Tuesday, August 25, 2015
10:52 AM

Balada Rif'ah, Seorang Akhwat Partai - 8

"Rif'ah, nanti datang yah ke kantor DPD jam 3 sore. Ingat, jangan pakai bra dan celana dalam. Abang tunggu," begitulah bunyi SMS yang baru saja diterima oleh Rif'ah. Pengirimnya tiada lain tiada bukan adalah Yanto, karyawan rendahan di Kantor DPD yang memergoki dirinya ketika ia tengah bersetubuh dengan Abu Nida.

Setelah pertarungan antara Ummu Nida dan Faizah beberapa hari yang lalu, Rif'ah pun kembali ke kostan yang dulu ia tempati. Sebenarnya, Faizah juga masih tinggal di situ, tapi ia tidak lagi melakukan gerakan yang agresif terhadap Rif'ah, seperti yang dijanjikan Ummu Nida. Beberapa kali mereka bertemu, namun Faizah hanya memberikan senyum, bahkan berusaha mendekat pun tidak. Padahal sebelumnya, beberapa kali Faizah melakukan gerakan agresif seperti meremas pantat Rif'ah dari belakang, atau menghimpit Rif'ah ke dinding untuk dicumbu bibirnya, bahkan di tempat umum sekalipun. Rif'ah pun kini sedikit tenang, walau sebenarnya ia heran mengapa Faizah bisa berubah seperti ini, padahal menurut Ummu Rosyid, Faizah-lah yang memenangkan pertarungan kemarin. Menurut perjanjian, seharusnya Rif'ah harus melayani Faizah siang malam. Tapi Rif'ah berusaha melupakan hal itu, mungkin Faizah telah diberi pengertian oleh Ummu Nida yang memang terkenal pandai berdakwah dan memberikan pencerahan tersebut.

Satu hal yang disayangkan Rif'ah adalah kini ia harus berpisah dengan Abu Nida, suami Ummu Nida yang beberapa hari sebelumnya telah merenggut keperawanannya dan terus memberikan kepuasan batin kepadanya. Memikirkan itu, Rif'ah pun merasa kemaluannya sedikit gatal. Ya, Rif'ah tetaplah seorang akhwat yang tampilan luarnya begitu alim. Namun jiwa di dalam raganya telah berubah 180 derajat, menjadi seorang perempuan biasa yang haus akan kejantanan laki-laki, terutama Abu Nida. Namun kini ia juga merasa takut karena perselingkuhannya dengan Abu Nida telah diketahui oleh Yanto, pegawai DPD yang sekarang juga seolah telah menjadi ojek pribadi Ummu Nida. Ia khawatir kalau Ummu Nida nanti mengetahui hal itu, ia pasti akan marah besar kepada Rif'ah.

Kini, Yanto menagih uang 'tutup mulutnya'. Setelah sebelumnya Rif'ah dipaksa untuk melakukan blowjob pada kemaluannya yang hitam kelam, di depan Abu Nida, kini Yanto pun mengharapkan sesuatu yang lebih. Dengan beraninya ia menyuruh Rif'ah memakai pakaian yang kurang senonoh untuk datang ke DPD. Walau enggan, namun Rif'ah tidak bisa melakukan apa-apa, selain menuruti kemauan Yanto. Ia telah mendiskusikannya dengan Abu Nida lewat SMS, dan menurut pasangan selingkuhnya itu, memang lebih baik menuruti apa yang diinginkan Yanto. Rif'ah pun langsung mempersiapkan diri karena hari sudah menjelang Zhuhur. Ia pun membuka lemari untuk memilih-milih mana baju yang akan dikenakannya nanti.


--------------------

"Ahh, Abu ... Nikmat Abu, teruskan sampai ana keluar, Abu," terdengar teriakan penuh birahi dari dalam kamar Ummu Nida. Tampak sepasang suami istri yang sedang bermain cinta dengan panas. Walau masih merasakan cedera yang harus ia derita setelah bertarung dengan Faizah, namun Ummu Nida tampak tetap fit kalau urusan bermain cinta di atas ranjang.

Tapi di tengah panasnya mereka bermain cinta ... "Croot ... crooot, crooot" Abu Nida pun tiba-tiba melepaskan spermanya ke kemaluan Ummu Nida.

"Ahh ... Yah, koq udah keluar Abu?"

"Ummu mainnya hot banget, sih. Abu jadi cepet keluar deh," ujar Abu Nida beralasan. Padahal sejak berselingkuh dengan Rif'ah, Abu Nida memang selalu cepat 'selesai' ketika bermain dengan Ummu Nida, karena ia membayangkan kalau Ummu Nida itu adalah Rif'ah yang masih muda belia. Namun ia selalu berhati-hati, dan menjaga agar tidak keceplosan menyebut nama Rif'ah ketika bermain cinta dengan istrinya tersebut. Bila keceplosan, Ummu Nida pasti akan mencurigai mereka berdua.

"Ya udah, kalau gitu main lagi yuk," ajak Ummu Nida merajuk.

Bukannya meladeni istrinya yang sedang horny, Abu Nida malah beranjak dari tempat tidur. "Nanti lagi yah Ummu." Ujar Abu Nida sambil berjalan ke kamar mandi.

Ummu Nida tampak kecewa. Ia pun membenahi seprei tempat tidurnya yang sedikit terciprat sperma hasil pertempuran mereka barusan, sambil mendengarkan suara Abu Nida yang tampaknya langsung melakukan mandi wajib.

--------------------

Untuk bisa sampai ke DPD, Rif'ah harus naik bus umum dari halte di dekat kostannya. Ketika ia naik, bus tersebut sudah penuh, dan ia pun terpaksa berdiri. Sambil berpegangan pada pegangan di bagian atas, ia pun menghadapkan dirinya ke arah depan bis. Sedangkan tangan kirinya menjaga tas tangan agar tidak bisa dicopet. Sudah beberapa kali temannya sesama akhwat mengeluhkan kalau handphone atau dompet mereka dicopet di dalam bus. Padahal terkadang mereka sudah meletakkan handphone atau dompet tersebut di saku jubah mereka, namun entah bagaimana sang pencopet bisa saja mengambil barang-barang tersebut tanpa diketahui.

Baru seperempat jalan menuju DPD, tampak beberapa ibu-ibu ikut naik dan menempati posisi yang ada di hadapan Rif'ah. Ia pun terdesak dan hanya bisa berdiri mematung sambil tangan kanannya terus berpegangan ke atas. Setelah memilih-milih baju sebelum berangkat tadi, akhirnya Rif'ah memutuskan untuk mengenakan pakaian yang berwarna gelap agar tidak menerawang dan tidak ada yang tahu kalau ia tidak memakai bra dan celana dalam. Namun ia tetap membawa bra dan celana dalam di tasnya, agar nanti bisa ia pakai ketika pulang dari DPD. Akhwat cantik tersebut pun memadu padankan jilbab berwarna coklat tua dengan jubah coklat muda.

Karena bus yang begitu penuh, Rif'ah tak hanya tertekan dari arah depan, namun juga dari arah belakang. Ia pun berusaha bertahan. Yang ada di pikirannya saat ini adalah bagaimana cara menghadapi Yanto dengan baik, karena ia pasti akan meminta macam-macam dari Rif'ah.

Di tengah-tengah imajinasinya akan eksekusi seksual yang akan dilakukan Yanto terhadapnya, tiba-tiba Rif'ah merasa ada seseorang yang kerap kali mendorongnya dari arah belakang. Awalnya ia mengira itu normal karena efek guncangan dari bus dengan supir yang tampak masih amatiran. Namun lama kelamaan, ia merasa kalau dorongan dari arah belakang tersebut terasa sedikit berlebihan. Kadang guncangan bus yang terjadi hanya ringan saja, namun sosok tubuh di belakangnya nampak memberikan dorongan yang lebih besar dari yang seharusnya.

Rif'ah baru akan menoleh ke belakang ketika ia sadar apa yang sedang terjadi. Sebuah benda yang besar, keras, dan hangat, tengah menyentuh pantatnya dari balik jubah. Apalagi setelah itu, terasa sentuhan dari sebuah dada yang rata di bagian punggungnya. Rif'ah yang dahulu mungkin tidak akan tahu apa yang sedang terjadi pada dirinya. Namun Rif'ah yang sekarang, yang telah beberapa kali melakukan hubungan seksual dengan Abu Nida, hingga memberikan layanan blowjob pada Yanto, tahu benar situasi yang dihadapinya saat ini. Benda yang menempel di pantatnya itu adalah kemualuan seorang laki-laki, dan kmaluan tersebut kian lama kian besar. Rif'ah pun terdiam, tak berani melakukan apa-apa. Ia penasaran apa lagi yang akan dilakukan oleh pria yang ada di belakangnya itu.

Rif'ah mulai merasakan kalau pria di belakangnya tersebut tengah menggesek-gesekkan kemaluan di bagian pantatnya, seiring dengan guncangan bus. "Apakah ia tahu kalau aku sedang tidak pakai bra dan celana dalam?" pikir Rif'ah. Namun akhirnya Rif'ah mengetahui jawabannya, setelah pria tersebut tampak meletakkan tangan kanannya di pinggang Rif'ah, dan berusaha meraba bagian yang seharusnya dilapisi oleh celana dalam. Tangan pria tersebut menggerayangi sisi bagian kanan tubuh Rif'ah mulai dari pinggang, ke pinggul, hingga sedikit ke bagian paha, berusaha menemukan sesuatu yang seharusnya ada di situ. Kebetulan Rif'ah juga menggunakan tangan kanannya untuk berpegangan ke langit-langit bus, sehingga bagian tubuhnya sangat terbuka di sisi kanan tersebut. Ia pun tidak bisa menepis tangan pria tersebut dengan segera.

Layaknya seorang yang telah biasa menjadi objek pelecehan seksual, Rif'ah merasakan kalau pria tersebut tampak begitu pintar menyesuaikan elusan tangannya dengan guncangan bus, sehingga tidak ada yang tahu apa yang tengah ia lakukan, kecuali Rif'ah. Perlahan namun pasti, tangan tersebut juga bergeser ke arah atas, mendekati ketiak Rif'ah. Akhwat manis tersebut hanya bisa menahan bibir, agar ia tidak mendesah kegelian akibat elusan yang amat binal tersebut. Sama ketika mengelus bagian pinggul, tangan misterius tersebut terasa mencari sesuatu yang seharusnya ada di bagian sisi dada Rif'ah, namun ia kembali tidak menemukannya. Rif'ah pun merasakan kalau penis yang sedang menempel di pantatnya kembali bertambah besar.

Perlahan namun pasti, tangan pria misterius tersebut bergerak naik turun membelai sisi bagian kanan tubuh Rif'ah. Bahkan sesekali tangan tersebut juga membelai payudara Rif'ah di bagian depan. Karena tidak sedang memakai bra, Rif'ah pun bisa merasakan betapa kasarnya tangan yang sedang menyentuh tubuhnya itu. Ketika bus tengah mengerem, maka dapat dipastikan pria tersebut akan menekan dadanya ke punggung Rif'ah, sambil menekan kemaluannya di bokong Rif'ah yang seksi. Rif'ah pun tidak melakukan apa-apa yang menunjukkan pemberontakan. Ia hanya diam menikmati pelecehan tersebut karena selama ini ia memang telah haus akan hal tersebut.

Hingga akhirnya ... kernet bus tersebut meneriakkan halte di mana Rif'ah harus turun. Rif'ah pun panik, ia bingung antara harus turun atau meneruskan menikmati pelecehan terhadap dirinya sendiri. Apa yang terjadi pada diri Rif'ah memang luar biasa, ia telah berubah drastis dari akhwat yang alim dan rajin beribadah, menjadi akhwat yang liar dan haus rangsangan seksual.

Akhirnya, karena Rif'ah juga harus memikirkan Yanto yang telah menunggunya di kantor DPD, ia pun memutuskan untuk turun. Namun sebelum itu, ia pun ingin memberi sedikit kenikmatan kepada pria misterius yang kini sudah sampai tahap menggesek-gesekkan kemaluannya di bokong seksi Rif'ah. Bila sebelumnya Rif'ah hanya diam saja merasakan penetrasi si pria misterius, kini ia pun membalas dengan menekan pinggulnya ke arah belakang, sehingga penis si pria langsung terjepit kuat di selangkangannya. Rif'ah membiarkan posisi itu selama beberapa detik, sebelum akhirnya turun dan meninggalkan sang pria misterius tersebut.

--------------------

Di dalam kamar mandi, Abu Nida tampak merenung. Ia merasa sudah tidak bisa lagi memuaskan Ummu Nida. Sejak perselingkuhannya dengan Rif'ah dimulai, hanya Rif'ah lah yang berada di dalam angan-angan binalnya, hanya Rif'ah lah yang bisa menguasai fantasi liarnya. Walaupun masih tetap seksi di usia 30 tahunan, Ummu Nida tetaplah bukan Rif'ah yang muda dan segar.

Sambil memikirkan Rif'ah di kamar mandi, Abu Nida kembali mengocok kemaluannya sendiri, sedangkan Ummu Nida yang sedang begitu naik libidonya masih ia tinggalkan sendirian di luar kamar mandi. Sambil menunggu Abu Nida mandi, pikiran Ummu Nida pun beralih ke kegiatan yang menjurus kepada aktivitas seksual yang dirasakannya setiap hari. Aktivitas tersebut adalah ketika ia berpegangan pada pinggang Yanto setiap kali mereka pulang pergi ke kantor DPD. Awalnya Ummu Nida memang masih malu-malu berpegangan pada Yanto, namun saat ini tanpa disuruh lagi, Ummu Nida sudah akan langsung berpegangan pada Yanto.

Aktivitas itu menjadi terasa aneh ketika Ummu Nida merasakan ada bagian tubuh Yanto yang mengembang dan menyentuh lengannya. Ia sedikit kaget bagaimana kemaluan Yanto bisa sebesar itu. Hampir saja Ummu Nida merasa terganggu, tapi kemudian ia sadar kalau Yanto tetaplah seorang pria, dan wajar kalau ia seperti itu dengan Ummu Nida di belakangnya. Ia pun mendiamkan hal tersebut, sambil berjaga-jaga agar Yanto tidak melakukan hal yang lebih dari itu pada dirinya.

Namun Ummu Nida juga tidak bisa mengingkari kalau aktivitas itu membuatnya begitut terangsang. Ummu Nida pun mengakhiri pikirannya tentang apa yang terjadi antara ia dengan Yanto, dengan cara meremas-remas kemaluannya sendiri, yang masih terasa gatal dan butuh tusukan kemaluan pria.

--------------------

Kondisi DPD sangat sepi, karena hari memang tengah libur. Rif'ah pun mengangkat telepon, hendak menelpon Yanto. Namun belum sempat ia mencari nomor kontak Yanto, pria tersebut sudah lebih dulu menelponnya.

"Iya, Mas. Aku sudah sampai," ujar Rif'ah begitu mengangkat telepon dari Yanto.

"Iya saya tahu, saya tunggu di perpustakaan yah."

"Kenapa di perpustakaan?'

"Sudah, turuti saja kata-kata saya."

Rif'ah pun tidak mau berdebat lebih panjang. Ia pun langsung menuju ruang perpustakaan yang ada di bagian belakang kantor DPD, bersebelahan dengan ruang auditorium.Gedung DPD nampak begitu sepi, tampaknya tidak ada seorang pun di gedung tersebut kecuali dirinya dan Yanto.

Sesampainya Rif'ah di perpustakaan, ia langsung menemukan Yanto sedang duduk di atas meja yang biasa digunakan penjaga perpustakaan untuk mengerjakan berbagai pekerjaan administrasi. Posisi duduk Yanto menghadap langsung ke pintu perpustakaan. Ia memandang tajam tubuh gemulai Rif'ah yang berjalan perlahan dengan gerakan yang anggun menuju ke arahnya. Yanto pun tak bisa menahan desakan penisnya yang kian bertambah besar.

"Duduk di sini, Rif'ah." ujar Yanto sambil menarik kursi ke hadapannya, dan menyuruh Rif'ah agar duduk di situ. Ia sendiri tidak bergerak sedikit pun dari posisinya di atas meja.

Rif'ah pun berjalan mendekati kursi yang sudah disiapkan Yanto, dengan gerakan khas yang begitu anggun di mana pantatnya bergoyang-goyang ke kiri dan kanan. Setelah ia benar-benar duduk, Yanto pun langsung mulai membelai-belai wajah Rif'ah dengan jemarinya, mulai dari pipi hingga bibir akhwat manis tersebut.

"Kau sangat cantik, Rif'ah. Sungguh beruntung Abu Nida bisa mendapatkan keperawananmu. Tapi gak apa-apa, toh sekarang aku juga bisa dapet empotan nikmat dari memek kamu."

Mendengar itu, Rif'ah bukannya jijik tapi malah merasa terangsang. Ia pun berdiam diri menahan birahi ketika Yanto mulai membelai-belai bibirnya yang kemerahan. Namun itu hanya sebentar, karena tak lama kemudian Yanto langsung memelorotkan celananya sendiri, memperlihatkan kontol yang telah ngaceng bahkan sejak Rif'ah belum datang. Yanto pun juga tidak memakai celana dalam, sehingga kontolnya yang hitam dan besar langsung jelas terlihat di balik bulu-bulu kemaluan yang cukup lebat.

Walau kemaluan Abu Nida tetap yang paling diinginkan Rif'ah, namun penis hitam dan besar milik Yanto juga ternyata cukup menggodanya. Tanpa diperintah, Rif'ah pun langsung menyentuh dan mengelus-elus penis tersebut hingga kian membesar. Yanto pun menahan posisi duduknya dengan cara berpegangan pada ujung meja. Tubuhnya terasa bagai tersengat listrik setelah jemari lentik Rif'ah yang begitu lembut menyentuh kulit kemaluannya yang kasar dan berurat.

"Pintar sekali kamu Rif'ah, coba ini biji pelir abang juga dielus." Ujar Yanto sambil mengarahkan jemari Rif'ah ke arah testisnya yang berbulu.

Berbeda dengan Abu Nida yang kemaluannya pun halus dan wangi, Rif'ah merasakan sensasi yang berbeda ketika berdekatan dengan kemaluan Yanto. Penis itu memang terlihat begitu jantan, namun baunya sungguh membuat mual. Tapi itu tak menyurutkan niat Rif'ah untuk melayani ikhwan yang merupakan salah satu pegawai di kantor DPD tersebut. Ia sudah kepalang basah, apalagi Yanto mengancam akan membeberkan perselingkuhannya dengan Abu Nida apabila Rif'ah tidak melayani Yanto dengan baik.

Melihat akhwat cantik di depannya sudah begitu pasrah, Yanto pun langsung menarik kepala Rif'ah yang masih berbalut jilbab panjang berwarna coklat tua itu. Jilbab tersebut tampak begitu kontras dengan kulit Rif'ah yang putih bersih dari ujung kepala hingga ujung kaki. Apalagi kalau kulitnya dibandingkan dengan warna kemaluan Yanto yang hitam kelam.

"Ayo masukkan kontol abang ke mulutmu, Rif'ah sayang," perintah Yanto sambil menarik kepala Rif'ah lebih kencang.

Rif'ah berusaha sedikit bertahan dari tarikan tangan Yanto, namun ia tak berdaya. Penis hitam itu kini berada tepat di hadapannya. Ia pun menjulurkan lidahnya agar bertemu dengan ujung penis Yanto. Bagai seorang perempuan binal, Rif'ah mempercepat jilatannya pada penis lelaki yang bukan muhrimnya tersebut. Tak hanya di ujungnya saja, lidah Rif'ah juga menyapu batang kemaluan Yanto tanpa terlewat satu senti pun. Yanto pun tak perlu lagi menahan kepala Rif'ah. Ia malah mengelus-elus kepala yang masih berbalut jilbab nan suci tersebut.

Melihat gairah yang ditunjukkan oleh perempuan muda di hadapannya, Yanto pun jadi tambah bersemangat. Dengan bernafsu, ia menurunkan posisi tangannya agar bisa meraba-raba payudara Rif'ah yang masih berbalut jubah berwarna coklat muda, dan meremas-remasnya dengan lembut. Karena ia telah memerintahkan Rif'ah untuk tidak memakai bra penutup payudara, jemari Yanto pun dengan mudah menemukan puting payudara Rif'ah yang sudah menegang.

"Ahhh ..." tak tahan payudaranya diperlakukan sedemikian rupa, Rif'ah pun mendesah melepaskan tekanan birahi yang melandanya. Ia pun membalas rangsangan yang diberikan Yanto dengan cara memasukkan seluruh batang kemaluan Yanto ke dalam mulutnya. Ia sudah tidak peduli lagi dengan harkat dan martabat dirinya sebagai seorang akhwat senior yang begitu alim, namun kini sedang menjadi hamba seks bagi seorang pria berpenis hitam yang sangat tidak layak untuk menjadi pasangannya.

Yanto pun tak mau ketinggalan, ia mempercepat remasannya pada payudara Rif'ah dengan tangan kiri, dan menarik kepala Rif'ah dengan tangan kanan agar lebih dekat dengan selangkangannya. Rif'ah pun ikut mempercepat kulumannya terhadap penis Yanto. Belajar dari pengalamannya dengan Abu Nida, ia pun memainkan lidahnya terlebih dahulu di ujung kemaluan Yanto, sebelum kemudian menghisap batang penis tersebut kuat-kuat.

Perpustakaan yang sehari-hari dipenuhi oleh para kader partai yang ingin mencari ilmu, sore itu menjadi saksi pemuasan nafsu birahi seorang Yanto oleh seorang akhwat cantik nan alim bernama Rif'ah. Akhwat tersebut bahkan merelakan dirinya menjadi budak nafsu Yanto dengan menghisap-hisap kemaluan ikhwan tersebut. Hal tersebut jelas membuat birahi Yanto meledak-ledak. Setelah puas merasakan surga dunia lewat mulut Rif'ah, Yanto pun akhirnya menyerah akan empotan dan hisapan mulut Rif'ah.

"Ahh, ukhti Rif'ah, abang mau muncratin sperma di mulut kamu nehh ..." Rif'ah pun gelagapan dan seperti tidak siap. Ia berusaha menghindar, namun Yanto telah menahan kepalanya agar tetap di posisi tersebut dengan begitu kuat. Ia pun hanya sempat memejamkan mata ketika, "Crooot ... crooottt ... crooottt" sperma Yanto pun menghujani wajah cantik Rif'ah. Bahkan sebagian ada yang muncrat di jubah akhwat cantik tersebut.

"Ayo jilati lagi penis abang, Ukhti. Bersihkan sisa-sisa spermanya dengan mulut kamu." Bagai seekor kerbau yang dicocok hidungnya, Rif'ah pun mematuhi perintah Yanto tanpa sedikit pun memberontak. Di dalam hati, agar bisa menghadapi semua kemauan Yanto, Rif'ah berusaha membayangkan kalau lelaki di hadapannya tersebut adalah Abu Nida, sehingga ia harus melakukan segalanya untuk memuaskan hati pria tersebut. Rif'ah pun menurut ketika Yanto memerintahkannya untuk membersihkan sisa-sisa sperma di penis Yanto dengan mulutnya. Wanita berjilbab panjang tersebut pun kembali menjilat-jilat kemaluan Yanto yang hitam dan berurat. Rif'ah merasa aneh karena sekalipun telah memuntahkan sperma kental dalam jumlah yang cukup banyak, penis Yanto masih saja berdiri tegak. Rif'ah tidak tahu kalau sebelumnya Yanto telah meminum obat kuat berdosis tinggi, demi memberikan kepuasan yang tiada tara kepada Rif'ah.

Setelah selesai membersihkan kepala dan batang penis Yanto hingga mengkilap, Rif'ah pun berusaha untuk membersihkan sisa-sisa sperma yang menempel di wajahnya. Namun Yanto menahannya, "biar abang saja yang bersihkan, Ukhti. Coba ukhti berdiri." Rif'ah pun menuruti kata-kata Yanto dan berdiri dari kursi.

Yanto pun turun dari meja dan ikut berdiri di hadapan Rif'ah. Dengan lembut, ia menggenggam kedua bahu Rif'ah dengan tangannya. Secara perlahan, Yanto mendekatkan bibirnya ke wajah manis Rif'ah yang kini tengah belepotan sperma. Rif'ah memejamkan mata, ketika Yanto mulai membasuh wajah cantiknya dengan lidahnya yang kasar. Sedikit demi sedikit, lelehan sperma yang menempel di wajah Rif'ah pun berpindah ke dalam mulut Yanto. Sambil melakukan itu, Yanto pun menurunkan tangannya ke bawah, menuju bokong Rif'ah yang seksi.

Dari balik jubah yang membalut tubuh indah Rif'ah,tangan Yanto pun bermain-main di atas pantat Rif'ah sebelum kemudian meremasnya. Sementara itu, lidah Yanto ternyata telah selesai membersihkan sperma putih kental dari wajah lembut Rif'ah dan melanjutkan perjalanan menyapu bibir seksi akhwat tersebut. Rif'ah kontan merasa terbuai dengan perlakuan tersebut, dan balas memeluk tubuh ikhwan yang telah beristri tersebut. Ia tidak peduli, karena sebelumnya ia juga telah menikmati tubuh Abu Nida yang juga telah beristri dan mempunyai anak.

Yanto langsung mencium bibir Rif'ah dengan liar, sambil berusaha menembus barisan gigi-gigi Rif'ah dengan lidahnya. Tak perlu waktu lama untuk Yanto sampai dia bisa mempertemukan lidahnya dengan lidah Rif'ah, sekaligus menjelajahi rongga mulutnya, yang baru saja memberikan kepuasan kepada penisnya tadi. Tangan Yanto pun tak tinggal diam. Keduanya menjelajah setiap inchi tubuh Rif'ah yang bisa terjangkau, serta menarik jubah akhwat cantik tersebut, hingga menampakkan betis dan pahanya yang putih dan mulus.

Inilah mengapa Yanto memerintahkan Rif'ah agar tidak memakai sehelai pun pakaian dalam, agar ia bisa dengan bebas langsung menyentuh bagian paling vital dari tubuh akhwat tersebut. Kini, sambil memainkan lidah di bibirnya, Yanto juga telah membelai-belai selangkangan Rif'ah mulai dari anus hingga ke pintu vagina yang telah terbuka.

"Nghhhh ... Bang Yanto," Rif'ah pun mendesah binal, serta memindahkan tangannya ke kemaluan Yanto yang masih mengeras. Ia pun tahu kalau Yanto akan segera mengeksekusi dirinya.

Benar saja, tanpa menunggu waktu lama, Yanto langsung menggiring Rif'ah agar menghadap dan berpegangan ke meja yang tadi diduduki oleh Yanto. Ia pun memposisikan Rif'ah agak membungkuk dan membelakangi dirinya. Yanto pun langsung memeluk tubuh indahnya dari belakang, serta menggesek-gesekkan kemaluannya yang hangat di selangkangan Rif'ah.

Rif'ah hanya bisa menggeram, menahan birahi ketika diperlakukan seperti itu oleh Yanto. Tanpa ba bi bu, ia langsung merasakan hentakan yang cukup keras di selangkangannya, yang kemudian diikuti oleh rasa sakit ketika kemaluan Yanto yang besar menghujam langsung ke ujung liang peranakannya. Rasa sakit itu perlahan menjadi rasa nikmat yang diselingi rasa geli, ketika Yanto mulai menggesek-gesekkan kemaluannya di dalam vagina Rif'ah.

Berbeda dengan Abu Nida yang memperlakukannya dengan lembut laksana puteri raja, Yanto malah memperlakukannya dengan liar dan kasar. Kalau bisa dibilang, sepertinya Yanto hanya menganggap Rif'ah sebagai seorang pelacur biasa. Hanya bedanya Rif'ah adalah seorang akhwat aktivis partai yang alim dan memakai jilbab lebar. Hal ini menimbulkan sensasi seksual yang berbeda dalam diri Rif'ah. Tanpa sadar ia pun ikut menggerakkan pinggulnya seiring hentakan pinggul Yanto.

"Ahh, iyah ... begitu caranya ukhti. Enak banget empotan kamu, nghhhh" Merasakan hentakan pinggul seorang akhwat dengan jilbab lebar yang masih lengkap terpasang, ternyata menimbulkan efek yang dahsyat pada Yanto. Ia memang telah beristri, namun setiap berhubungan seksual, istri Yanto selalu telanjang bulat dan melepaskan jilbab dan pakaiannya. Namun kini, ia sedang menyetubuhi akhwat cantik nan alim yang menjadi idola di DPD, lengkap dengan pakaian kesuciannya.

"Iya abang, kontol abang juga enak banget. Nusuk sampe ke dalam, ke ujung memek Rif'ah," belajar dari Abu Nida, Rif'ah tahu kalau setiap lelaki pasti akan terangsang jika wanita yang tengah mereka setubuhi mengucapkan kata-kata kotor nan binal. Rif'ah pun mempraktekkan hal itu dengan harapan kalau Yanto akan segera menuntaskan hasratnya terhadap Rif'ah. Namun berkat bantuan obat kuat yang diminumnya sebelum ini, Yanto tampak butuh waktu yang cukup lama sampai ia merasa benar-benar dipuaskan.

"Dasar akhwat perek, ngomongnya binal banget sih," balas Yanto sambil meremas-remas payudara Rif'ah dari belakang.

"Ahh, bang Yanto, enak Baaaaanngg ..." posisi Rif'ah kini terbalik. Ia benar-benar merasa rendah di hadapan Yanto, dengan kontolnya yang begitu besar dan perkasa. Ia pun terus mengeluarkan desahan dan erangan, yang celakanya, malah menambah semangat Yanto dalam menyetubuhi dirinya. Dengan masih mengenakan jilbab lebar dan jubah panjang, Rif'ah nampak begitu menikmati setiap sodokan penis Yanto di kemaluannya. Mimik wajah Rif'ah pun berubah-ubah, mulai dari memejamkan mata, hingga menengadahkan kepalanya ke atas.

Melihat korbannya kelojotan seperti itu, Yanto malah semakin senang. Dalam diam ia tersenyum, dan seketika melepaskan penisnya dari kemaluan Rif'ah. Wanita muslimah tersebut pun langsung belingsatan menggoyangkan dan memutarkan pantatnya yang seksi, berusaha mencari penis yang ia butuhkan untuk memuaskan gairah birahinya.

"Cari apa, ukhti? Sini jemput penis kesayanganmu kalau kamu ingin dipuaskan," goda Yanto sambil mengelus pantat Rif'ah dari belakang. Yanto pun kemudian duduk di kursi yang ada di belakangnya.

Rif'ah berbalik sambil menggigit bibir bawahnya, tanda ia tengah begitu bernafsu. Ketika mereka bertatap muka, Yanto tampak menepuk-nepuk pahanya, tanda kalau ia menginginkan Rif'ah naik ke atas pangkuannya. Rif'ah tak ingin begitu saja memuaskan gairah Yanto. Ia ingin membalas apa yang telah dilakukan Yanto dengan menggoda dirinya. Ia pun melepaskan jubahnya dengan begitu perlahan, hingga Yanto bisa merekam detik demi detik ketika seluruh bagian tubuh Rif'ah tersingkap inchi demi inchi.

Ketika Rif'ah baru akan melepaskan jilbabnya, Yanto berteriak, "jangan Ukhti. Aku lebih suka menyetubuhi kamu dengan memakai jilbab." Rif'ah pun menurut dan jilbab panjang berwarna coklat tua tersebut pun masih terpasang dengan baik menutupi kepala dan rambutnya. Rif'ah pun menunduk, menungging, dan mendekati Yanto sambil merangkak. Ia tampak mengikuti video porno yang pernah ditontonnya bersama dengan Abu Nida.

Yanto hanya bisa diam, dan menelan ludahnya sendiri. Ini sama sekali di luar bayangannya. Ia tak mengira kalau Rif'ah bisa menjadi sebinal ini. Ketika Rif'ah telah begitu dekat dengan dirinya, akhwat cantik tersebut langsung melepas kaos yang dikenakan Yanto, dan melemparkannya ke lantai. Rif'ah kemudian menjilati paha Yanto, dan makin lama makin ke atas, ke arah perut, dada, hingga berhenti di kedua puting Yanto.

Yanto berusaha melepaskan jilatan Rif'ah, namun tangan Rif'ah lebih gesit dan menahan tangan Yanto di belakang kursi. Yanto sebenarnya bisa dengan mudah melepaskan pegangan tersebut, namun ia ingin tahu sejauh apa Rif'ah akan menggodanya. "Kamu binal sekali, Rif'ah. Susumu seksi sekali menggantung seperti itu."

Rif'ah hanya tersenyum manis, sebelum ia naik ke atas pangkuan Yanto, dan menempatkan vaginanya di atas kemaluan Yanto. Saat itu, tangan Yanto pun bebas, dan ia balas mendekap Rif'ah agar penisnya bisa masuk dengan mudah. Nampaklah sebuah pemandangan erotis di mana seorang perempuan alim berjilbab lebar, tengah merelakan vaginanya yang suci dicoblos oleh sebuah penis hitam milik lelaki yang bukan suaminya dari bawah. Tampak tak peduli dengan hal tersebut, Rif'ah pun pasrah saja ketika kemudian Yanto mencaplok payudaranya yang indah dengan mulutnya.

"Plokk ... plokk .. plokk" terdengar kecipak bunyi gesekan antara penis Yanto yang mulai berpetualang di liang senggama Rif'ah. Mereka berdua pun kembali memadu cinta terlarang, cinta yang hanya berlandaskan nafsu birahi dengan posisi yang begitu menggairahkan. Yanto memeluk Rif'ah yang naik turun di atas kemaluannya, sambil menghisap puting payudara milik akhwat tersebut dari balik jilbab lebar berwarna coklat tua.

Mereka terus beradu gairah sampai keduanya mendekati puncak kenikmatan. Rif'ah lah yang terlebih dahulu mengisyaratkan kalau dia akan mencapai orgasme, "Bang Yanto, Rif'ah sudah gak tahan neh ..."

"Iya sayang, kamu mau apa, ukhti manis?"

"Aku mau kontol kamu bang Yanto, mau kontol kamu semprot peju di memek aku,"

"Jawab dulu ukhti, enak kontol abang apa kontol Abu Nida?"

"Enak kontol abang Yanto, lebih besar dan lebih hitam, legit ... Rif'ah sukaaaa"

Yanto pun tampak terbuai dengan kata-kata manis tersebut, hingga akhirnya "Croooootttt ... crooottt ... crooottttttt," ia menuntaskan hajatnya dengan memuntahkan seluruh isi testisnya di liang kemaluan akhwat cantik bertubuh seksi yang bernama Rif'ah. Rif'ah pun tampak telah sampai di surga dunia dan hanya bisa mengandalkan tubuh Yanto untuk menahan berat tubuhnya hingga ia tidak terjatuh dari kursi tersebut.

--------------------

Sementara itu, di sebuah kamar mandi dalam sebuah warnet, tampak seorang pria berwajah chinese nampak sedang mengocok-ngocok kemaluannya sendiri dengan tangan kanannya. Sementara itu, di tangan kirinya, ia menggenggam sebuah celana dalam wanita berwarna krem. Ketika akan mencapai orgasme, ia pun meletakkan celana dalam tersebut tepat di hadapan kontolnya, dan meneriakkan, "Ahh, ukhti, enak sekali memekmu ukhti, ahh ... dasar akhwat pelacur, naik bus koq gak pakai bra dan celana dalam," seusai meneriakkan hal itu, kontolnya pun memuntahkan begitu banyak sperma yang langsung membasahi celana dalam wanita di tangannya.

Sambil menikmati orgasme yang telah kesekian kali dirasakannya, ia pun kembali membayangkan kejadian menarik saat ia sedang naik bus tadi siang, di mana ia bertemu dengan seorang perempuan berjilbab dengan tubuh yang seksi, berdiri tepat di hadapannya. Pria berwajah Chinese itu merasa pernah melihat akhwat tersebut, tapi ia lupa di mana. Namun yang menarik adalah, ketika ia memberanikan diri untuk meraba tubuh perempuan tersebut, ia tidak memakai bra dan celana dalam. Sayang, ia keburu turun ketika pria tersebut baru saja ingin melakukan sesuatu yang lebih.

Untung saja tangannya cepat bergerak masuk ke tas perempuan cantik tersebut. Niat awalnya ingin mendapatkan sesuatu yang berharga seperti handphone atau dompet, eh ia malah mendapatkan plastik berisi bra dan celana dalam. "Diambil hikmahnya saja," ujar pria Chinese itu dalam hati. Sambil menggantungkan celana dalam tersebut di sebuah gantungan, yang juga telah berisi sebuah bra, ia pun keluar dari kamar mandi tersebut.