Ia pun menanamkan penisnya sedalam mungkin agar lebih bisa menikmati kepuasan tersebut.
Sementara di bawahnya, tampak Rizka yang memalingkan muka, dan hanya pasrah ketika vaginanya dihujani mani oleh Ustadz Jafar. Dalam hati ia pun ikut menikmatinya, bahkan ia juga ikut orgasme, walaupun tidak sehebat ketika orgasme pertama dan keduanya. Namun dokter muda itu tak ingin menunjukkannya pada Ustadz Jafar.
Melihat itu, Ustadz Jafar pun menarik kepala Rizka dan mencium bibir seksi dokter cantik tersebut. Pria tua itu melakukannya sambil tetap menanamkan penisnya di vagina Rizka, dan memuncratkan sisa-sisa spermanya. Ustadz Jafar mulai membelitkan lidahnya ke lidah Rizka, serta menyelipkan tangannya untuk kembali meremas-remas payudara Rizka.
Rizka pun jadi tidak tahan dibuatnya. Ia pun balas membelit lidah Ustadz Jafar dan memeluk tubuh renta pria tua tersebut. Ia bahkan membelitkan kakinya ke pinggul Ustadz Jafar. Rizka seperti lupa statusnya sebagai dokter muda yang suci.
Setelah puas dengan kenikmatan yang ia terima dari vagina Rizka, Ustadz Jafar pun mengeluarkan penisnya. Terlihat cairan sperma yang bercampur darah keluar dari kemaluan dokter cantik tersebut.
"Ternyata kamu bener-bener perawan yah Bu Dokter. Pantes legit banget memeknya," ujar Ustadz Jafar dengan muka mesum. Rizka hanya memejamkan mata, ia masih menikmati orgasme yang kembali melandanya.
Ustadz Jafar pun berinisiatif untuk menggendong Rizka ke kamarnya. Ia pun membantu dokter cantik tersebut membersihkan diri di kamar mandi yang ada di dalam kamar, sambil keduanya akhirnya bermain cinta kembali di kamar mandi, dan kamar tidur Rizka. Beruntung, ayah dan ibu Rizka baru kembali pada sore hari, sehingga mereka berdua punya waktu cukup untuk membersihkan sisa-sisa pertarungan mereka.
Ketika Ustadz Jafar telah pergi, barulah Rizka kembali ke kamar dan menyesali perbuatannya. Ia menyesal telah jatuh ke dalam dekapan Ustadz cabul tersebut. Ia menyesal telah belajar agama dan mengagumi ustadz tersebut, yang akhirnya malah merenggut keperawanannya. Ia menyesal dengan semua yang terjadi pada dirinya. Ia pun menangis hingga pipinya yang mulus dibanjiri air mata.
Namun jauh di dalam hatinya, ia tak bisa menampik kalau Ustadz Jafar telah memberikan sensasi yang unik, sebuah kenikmatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Kini, ia sudah terlanjur tak perawan, apakah itu artinya dia bisa merasakan kenikmatan serupa di lain waktu. Ahh, tapi apa kata suamiku nanti jika tahu istrinya sudah tidak perawan. Memikirkan hal itu, Rizka kembali menangis. Ia mengurung diri dalam kamar, bahkan sampai orang tuanya tiba.
"Rizka, ayo keluar. Makan dulu," ujar ibunda Rizka memanggil anaknya yang masih mengunci diri di dalam kamar.
"Rizka gak laper, Ummi. Ummi sama Abi makan aja duluan," jawab Rizka dari dalam kamar.
"Baiklah, tapi jangan lupa makan yah."
"Ummi, ini siapa yang memindahkan madu perkasa abi?" Tanya ayah Rizka begitu istrinya turun dari lantai atas.
"Hmm, Ummi gak mindahin koq. Abi salah naro kali, truz lupa."
"Masa iya abi lupa, bener koq kemarin naronya gak di sini. Kan kemarin abi taro di situ, truz abi ke kamar samperin ummi."
"Samperin ummi, truz ngapain?" Ujar ibunda Rizka dengan nakal. Ia kemudian memeluk dan mencium bibir suaminya di dalam dapur tersebut. Mereka berdua tidak tahu kalau madu perkasa yang sedang mereka perbincangkan telah menimbulkan malapetaka bagi anak mereka sendiri.
Tuesday, August 25, 2015