Tuesday, August 25, 2015
10:52 AM

Balada Rif'ah, Seorang Akhwat Partai - 9

Di siang hari, langit tampak begitu cerah. Namun ketika sore harinya, langit langsung berubah wujud menjadi begitu mendung. Cuaca memang sulit ditebak akhir-akhir ini. Dan di bawah mendung yang menggelayut tersebut, nampak Yanto yang tengah membonceng Ummu Nida menuju rumahnya. Seperti biasa, Ummu Nida selalu berpegangan pada pinggang Yanto, dengan alasan agar tidak mudah jatuh jika ada jalanan yang rusak atau berlubang.

Ketika mereka hampir sampai di rumah Ummu Nida, hujan tiba-tiba turun. Jadilah mereka berdua basah kuyup begitu sampai di depan rumah. "Waduh, hujan neh Mas Yanto. Bawa jas hujan tidak?" ujar Ummu Nida.

"Kebetulan sedang tidak bawa, Ummu. Apa Ummu ada jas hujan di rumah?" Ujar Yanto bertanya balik.

"Sepertinya tidak ada, jas hujan saya dibawa sama Abu Nida."

"Owh, ya sudah kalau begitu. Saya tunggu saja di sini sampai hujan reda, Ummu." Ujar Yanto sambil meneguk air liurnya sendiri. Pakaian Ummu Nida yang basah kuyup karena air hujan membuat beberapa tonjolan di bagian-bagian sensitifnya jadi terlihat jelas. Padahal saat itu Ummu Nida sudah memakai jilbab dan baju panjang berwarna merah muda, serta rok panjang berwarna hitam. Maklum saja, walau usianya sudah mencapai 30an tahun dan mempunyai 2 orang anak, namun tubuh Ummu Nida masih terlihat begitu kencang dan seksi.


Walaupun bajunya sendiri juga basah kuyup, namun Yanto merasa begitu hangat. Ternyata lonjakan birahi terbukti bisa lebih menghangatkan badan daripada selimut yang paling tebal sekalipun.

"Hujannya tambah deras neh, Akhi. Masuk aja yuk dulu." Ajak Ummu Nida.

"Benar neh, Ummu? Memangnya boleh?"

"Ya mau bagaimana lagi, kan keadaan darurat."

Yanto pun mengiyakan dan langsung memarkir motornya di teras rumah Ummu Nida. Setelah membuka kunci pintu depan, Ummu Nida yang berusia 35 tahun itu pun mempersilakan Yanto untuk masuk ke dalam rumahnya.

Ketika sampai di dalam dan dipersilakan duduk oleh Ummu Nida, Yanto tampak kikuk. Bajunya benar-benar basah kuyup, dan jika ia duduk di sofa berlapis busa yang ada di ruang tamu tersebut, pasti sofa tersebut akan ikut basah juga.

"Ummu, boleh saya pinjam baju ganti?" Tanya Yanto.

Ummu Nida berpikir sejenak. Mengizinkan pria yang bukan muhrim untuk masuk ke dalam rumah saja sebenarnya sudah salah. Kini, pria tersebut malah ingin meminjam baju dan berganti baju di dalam rumah. Namun lagi-lagi Ummu Nida berpendapat kalau itu adalah keadaan darurat, dan tentu hal ini diizinkan dalam Islam.

"Bo ... Boleh, Akhi. Sebentar saya ambilkan bajunya Abu Nida, sepertinya pas dengan tubuh antum." Jawab Ummu Nida sambil bergegas masuk ke dalam kamar.

Ketika keluar, Ummu Nida telah membawa sebuah kaos dan celana panjang 3/4 yang biasa digunakan oleh para aktivis muslim. Yanto bisa melihat bagaimana tangan Ummu Nida gemetar ketika menyerahkan pakaian ganti tersebut kepada Yanto. Ia masih berusaha agar tidak bersetuhan dengan ikhwan yang sehari-hari bekerja di DPD tersebut.

"Terima kasih, Ummu" ujar Yanto sambil beranjak menuju kamar mandi.

"Kamu tahu di mana posisi kamar mandinya, To?" Tanya Ummu Nida.

Yanto pun sedikit gelagapan, tidak mungkin ia bilang kalau ia sudah tahu karena pada waktu itu pernah memergoki Abu Nida berselingkuh dengan Rif'ah. "Eh, tidak tahu Ummu. Di mana yah?"

"Benar ke arah yang kamu tuju tadi, kemudian belok ke kanan," Ummu Nida menunjukkan arah sambil menaikkan tangannya, hingga Yanto bisa melihat jelas bentuk ketiaknya dan sebagian gumpalan payudara yang menjadi penghias dadanya. Ia tak menyangka kalau perasaan terangsang terhadap Ummu Nida bisa lebih besar daripada yang sebelumnya ia rasakan terhadap Rif'ah. Padahal Rif'ah jelas jauh lebih muda dan lebih cantik.

"Andai saja aku bisa menyetubuhi Ummu Nida hari ini ..." Itulah bunyi pikiran Yanto yang tidak sempat terucap. Ia pun langsung beranjak ke kamar mandi seperti yang ditunjukkan oleh Ummu Nida tadi.

Sementara Yanto ke kamar mandi, Ummu Nida pun berinisiatif untuk membuatkan minuman hangat untuk mereka berdua. Ia pun langsung menuju ke arah dapur tempat di mana Ummu Nida menempatkan dispenser yang berguna untuk menghangatkan air. Lokasi dispenser tersebut kebetulan cukup berdekatan dengan posisi kamar mandi di mana Yanto tengah berganti baju.

Entah sengaja atau tidak, sambil membuat minuman, sesekali tampak Ummu Nida melirik ke arah pintu kamar mandi di mana Yanto ada di dalamnya. Betapa terkejutnya Ummu Nida ketika mengetahui kalau Yanto tampak tidak menutup pintu kamar mandi tersebut dengan rapat. Bahkan Yanto terkesan memang membiarkan pintu tersebut agar terbuka lebar. Ketika melirik untuk kesekian kalinya, barulah Ummu Nida dapat melihat dengan cukup jelas pergerakan Yanto di dalam kamar mandi tersebut.

Tampak Yanto tengah melepaskan semua pakaiannya, mulai dari kaos hingga celana panjang yang dikenakannya. Konsentrasi Ummu Nida dalam membuat minuman pun jadi teralihkan. Ia tidak bisa memungkiri betapa ia sangat haus belaian seorang lelaki yang jantan, yang bisa lebih memuaskannya dibanding suaminya sendiri. Namun Ummu Nida langsung menghapus imajinasi kotor tersebut.

Sayangnya, godaan untuk kembali melirik ke arah Yanto yang sedang berganti pakaian benar-benar begitu kuat melanda Ummu Nida. Ia pun kembali memalingkan wajah, berusaha menyaksikan apa yang terjadi di dalam kamar mandi tersebut. Nampak Yanto perlahan melepaskan kaosnya, hingga tampak oleh Ummu Nida sebuah dada yang bidang. Walaupun kulit Yanto sedikit gelap, dan perutnya cukup buncit, namun dada Yanto yang dihiasi sepasang puting gelap tampak begitu nyaman untuk tempat merebahkan kepala. Apalagi akhir-akhir ini, Ummu Nida memang kurang mendapatkan asupan gairah dari Abu Nida.

Ummu Nida sudah mulai berdebar dibuatnya. Apalagi kemudian Yanto melanjutkan dengan menurunkan celana panjangnya. Nampak sebuah benjolan di balik celana dalamnya yang berwarna biru. Ummu Nida tidak perlu menunggu lama karena kemudian Yanto langsung melepas juga celana dalamnya hingga ia bugil tanpa busana. Ummu Nida pun dapat melihat jelas kemaluan Yanto yang hitam dan besar, lebih besar dari milik suaminya, Abu Nida. Darah Ummu Nida pun makin berdesir. Ia tahu situasi ini sangatlah salah, namun gejolak birahi dalam dirinya terus memaksanya untuk diam dan menikmati saja situasi ini.

Ummu Nida tidak tahu kalau sebenarnya Yanto memang telah merencanakan semua ini. Ia sengaja tidak menutup pintu kamar mandi yang begitu dekat dengan dapur. Dan benarlah, ternyata Ummu Nida yang sedang ke dapur tidak tahan juga untuk melirik ke arah kamar mandi. Jadi lah ia memainkan kartu As dengan melepaskan seluruh pakaiannya agar Ummu Nida yang alim itu bisa terangsang. Dari dalam kamar mandi, Yanto bisa melihat bagaimana Ummu Nida berusaha menahan birahinya, dengan pakaian yang masih terlihat basah, membuatnya nampak begitu seksi walau sudah beranak dua.

--------------------

Rahmad Abdullah, begitu lah namanya. Ia merupakan salah satu sesepuh di kantor DPD. Usianya sudah menginjak usia 60 tahun, namun ia masih rajin hadir di gedung DPD. Seperti juga hari ini,di saat banyak kader partai yang sudah pulang, ia malah memilih untuk tetap menghabiskan waktu dengan membaca file-file di ruang kerjanya. Berbeda dengan ruang kerja lainnya yang terbuka, ia lebih memilih ruang kerja yang tertutup, agar bisa menjaga privasi katanya.

Rahmad adalah ketua DPD partai di wilayah tersebut. Pengaruhnya yang masih begitu besar, membuatnya belum tergantikan sebagai ketua di sana. Berulang kali posisinya berusaha digoyah oleh kawan dan lawan, namun semuanya gagal. Terakhir, seorang kader senior bernama Sulthoni berusaha menantangnya untuk posisi pimpinan DPD, tapi lagi-lagi Rahmad Abdullah unggul. Padahal pemilihan ketua DPD kali ini sangatlah penting, karena berdekatan waktunya dengan saat pemilihan umum.

"Tok tok tok ..." terdengar bunyi pintu ruang kerja Rahmad diketuk dari luar.

"Ya, silakan masuk."

Seorang perempuan berjilbab merah pun hadir di balik pintu dan memasuki ruangan pribadi tersebut. Jilbabnya begitu panjang dan anggun, membuat setiap yang melihat pasti terpana. Setelah masuk, perempuan itu pun langsung mengunci pintu yang baru saja ia lewati dari dalam.

"Semuanya sudah pada pulang, Nduk?" Tanya Rahmad kepada wanita yang perlahan tapi pasti terus berjalan menghampiri dirinya tersebut.

"Sudah, Abu. Tinggal kita berdua saja di kantor ini." Jawab si wanita berjilbab yang kini sudah berada di hadapan Rahmad.

"Bagus, kini puaskan diriku kembali, Sayang." Rahmad pun menarik tangan akhwat berjilbab merah tersebut agar mengelus pipi kanannya yang sudah mulai keriput. Sang akhwat bertubuh gemulai itu pun malah membalas dengan meletakkan tangannya yang satu lagi di pipi kirinya. Tanpa rasa sungkan, ia pun merebahkan pantatnya yang bulat di pangkuan Rahmad. Usia mereka terpaut cukup jauh, namun mereka terlihat bagaikan pasangan pengantin yang sedang menjalani bulan madu.

Perlahan, Rahmad menarik kepala akhwat yang sepertinya masih berusia 36 tahun itu ke arah wajahnya. Dengan lembut ia mengecup bibir manis milik akhwat berjilbab merah tersebut. Walau telah mempunyai anak dan cucu yang masing-masing bernama Abu Rasyid dan Rasyid, Rahmad tampak masih punya gairah birahi yang begitu besar. Bertahun-tahun menduda karena ditinggal mati istrinya, menjadikan Rahmad sebagai pria tua yang haus gairah seksual, terlepas dari latar belakangnya yang merupakan salah seorang petinggi partai islam.

"Bagaimana dengan rencana kita, Abu. Abu jadi menempatkan ana di kursi kewanitaan di DPD ini?" tanya sang akhwat sambil menjilat-jilat bagian belakang telinga Rahmad Abdullah.

"Tenang saja, Nduk. Semua sudah Abu atur." Jawab pria tua tersebut sambil meremas-remas payudara akhwat bertubuh gemulai tersebut dari balik jilbab panjang yang dikenakannya.

--------------------

Ketika baru akan berbalik untuk membawakan minuman yang baru saja dibuatnya, Ummu Nida pun terdiam. Ia merasakan ada sesosok tubuh yang berada di belakang dan menahan gerakan tubuhnya.

"Habis buat minuman apa, Ummu?" Bisik Yanto yang baru saja berganti pakaian di telinga Ummu Nida.

"Ttt ... Teh, Akhi," Ummu Nida tampak gugup. Ia tidak menyangka kalau Yanto akan berada sedekat ini dengan dirinya.

"Hmm. Teh, atau tetek, Ummu?"

Ummu Nida terdiam.

"Koq tetek Ummu jadi berdiri begini?" Tanpa disadari oleh Ummu Nida, tangan Yanto telah menyelinap di balik jilbab panjangnya dan menyentuh puting payudaranya yang tengah menonjol. Ummu Nida pun tak dapat mungkir lagi kalau ia tengah dilanda birahi setelah melihat tubuh Yanto yang telanjang saat berganti pakaian tadi.

"Lepaskan, Yanto. Kamu bajingan,"

"Kan Ummu tadi sudah liat tubuh bugil saya, gantian donk saya pengen lihat tubuh bugil Ummu. Lagipula pakaian Ummu basah semua begini, saya bantu ganti yah bajunya." Yanto mulai berani menyentuh bagian tubuh Ummu Nida yang lain. Ia pun menempelkan bibirnya ke bagian leher Ummu Nida yang masih terbungkus jilbab panjang.

Ummu Nida tak bisa menyangkal kalau ia tengah begitu terangsang. Namun ia masih sepenuhnya sadar, dan ia tahu kalau hal tersebut merupakan suatu kesalahan. Karena itulah ia berusaha berontak, melepaskan diri dari pelukan Yanto. Berbekal ilmu bela diri yang ia kuasai, Ummu Nida pun berhasil melepaskan tubuhnya dari dekapan Yanto. Di satu sisi, Yanto pun sepertinya tidak terlalu serius untuk menahan Ummu Nida. Lelaki itu pun tersenyum ketika Ummu Nida telah lepas dari pelukannya, ia telah mempunyai suatu rencana.

Ummu Nida berusaha menggunakan instingnya untuk lari secepat mungkin. Walau rok yang ia gunakan sedikit menyulitkan ketika berlari, ia terus menuju pintu depan, berusaha untuk lari ke luar dan meminta pertolongan. Namun ternyata pintu tersebut telah terkunci, dan kunci yang seharusnya tergantung di sana, tidak ada di tempatnya. Ummu Nida berusaha keras membuka pintu tersebut, namun gagal. Ia berbalik, dan ia melihat Yanto telah berada hanya beberapa langkah di hadapannya. Ia pun sadar kalau ia tengah berada dalam situasi yang berbahaya. Berteriak meminta pertolongan pun percuma, karena rumah Ummu Nida cukup jauh dari tetangganya, apalagi keadaan saat itu tengah hujan deras.

Ummu Nida berusaha berpikir keras, namun di saat yang sama Yanto telah berada begitu dekat dengan dirinya. Sedetik kemudian, Yanto telah kembali memeluknya, dan meletakkan tangannya di bokong Ummu Nida yang masih tertutup rok panjang. Rok tersebut masih lembab karena terkena hujan, namun hal itu tidak mengendurkan semangat Yanto. Malah ia bersyukur karena bisa merasakan tubuh seksi yang berada di balik rok basah tersebut.

"Sudah, jangan lari, Ummu. Aku tahu kamu juga menginginkan hal ini," ujar Yanto sambil meremas bokong Ummu Nida yang masih kenyal tersebut. "Aku tahu Ummu tadi terangsang kan melihat kemaluan saya?"

Ummu Nida yang masih terengah-engah setelah berlari tadi hanya terdiam tak bersuara. Ia tidak bisa menampik perkataan Yanto kalau ia juga begitu ingin berada dalam dekapan Yanto. Namun ia masih cukup sadar untuk menyadari kalau ini merupakan hal yang salah. Jantungnya pun berdetak begitu kencang ketika ia merasakan jemari Yanto mulai bermain di belahan anusnya. Ia pun mulai berontak dengan memukul-mukul dada Yanto yang bidang.

"Yanto, kumohon jangan lakukan ini. Aku sudah menjadi istri orang lain, dan punya 2 orang anak," ujar Ummu Nida memelas, berharap Yanto akan menghentikan aksinya.

Namun bukannya berhenti, Yanto malah semakin berani mendekatkan wajahnya ke wajah Ummu Nida. ia mencium pipi dan kening Ummu Nida yang begitu bersih. Tak hanya mencium, Yanto juga menjulurkan lidahnya untuk menjilati kulit wajah Ummu Nida yang masih sangat halus di usianya yang sudah tidak muda lagi tersebut. Ummu Nida pun merasakan kehangatan yang berbeda dari lidah Yanto, sesuatu yang tidak pernah ia rasakan dari suaminya, Abu Nida. Apalagi, akhir-akhir ini Abu Nida tampak berubah, dan terasa sedikit mengacuhkan dirinya, terutama dalam urusan hubungan seksual.

"Walau sudah beranak dua, tubuhmu masih begitu seksi Ummu, membuatku jadi begitu terangsang." ujar Yanto sambil mengarahkan tangannya ke punggung Ummu Nida. Dengan sigap, ia pun langsung menarik Ummu Nida hingga berada lebih erat di dalam dekapannya. Dengan penuh kemesraan, ia pun mengecup leher Ummu Nida yang masih berbalut jilbab panjang khas muslimah yang penuh kealiman.

Kata-kata Yanto tersebut membuat Ummu Nida mulai menghentikan perlawanannya. Ia pun tampak menerima ketika Yanto berusaha mengecup dan mengulum bibirnya yang indah. Bahkan, Ummu Nida pun membalas dengan mengeluarkan juga lidahnya, hingga beradu dengan lidah Yanto. Mereka pun saling berpagutan, memuaskan birahi masing-masing yang sudah begitu lama tertunda. Tangannya tak lagi meronta-ronta di dada Yanto, malah ia kini mengelus-elus lembut dada pria yang bukan muhrimnya itu. Ummu Nida pun makin terangsang ketika penis Yanto terasa mengembang dan menyentuh selangkangannya. Terbayang olehnya bentuk dan ukuran kemaluan Yanto yang tadi sempat ia lihat di kamar mandi. Di sisi lain, Yanto juga makin terbakar birahinya ketika merasakan payudara Ummu Nida yang sekal kian menempel di dadanya.

"Ahh ..." akhirnya Ummu Nida mengeluarkan desahan yang sensual ketika tangan Yanto mulai berpindah ke payudaranya. Yanto meyakini kalau ini adalah tanda kalau ibu beranak dua yang tengah berada dalam dekapannya tersebut telah begitu pasrah, dan siap melayani nafsu liar Yanto. Ia pun makin bersemangat meremas-remas sepasang payudara yang besar dan sekal itu.

"Tubuhmu begitu harum, Ummu. Aku suka," ujar Yanto sambil terus memompa gairah Ummu Nida. Kali ini ia mulai meraba-raba selangkangan Ummu Nida yang masih begitu tertutup tersebut. Walau tertutup, Yanto masih bisa merasakan bentuk gundukan cinta yang terasa sudah berdenyut-denyut meminta untuk dipuaskan.

Ummu Nida hanya memejamkan mata, merasakan tangan Yanto meraba-raba seluruh tubuhnya yang seksi. Baju panjang yang dikenakannya sudah lecek di sana sini. Ia pun tidak keberatan ketika tiba-tiba Yanto kemudian menggendong tubuhnya ke arah sofa yang berada dekat dengan pintu depan rumahnya.

Sesampainya mereka di sofa, Yanto pun langsung merebahkan Ummu Nida di atasnya. Setelah itu, ia langsung melepaskan kembali baju Abu Nida yang tadi dikenakannya. Yanto pun kembali tanpa busana, persis seperti ketika Ummu Nida tadi melihatnya di kamar mandi. Ummu Nida terpana kembali melihat penis Yanto yang tergantung dengan gagah di selangkangannya yang berbulu lebat. Apalagi kemudian Yanto pun ikut naik ke atas sofa, dan mendekatkan penis tersebut ke wajah Ummu Nida.

"Ayo Ummu, jilat kemaluanku ini. Kamu suka kan kemaluan besar dan hitam seperti ini?" Ujar Yanto sambil menyentuhkan penisnya ke bibir ummahat berusia 35 tahun tersebut.

Ummu Nida gelagapan. Seumur-umur tak pernah suaminya meminta hal seperti ini. Ia sadar kalau hal ini begitu merendahkannya, namun aroma kemaluan Yanto yang khas, benar-benar telah menyihir dirinya. Dengan malu-malu, Ummu Nida pun langsung menjilati penis hitam yang ada di hadapannya. "Slurrpphh ..." begitulah suara hisapan yang terdengar ketika Ummu Nida mulai memberikan rangsangan birahi pada kemaluan Yanto.

"Ahh, nikmat sekali Ummu. Ya, sekarang masukkan perlahan penisku ke mulut Ummu yang manis itu," Betapa bahagianya Yanto, setelah berhasil menyetubuhi mulut Rif'ah beberapa hari sebelumnya di perpustakaan DPD, kini ia juga berhasil membenamkan kemaluannya ke mulut Ummu Nida, yang merupakan senior Rif'ah di DPD.

Ummu Nida tampak begitu kaku melakukannya, namun lama kelamaan ia pun jadi terbiasa, dan mulai mengikuti irama pinggul Yanto yang terus memaju-mundurkan penisnya di mulut Ummu Nida. Seolah tak peduli dengan jilbab merah muda yang masih dikenakannya, Ummu Nida melakukan hisapan demi hisapan pada kemaluan hitam milik Yanto dengan binal. Yanto pun sampai kewalahan dibuatnya. Tak tahan akan sensasi erotis yang tengah dirasakannya, lelaki setengah baya itu pun merasakan gejolak di kemaluannya, seperti ada sesuatu yang akan meledak.

"Ahhh, terus Ummu, hisap lebih cepat lagi."

Selang beberapa menit, Yanto pun tak sanggup lagi menahan tekanan di kantung spermanya dan, "Crooot ... crooot." Tepat sebelum cairan cintanya meluncur keluar, Yanto masih sempat menarik kemaluannya sehingga akhirnya spermanya pun muncrat dan membasahi wajah dan jilbab merah muda Ummu Nida. Tak ingin mangsanya merasa jijik, Yanto pun langsung menjilati sisa-sisa sperma yang ada di seluruh wajah Ummu Nida.

Ummu Nida yang sudah begitu dimabuk birahi tersebut ikut membalas jilatan Yanto dengan mengulum bibirnya ketika bibit tersebut hinggap di bibirnya. Yanto sendiri tidak mau menurunkan tempo, dan langsung menyelipkan tangannya di balik rok panjang Ummu Nida, dan mengelus-elus paha Ummu Nida yang mulus. Rok panjang tersebut ia angkat sampai batas pinggang, hingga paha yang montok dan mulus itu pun jadi terlihat jelas. Tinggal tersisa sebuah celana dalam berwarna hitam saja yang menutupi kemaluan Ummu Nida. Celana dalam tersebut pun langsung ditanggalkan Yanto dengan hanya sekali sentakan.

Setelah melemparkan celana dalam milik Ummu Nida ke lantai, Yanto pun memulai gelombang rangsangannya dengan mengelus-elus bibir kemaluan Ummu Nida. Bibir vagina tersebut terasa sudah basah. Nampaknya bukan Yanto saja yang menikmati blowjob dari Ummu Nida, tapi Ummu Nida tampaknya juga menikmati pelecehan seksual yang dialaminya, karena itulah kemaluannya menjadi basah oleh cairan cinta. Hal itu pun memudahkan Yanto untuk memasukkan jemarinya ke kemaluan Ummu Nida dan mengaduk-aduk dinding liang senggama ummahat cantik tersebut.

"Ahh,Yanto. Apa yang kamu lakukan? Geliiiiii ..." Tak perlu waktu lama bagi Yanto untuk merasakan banjir cairan cinta di vagina Ummu Nida.

"Dasar ummahat binal. Tadi menolak sampai mukul-mukul segala, sekarang sampe banjir begini. Sini aku telanjangin kamu, Ummu." Ujar Yanto sambil kembali mengangkangi Ummu Nida di atas sofa. Ia pun memelorotkan rok yang dikenakan Ummu Nida, sekaligus meloloskan baju panjang merah mudanya ke atas. Tinggallah sebuah bra berwarna putih yang menutupi aurat Ummu Nida. Jilbab panjang berwarna merah muda yang dikenakannya teah disampirkan mengelilingi telinganya. Tubuhnya yang mulus dan indah pun kini terpampang jelas di hadapan Yanto.

Tak ingin terburu-buru, Yanto memulai penjelajahan birahinya dengan menciumi selangkangan Ummu Nida hingga pemiliknya harus meremas-remas sofa untuk menahan nafsu seksualnya. Yanto pun menjilat makin ke atas, hingga ia sampai di sepasang gunung kembar yang begitu menantang. Ia lepaskan kaitan bra di belakang, dan kebetulan Ummu Nida pun membantunya dengan mengangkat sedikit punggungnya. Ketika Yanto mulai menjilati dan menghisap payudaranya, Ummu Nida pun menarik kepala Yanto agar lebih dekat dan menghisap lebih kencang, seolah tak ingin melepaskan kenikmatan tersebut selama-lamanya.

"Ahh, enak Yanto. Terus hisap toket Ummu,"

"Iyah, Ummu. Enak banget toket suci Ummu. Rasanya kenyal dan gurih. Nikmat banget bisa netek susu murni Ummu Nida,"

Sembari mengemut kedua puting payudara Ummu Nida yang tengah tegak menjulang ke atas, Yanto pun juga memposisikan penisnya di depan pintu kemaluan ummahat tersebut. Ia pun mulai menggesek-gesekkan kemaluannya dengan vagina Ummu Nida, seirama dengan kecepatan mulutnya menghisap-hisap payudara Ummu Nida. Merasakan hal itu, Ummu Nida bukannya panik, malah tampak membalas menggesek-gesekkan selangkangannya ke 'senjata perang' Yanto. Ia tampak sudah kepalang tanggung untuk menjeput birahinya yang telah lama tertunda.

Lidah Yanto terus mendaki, hingga ke leher Ummu Nida yang sudah cukup terbuka karena posisi jilbab merah mudanya kini telah tersampir ke kiri dan kanan. Lepas dari kuluman lidahnya, payudara Ummu Nida langsung ganti dijamah oleh kedua tangan Yanto yang tampak begitu gesit meremas, memilin puting, dan membelai-belai keduanya dengan lembut.

"Bagaimana rasanya kalau aku beginikan, Ummu?" tanya Yanto sambil memainkan puting payudara Ummu Nida yang berwarna kecoklatan.

Ummu Nida hanya memejamkan mata dan mendongakkan kepalanya ke atas, tanda kalau ia tengah begitu terangsang. Apalagi di bawah kemaluannya tengah terus digoda oleh penis Yanto yang dengan nakal menggesek-gesek pintu vagina Ummu Nida. Terdengar lirih lenguhan Ummu Nida, tanda kalau Yanto telah membawanya ke lautan birahi yang bisa menenggelamkan keimanan ummahat sealim Ummu Nida sekalipun.

Gatal dengan bibir Ummu Nida yang begitu menggoda, Yanto pun langsung menindih dan mencumbu belahan bibir tersebut dengan liar. Ummu Nida menerimanya juga dengan tanpa malu-malu, sambil mengelus-eluskan jemarinya yang lentik di punggung Yanto yang terbuka. Mereka sudah seperti pasangan suami istri yang tengah mendaki puncak birahi. Tangan Yanto pun ikut naik ke atas, bermain-main di jilbab Ummu Nida sehingga membuatnya jadi tambah berantakan.

Di tengah kondisi seperti itu, posisi penis Yanto pun makin siap, dan benar-benar sudah berada di belahan vagina Ummu Nida. Ketika mulut ummahat tersebut tengah tersumpal oleh bibir dan lidah Yanto yang hangat, vaginanya pun tiba-tiba mendapat serangan mendadak, "Blessss ...."

"HHHHmmmmppphhh ......" jerit Ummu Nida terdengar tertahan oleh kuluman bibir Yanto. Matanya mendelik, menatap tajam ke dalam mata Yanto, seolah berkata "Sakit nehh"

Yanto tak peduli dengan itu. Ia pun masih tetap menyumpal mulut Ummu Nida dengan ciuman bibirnya, dan terus menaikkan tempo genjotan penisnya di bawah. Yanto pun juga menggesek-gesekkan dadanya yang terbuka dengan toket Ummu Nida. Keduanya pun saling bertukar keringat yang keluar akibat pergumulan mereka yang 'panas'. Kedua insan anggota DPD tersebut kini sudah lupa dengan status mereka masing-masing, dan terus menikmati gairah syaithan yang terkutuk.

Ketika Yanto melepas ciumannya, barulah desahan birahi Ummu Nida bisa terdengar dengan jelas. Seperti berusaha menjemput ledakan birahinya sendiri, pinggul Ummu Nida pun tampak naik turun mengikuti irama genjotan penis Yanto. Sambil menggigit bibir bawahnya, Ummu Nida tampak menikmati setiap gerakan dan jamahan yang dilakukan Yanto terhadap tubuhnya yang montok.

Di tengah pergumulan yang kian panas, Yanto tiba-tiba melepaskan penisnya dari kehangatan vagina Ummu Nida. Ia ingin sesuatu yang lain. Ia pun menarik Ummu Nida untuk turun ke bawah dan mengambil posisi menungging. Ibu beranak dua tersebut hanya menurut saja ketika diminta begitu, karena ia tahu Yanto punya rencana besar untuk memuaskan dirinya.

Benar saja, begitu ummahat berusia 35 tahun itu mengambil posisi menungging dan menghadapkan pantatnya yang masih seksi itu kepada Yanto, Yanto pun langsung mengambil posisi di belakangnya. Yanto mulai dengan menempelkan kemaluannya di bibir vagina Ummu Nida, kemudian ia lanjutkan dengan meremas-remas payudara Ummu Nida yang menggantung indah.

"Mari kutunjukkan bagaimana caranya memuaskan birahi, anjing betinaku," bisik Yanto di telinga Ummu Nida, sebelum ia mulai menyodok kembali vagina ummahat cantik tersebut dengan penisnya yang perkasa. Dalam hati, Ummu Nida begitu kagum dengan keperkasaan penis Yanto yang masih terus tegak sekalipun telah mengalami orgasme sebelumnya. Padahal, suaminya sendiri paling hanya kuat 1 ronde, dan setelah itu langsung terkapar tak berdaya. Itulah mengapa Ummu Nida tampak tak masalah dengan pelecehan lewat jamahan dan ucapan yang dilakukan Yanto. Malah semua hal itu membuat Ummu Nida menjadi semakin terangsang birahinya.

Sodokan penis Yanto yang makin lama semakin cepat, diiringi oleh gerakan pinggul seksi Ummu Nida. Keduanya seperti berlomba untuk memuaskan birahi masing-masing secepat mungkin. Yanto pun tak lupa terus merangsang payudara Ummu Nida dengan remasan gemas yang sesekali diiringi dengan cubitan lembut pada puting payudaranya.

"Bagaimana rasanya kontolku, Ummu?" bisik Yanto sambil terus menggenjot tubuh ummahat seksi tersebut tanpa henti.

"Ahh, enak Yanto. Lebih perkasa dari kontol suamiku," mendengar hal itu, Yanto pun jadi makin bersemangat. Ia makin mempercepat kocokan penisnya dan menjadi semakin liar, seperti orang kesetanan. Ummu Nida pun mengalami hal yang sama. Matanya menutup erat, dan ia menggigit kencang bibir bawahnya, berusaha menahan birahi yang sebentar lagi akan meledak.

"Ummu ... Sebentar lagi saya mau keluar, Ummu. Saya lepasin di dalam aja yahh,"

Ummu Nida hanya diam. Dalam hati sebenarnya ia khawatir apabila Yanto mengeluarkan buah cintanya di dalam vaginanya, bisa menyebabkan ia mengandung anak Yanto. Namun sudah kepalang tanggung, Ummu Nida hanya berdoa semoga ia sedang tidak subur dan Yanto juga tidak terlalu banyak memuntahkan sperma karena sebelumnya ia telah orgasme dan memuntahkan sperma yang cukup banyak.

Ummu Nida merasakan penetrasi penis Yanto makin lama makin dalam, hingga akhirnya Yanto menusuknya dengan begitu dalam, menahannya di dalam dan .... memuntahkan segalanya "Croooottt, croooott ..." Ummu Nida sendiri sudah tidak sanggup lagi menahan birahinya, dan ikut hanyut merasakan orgasme, seiring dengan muncratnya sperma Yanto ke dalam liang peranakannya. Mereka berdua pun roboh bersimbah keringat, dengan sperma yang meleleh dari kemaluan keduanya yang masih bersatu, seolah tak mau dipisahkan lagi.

--------------------

"Ahh ... ahhh ... ahhh ..." terdengar desahan yang begitu binal dari ruangan yang paling tertutup di kantor DPD tersebut. "Teruskan, Abu ... Ahh, enak sekali rasanya kontol Abu menyodok-nyodok memek ana." desah seorang akhwat berjilbab merah yang nampaknya tengah dilanda ombak birahi yang begitu kencang. Ia sedang dalam posisi menungging di sofa yang ada di ruangan tersebut, sementara di belakangnya ada seorang pria tua yang sedang menggagahi kemaluannya.

"Rasakan kontol besar ini, Nduk. Enak mana sama punya suami kamu?" ujar pria tua tersebut merendahkan, sambil terus menggenjot kemaluan akhwat yang masih memakai pakaian muslimah lengkap tersebut dengan penuh syahwat. Nampaknya pria tersebut hanya menaikkan jubah sang akhwat dan melepaskan celana dalamnya sebelum kemudian menyetubuhi tubuh gemulai akhwat tersebut.

"Enak punya abu, genjotannya lebih menggigit."

Tapi tiba-tiba, di tengah-tengah perjalanan mereka menggapai puncak birahi, "Kriiiiingg ... Kriiiinnggg ..." terdengar bunyi handphone yang berdering. Ternyata handphone tersebut merupakan milik sang akhwat.

"Ahhh, ngghhh ... Sebentar yah, Abu. Ana angkat telepon dulu, dari bapaknya anak-anak." ujar sang akhwat berparas manis tersebut sambil mengambil handphonenya yang tepat berada di sisi sofa. Setelah sang pria tua menganggukkan kepala, barulah ia mengangkat telepon tersebut.

"Iya, abi. Ada apa? ... Ada di atas kulkas ... Iyah, ambil saja," Akhwat berjilbab merah tersebut terpaksa menjawab telepon dari suaminya sendiri dengan nafas yang tersengal-sengal karena di belakangnya Rahmad Abdullah terus memaju mundurkan kontolnya di dalam kemaluan akhwat tersebut. "Ahh, nggak apa-apa Abu, cuma masih ngos-ngosan aja tadi harus berlari keluar mengejar teman untuk memberikan tugas ... Iya bener koq Ummu nggak apa-apa ... Assalamualaykum."

Setelah akhwat tersebut menutup telepon dari suaminya, Rahmad seperti semakin semangat menyetubuhi dirinya. "Apa kata Abu Rosyid, Ummu?"

"Ahh, ahh ... ngghh ... itu tadi Abu Rosyid mau pakai mobil untuk mengantarkan Rosyid ke Supermarket."

"Ahh, anak yang baik. Mengantarkan anak ke Supermarket sendirian, dan membiarkan istrinya disetubuhi oleh ayahnya sendiri."

Mendengar itu, wanita berjilbab merah yang biasa dipanggil Ummu Rosyid itu bukannya marah, melainkan menjadi tambah bergairah. Ia pun semakin mempercepat gerakan pinggulnya demi memuaskan kebutuhan seksual Rahmad Abdullah. Mereka terus bertukar gairah hingga malam menjelang.

--------------------

Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam, dan Ummu Nida masih saling berpelukan dengan Yanto tanpa memakai busana. Hanya jilbab panjang berwarna merah muda yang masih tersampir menutupi kepala Ummu Nida.

"Akhi, sebentar lagi suami ana pulang. Kamu harus segera pergi, Yanto." Ujar Ummu Nida kepada Yanto yang masih asyik membenamkan wajahnya di payudara Ummu Nida.

"Iya Ummu, ana paham." Yanto pun langsung memberikan ciuman perpisahan kepada Ummu Nida, sebuah ciuman yang begitu panas, agar Ummu Nida tidak akan melupakannya

Ummu Nida baru akan memakai kembali pakaiannya ketika Yanto kemudian melarang. "Tak usah Ummu, saya lebih suka Ummu seperti ini." ujar Yanto sambil tersenyum nakal.

Ummu Nida pun mengiyakan, dengan kondisi malu-malu, ia pun ikut berdiri sambil menunggu Yanto kembali berpakaian lengkap. Pria tersebut kembali mengenakan baju dan celana Abu Nida, lelaki yang istrinya baru saja ia nodai kesuciannya. Di pintu depan, Yanto pun mengeluarkan kunci yang sedari tadi ia simpan, dan membuka pintu tersebut. Sebelum pergi, tak lupa ia kembali memeluk tubuh Ummu Nida yang masih belum berbalut sehelai benang pun, sembari meremas bokong Ummu Nida yang begitu ia suka.

Hari tersebut pun diakhiri dengan senyuman penuh arti dari Yanto dan Ummu Nida.