Saturday, July 4, 2015
11:52 PM

Hiburan Sebelum Ramadhan

Makan malam baru saja usai dan empat
wanita cantik itu duduk di ruang tengah, mereka
mengobrol santai sementara suami mereka
berbincang serius di ruang depan. Para suami,
yang semuanya adalah tokoh masyarakat serta
orang-orang yang aktif di kegiatan masjid, sedang
membicarakan bulan Ramadhan yang sebentar lagi
datang. Seperti biasa, mereka harus memutuskan
kegiatan apa saja yang akan dilakukan serta siapa
yang bertanggung jawab.
Bagaimana, Ustad, apakah semuanya sudah
siap? tanya Haji Karim, orang yang memimpin
rapat itu.
Lelaki yang dipanggil menoleh. Usianya masih
cukup muda, tak lebih dari tiga puluh tahun.
Wajahnya teduh, namun sorot matanya
menyiratkan kepintaran. Sepertinya lebih baik kita
memakai jadwal tahun kemarin, dia menjawab.
Orang di sebelahnya lekas menukas.
Bukankah Haji Mahfud sudah meninggal, Pak
Ustad. Siapa yang nanti menggantikan? tanyanya.
Dia bernama Slamet, si takmir masjid.
Saya tadi sudah tanya sama Jarot, jawab
Ustad Rofid. dia mau jadi imam tarawih
menggantikan Haji Mahfud.
Haji Karim manggut-manggut, Ya, dia lulusan
pondok. Tajwidnya bagus, Kalau dia setuju, maka
maka yang lain tidak berani membantah.
Jadi nanti kita giliran tiap tiga hari, Ustad
Rofid memastikan.
Burhan yang sejak tadi diam, segera
mengetik di laptop. Jadwal imam ia susun
sedemikian rupa hingga Haji Karim, Ustad Rofid,
serta Jarot mendapat giliran secara adil. Sudah
jadi tradisi di desa itu kalau imam sholat tarawih
selalu berganti-ganti.
Untuk bilalnya gimana? tanya Haji Karim.
Itu malah lebih gampang, Pak Haji. jawab
Slamet. Banyak yang siap, semua pada bisa.
Tapi tetap kudu dibagi, siapa tahu ada yang
berhalangan, tegur Ustad Rofid.
Eh, i-iya, Pak Ustad. Slamet tersenyum
malu-malu.
Burhan segera memasukkan nama-nama bilal
di samping kolom imam, orang-orangnya ia
dapatkan dari rekomendasi Haji Karim.
Wak Jupri sebaiknya jangan dipakai lagi, Pak
Haji, usul Ustad Rofid. Orangnya sudah sepuh,
sering lupa dan kebolak-balik.
Haji Karim mengangguk setuju, Iya, sekalian
regenerasi juga.
Burhan lekas menghapus nama Wak Jupri
dan menggantinya dengan si Nasikhul, pemuda
anak Pak RT yang bulan lalu baru menikah.
Jangan cuma ngobrol aja, ayo diminum
tehnya, kata Haji Karim mempersilakan sebagai
tuan rumah yang baik. Semua orang segera
menyesap gelas masing-masing.

Mereka sudah akan melanjutkan pembicaraan
saat Juleha, istri muda Haji Karim yang baru
berusia 24 tahun, muncul di ruang tamu dan
berbicara lirih namun cukup keras untuk didengar
semua orang, "Kamar sudah siap, Bah!"
Haji Karim menoleh kepada tamu-tamunya.
Siapa yang mau duluan?
Burhan mendongak dari laptopnya, Saya
nanti saja, masih banyak yang harus diketik.
Haji Karim menoleh kepada Ustad Rofid, Pak
Ustad? tawarnya.
Ustad muda itu menggeleng sambil
tersenyum. Sepertinya ada yang lebih tak sabar
daripada saya, Pak Haji. Matanya melirik kepada
Slamet yang duduk sambil senyum-senyum.
Kamu, Met? tanya Haji Karim pada pemuda
kurus di depannya.
Yang ditanya hanya berdehem malu-malu.
Kalau Pak Haji nggak keberatan, jawab Slamet
sambil melirik keberadaan Juleha.
Seperti biasa, gadis itu mengenakan pakaian
panjang dan jilbab lebar untuk digunakan menutupi
tubuhnya yang mulus sempurna. Sungguh sangat
santun dan sama sekali tidak provokatif. Tapi
siapapun di ruangan itu tahu, Juleha tidak
mengenakan beha atau celana dalam di baliknya.
Tubuhnya polos begitu saja, yang tentu sangat
disukai oleh Slamet.
Kamu nyosor melulu, Met, komentar Haji
Karim. Kalau saja istrimu tidak cantik, pasti kamu
tidak aku undang di rapat ini.
Slamet hanya memberikan seringaian pendek
sebagai jawaban. Gimana, Pak Haji. Boleh saya
duluan? tanyanya tak sabar.
Haji Karim mengangkat bahu. Memang aku
bisa menolak?
Slamet tersenyum dan lekas mengucapkan
terima kasih. Bergegas ia bangkit untuk mengikuti
Juleha ke kamar tidur. Di dalam, tiga perempuan
lain sudah duduk di ranjang menunggu. Salah
satunya adalah Nuning, istrinya. Dua yang lain
adalah Atik, istri Ustad Rofid, serta Hasnah, istri si
Burhan. Mereka semua masih berpakaian lengkap;
mengenakan baju panjang dan jilbab lebar.
Keempatnya sama-sama cantik dan menarik
dalam gaya masing-masing, terutama Atik. Kepada
dialah pandangan Slamet paling lama terarah.
Ayo, Bang. Dengan mesra Nuning
menggandeng tangan sang suami, sementara
Juleha menutup pintu kamar tanpa menguncinya.
Duduk di kursi sambil tersenyum, Slamet
memandangi keempat perempuan yang ada di
depannya berganti-gantian. Nuning yang datang
duluan perlahan membantunya melepas kemeja.
Berikutnya Hasnah, yang langsung memberinya
ciuman penuh di bibir. Slamet terkejut, bahkan
terlalu terkejut untuk mencium kembali. Dia hanya
sempat melumat sedikit sebelum Hasnah menarik
diri.
Lalu Juleha, yang perlahan-lahan membuka
kancing celana dan melepas resletingnya.
Perempuan cantik berbibir merah itu meletakkan
tangan di atas gundukan kemaluan Slamet dan
memijatnya perlahan-lahan selama kurang lebih
satu menit. Meski masih terhalang celana dalam,
namun sudah cukup membikin Slamet mendesah
lega.
Setelah Juleha kembali ke kursinya, kini
giliran Atik, perempuan yang paling didambakan
oleh Slamet. Atik mendekat dan menatap matanya,
tetapi tidak menciumnya. Sebaliknya, ia
memelorotkan celana dalam Slamet dan membelai
batang kontolnya secara langsung. Elusannya
terasa benar-benar nikmat, lembut sekaligus juga
hangat, erat namun juga sangat nyaman.
Perbuatannya itu membawa Slamet ke titik dimana
ia harus mengerang kuat.
Enak ya, Bang? tanya Nuning yang
menonton dari samping. Slamet hanya bisa
menjawab dengan anggukan.
Tak lama, Atik kembali ke tempat duduknya.
Juleha kembali berdiri dan menghampiri, dia
berjalan mengeliling Slamet dua kali, membelai
kemaluan lelaki itu setiap kali ia bisa, lalu
menutupnya dengan memeganginya erat selama
setengah menit. Pada saat ia selesai, napas
Slamet sudah semakin terengah-engah. Kontolnya
terlihat semakin kaku dan menonjol ke depan
meski tidak besar-besar amat.
Perbuatan Juleha diikuti oleh Hasnah. Dia
datang dan memberi Slamet ciuman panjang yang
berapi-api sambil tangannya dengan lembut
membelai batang penis laki-laki itu. Slamet
membalasnya penuh nafsu, rakus ia lumat bibir
tipis istri Burhan itu sambil tangannya mencoba
meraba bulatan payudara Hasnah yang terasa
mengganjal di depan perut, namun tangannya lekas
ditepiskan.
Eh, belum waktunya, Hasnah tersenyum
mengingatkan. Slamet hanya bisa menatapnya
dengan wajah memerah penuh nafsu.


Nuning yang datang berikutnya segera
membawa sang suami ke tempat tidur dan
menyuruhnya untuk berbaring telentang. Sabar
sedikit, Bang. Pasti dapat kok,
Slamet memandangi keempat perempuan
cantik yang berdiri di sekitar tempat tidur. Meski
sudah sering melakukannya, jujur ia gugup juga
dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Baiklah," kata Nuning santai. "Mari kita
mulai."
"Ah, iya. Cepatlah!" sahut Slamet dengan
suara sedikit bergetar. "Aku sudah tak tahan."
tambahnya dengan kontol sudah mengeras seperti
batu dan menunjuk langsung ke langit-langit,
"Santai saja, Bang. Nuning menyentil benda
hitam nakal itu. Semangat sekali sih minta
diperkosa sama empat wanita cantik." tambahnya,
yang diikuti tawa oleh ketiga perempuan yang lain.
"Sudah, jangan main-main. Langsung saja,"
Slamet meminta.
Nuning segera menempatkan diri di antara
kaki laki-laki itu dan memberikan rangsangan di
kantung telur. Begini? tanyanya sambil meremas-
remas gemas.
Iya, terus! Slamet merintih, apalagi setelah
Hasnah dan Juleha ikut bergabung dengan
bergiliran mengocok batang penisnya. Uh, rasanya
seperti terbang ke angkasa. Sudah jelas bahwa dia
akan ejakulasi dalam hitungan detik jika mereka
tidak melambat, padahal saat ini Atik masih belum
ngapa-ngapain.
Mengetahui sang suami kepayahan, Nuning
segera menyuruh kedua sahabatnya berhenti.
Jangan terlalu cepat, katanya sambil terus
merangsang kantung telur tanpa jeda.
Kedua perempuan berjilbab itu mengangguk
mengerti. Mereka melakukan kocokan lagi begitu
melihat Slamet sudah siap, lalu kemudian berhenti
lagi untuk mencegah ejakulasi. Begitu terus
berkali-kali hingga membuat takmir masjid itu
menjadi semakin bersemangat.
Ahh... yah, terus! Terus begitu! Enak! Yah,
disitu! desisnya saat Hasnah serta Juleha
memijit-mijit lembut. Batang kontolnya sudah
semakin kaku dan menegang, namun dia masih
belum diizinkan untuk keluar.
Kenapa? tanyanya pada sang istri.
Belum waktunya, Nuning tenang
mengatakan.
Slamet tidak terlalu senang, namun dia
memang harus bersabar karena sesuai dengan
aturan permainan, pihak lelaki dilarang meminta
tanpa persetujuan dari para perempuan. Maka
Slamet hanya bisa menunggu apa yang akan
dilakukan oleh para istri kepada dirinya tanpa dia
bisa berbuat apa-apa.
Kocokan terus dilakukan oleh Hasnah serta
Juleha sambil diikuti jeda beberapa kali, dan setiap
kali itu pula Slamet harus merelakan kehilangan
nikmat ejakulasi. Ia semakin gelisah, terutama
dengan keberadaan Atik yang hanya melihat tanpa
pernah berbuat apa-apa. Apa yang sebenarnya
diinginkan oleh perempuan cantik itu?
Slamet terus bertanya-tanya dalam hati
sambil dia menikmati apa yang dilakukan oleh
ketiga perempuan yang lain. Untungnya, di saat dia
sudah hampir kehilangan akal karena tak tahan
lagi menahan nikmat, akhirnya Nuning berkata,
"Nah, Abang boleh mengeluarkan pejuh sekarang!"
Dan dengan seruan itu, Hasnah serta Juleha
meningkatkan intensitas kocokan mereka. Tak
sampai 10 detik, Slamet pun mengalami ejakulasi
yang paling nikmat sepanjang hidupnya. Dia
menyemprotkan spermanya tinggi ke udara dan
turun tepat di muka Nuning yang masih
mempermainkan biji pelirnya.
Auwh, Nuning memekik kaget, namun tidak
berusaha menghindar. Dibiarkannya air mani sang
suami terus berhamburan membasahi tangan serta
wajahnya, beberapa menetes ke jilbab ungu yang
ia kenakan, lalu mengalir ke bawah dagu.
Tubuh kurus Slamet masih terus mengejang-
ngejang. Meski tembakan-tembakan berikutnya
tidak lebih keras daripada yang tadi, namun
jumlahnya tetap banyak. Dengan tergopoh-gopoh
Juleha serta Husnah menadahi, mereka
membaginya rata di antara keduanya. Hanya Atik
yang terdiam melihat tanpa berniat untuk ikut.
Total ada tujuh kali semburan yang dimuntahkan
oleh Slamet, dan laki-laki itu berteriak puas
menikmati semuanya.
Setelah ejakulasi itu selesai, para istri
menunggu satu menit penuh sampai Slamet tenang
dan napasnya kembali normal. Kemudian mereka
melepaskan dan membantu Nuning membersihkan
sisa-sisa cairan yang tercecer dimana-mana.
Kok bu Ustad tidak ikut bergabung? tanya
Slamet memprotes.
Nuning berdiri dan berkata, "Masih kurang
sama kita bertiga?
Bukan begitu, Dik, aku...
Tapi Nuning sudah berbalik dan turun dari
ranjang, tanda kalau waktu Slamet sudah selesai.
Hasnah segera melangkah maju dan menggigit
salah satu biji pelir Slamet. Laki-laki itu meringis
tapi tidak bergerak, ingin dia menyambar bulatan
payudara Hasnah yang membulat indah dan
meremasnya perlahan, namun tentu saja itu tidak
boleh.
Berikutnya Juleha yang memberikan gigitan di
biji yang lain, dan tak cuma menggigit, dia juga
menjilat-jilatnya lembut hingga Slamet jadi
menggelinjang sedikit.
Akhirnya, Atik maju mendekat. Dengan muka
menunduk, bu Ustad yang cantik itu mencium
ringan batang kontol Slamet yang masih
berlumuran sperma. Lalu dia mencucup lebih ke
atas, menjilati sebentar helmnya, dan tiba-tiba
membuka mulut untuk mencaploknya. Dia
memberikan tiga hisapan berturut-turut pada
batang kontol Slamet yang meski cuma sebentar
namun sudah cukup membuat laki-laki bergetar
kegelian.
Anggap saja itu sebagai permintaan maafku,
kata Atik sambil menyingkir, mulutnya kini ternoda
oleh air pejuh Slamet.
Slamet hanya bisa memandangi tanpa
sanggup berkata apa-apa. Sesi baginya sudah
usai, waktunya bagi dia untuk kembali ke depan, ke
ruang rapat. Keempat wanita berdiri di tembok
seberang saat dia bangkit perlahan-lahan dan
mengenakan pakaian. Setelah itu dia berbalik untuk
kembali ke ruang tamu.
Tapi sebelum pergi, Slamet sempat berkata,
"Terima kasih semua, rasanya nikmat sekali."
Dia memberi ciuman ke pipi masing-masing
perempuan. Saat giliran Nuning, istrinya, dia
membelainya sedikit dengan meremas-remas
bongkahan payudaranya yang lumayan besar. Baru
setelah itu dia meninggalkan ruangan.
Setelah Slamet pergi, keempat istri itu
membersihkan tempat tidur dan merapikan
semuanya, bersiap untuk menyambut lelaki
berikutnya. Mereka melakukannya dengan santai
dan gembira seakan apa yang terjadi sekarang
memang lumrah adanya.
Slamet pergi keluar dan duduk bersama yang
lain. Haji Karim, Burhan, serta Ustad Rofid bersikap
biasa menyambut kedatangannya, seakan tidak
pernah terjadi apa-apa. Hanya napas serta dengan
muka Slamet yang masih memerah menunjukkan
kalau sesuatu yang tidak beres kini tengah
berlangsung.
Cepat amat, Met? tanya Haji Karim penuh
tanda tanya.
Cepet apaan! Ini sudah lima belas menit, Pak
Haji, sergah Burhan.
Ustad Rofid mengangguk membenarkan,
Lumayan untuk ukuran Slamet,
Slamet hanya bisa tersenyum malu, Saya
hampir gila dikerjai di dalam sana, mereka
sukanya menggoda saja.
Siapa yang paling menggoda? tanya Burhan
tak nyambung.
Slamet langsung menyenggol sikunya, dan
yang lain cuma tertawa.
O iya, Pak Haji, Ustad Rofid berkata, untuk
Kuliah Subuh, apa tetap kita mengisinya bergantian
atau perlu memanggil penceramah dari luar?
tanyanya kembali ke materi rapat.
Haji Karim nampak berpikir sejenak. Namun
sebelum dia sempat menjawab, Juleha sudah
keburu muncul dari dalam. Gadis cantik berhidung
mancung itu tersenyum pada semua orang saat
berkata, Silakan, siapa yang berikutnya?
Ah, lagi-lagi kita disela, Haji Karim berkata
sambil tangannya mengelus-elus bokong indah
sang istri muda dari balik baju. Terasa sekali kalau
Juleha sama sekali tidak memakai kancut saat itu.
Kulit bokongnya terasa mulus sekali.
Tidak apa-apa, daripada bosan ngomong
serius terus, jawab Ustad Rofid, matanya melirik
malu-malu.
Setelah tertawa sejenak, Haji Karim bertanya,
"Ayo, giliran siapa sekarang?
Ustad Rofid memandang Burhan, sementara
yang diperhatikan langsung mempersilakan.
Monggo, Pak Ustad. Saya nanti saja.
Ustad Rofid tersenyum dan ganti melirik Haji
Karim.
Iya, Ustad. Biar saya yang mengatur jadwal
Kuliah Subuh, Ustad santai-santai saja di kamar.
sergah lelaki gendut itu.
Ustad Rofid segera mengangguk dan bangkit
berdiri. Terima kasih, kalau begitu saya duluan,
entah ucapan itu ditujukan untuk siapa.
Dia melangkah santai mengikuti Juleha yang
menuntun lengannya. Dalam perjalanan ke kamar
tidur, mereka berbincang-bincang pelan agar tidak
ada orang lain yang bisa mendengar. Ustad Rofid
mendesah lega saat mengetahui Slamet tidak
sempat menjamah Atik, istrinya. Dia tahu kalau
Slamet paling terobsesi pada istrinya itu.
Masuk ke kamar tidur, Ustad Rofid melihat
tiga perempuan yang lain duduk di atas ranjang
dengan masih berpakaian lengkap; yaitu jilbab
lebar dan baju panjang, yang tentu saja tidak
menampakkan sama sekali kalau mereka benar-
benar bugil dibaliknya.
Apa kabar, Pak Ustad, Mereka menyambut
kemunculan Ustad Rofid dengan hangat, terutama
Nuning dan Hasnah. Atik hanya memberi suaminya
itu ciuman ringan, sedangkan Juleha
mempersiapkan ranjang dan menutup pintu kamar.
Dan kemudian acara pun dimulai.
"Ayo, Pak Ustad, lepas bajunya! Hasnah
berkata sambil membantu Ustad Rofid melepas
kemeja, selanjutnya dia memberi laki-laki itu
ciuman panas berkepanjangan yang penuh gairah
sebelum diputus oleh Atik.
Gantian ya, sekarang giliranku. Sambil
tersenyum, perempuan yang baru memiliki satu
anak itu mengajak suaminya melangkah ke
samping mendekati ranjang.
Setelah Ustad Rofid berbaring telentang , Atik
perlahan-lahan membuka kancing baju gamisnya
dan menguaknya ke samping. Tanpa ada penutup
apa-apa lagi, payudaranya yang bulat besar
langsung terburai keluar. Warnanya cerah sekali
karena dia memang berkulit puting. Kedua
putingnya tampak menonjol indah, mungil
mengarah ke depan dengan warna merah yang
terlihat lezat. Ustad Rofid langsung menggapaikan
tangannya ke sana di saat sang istri memberinya
ciuman hangat yang penuh gairah.
Sejenak mereka saling melumat dan
kemudian, persis seperti sebelumnya, Atik menepi.
Payudaranya tetap ia biarkan terbuka saat Juleha
bergeser mendekat. Istri Haji Karim itu memeluk
suaminya dan memberinya ciuman hangat. Dengan
santai Ustad Rofid menerimanya, dan diam saja
saat Juleha mulai menelanjanginya.
Di saat dia selesai dan menyingkir, yang
beruntung tentu adalah Nuning yang datang
berikutnya. Tak berkedip dia menatap tonjolan
kontol sang Ustad yang terlihat begitu kaku dan
keras. Benda itu nampak sangat menggoda,
pesonanya yang luar biasa sanggup menarik
perhatian setiap wanita. Nuning dengan senang
hati memeganginya.
Hmm, besar sekali, Pak Ustad. gumamnya
tanpa sadar, Tidak seperti milik suami saya.
Ustad Rofid hanya tersenyum saja.
Diperhatikannya saat istri Slamet itu duduk di
sebelahnya dan mulai menciumi kontolnya dengan
hangat. Nuning bergeser mundur sedikit saat dia
perlahan-lahan melepas bajunya. Sama seperti
Atik tadi, karena tidak mengenakan, maka
payudaranya langsung meloncat keluar. Nuning
mengambil tangan sang Ustad dan
menempatkannya di sana, dimintanya laki-laki itu
untuk meremas-remas bulatan payudaranya tanpa
perlu ia berkata apa-apa.
Ustad Rofid membelai kedua gundukan daging
itu dengan senang hati. Rasanya empuk dan
kenyal saat dia menjalarkan jari-jari di sana. Meski
tidak sebesar milik sang istri, namun rasanya
lumayan juga. Terutama kedua putingnya,
kesanalah jari-jari Ustad Rofid sering terarah.
Sementara Nuning terus menciumi batang
penisnya, dia memijit serta memilin-milin benda
mungil yang terasa kaku dan sedikit liat itu.

Hhh, Nuning mengakhiri kulumannya sambil
menghela napas panjang. Dia turun dari ranjang
dan tempatnya digantikan oleh Hasnah yang sudah
menunggu dari tadi.
Istri Burhan itu juga sudah menyingkap
bajunya, menampakkan bulatan payudara yang
nampak mungil namun sangat padat. Hasnah
memang belum pernah melahirkan, dia baru saja
menikah dengan Burhan. Usianya juga termasuk
yang paling muda diantara semuanya.
Setelah tersenyum sejenak dan membiarkan
Ustad Rofid meraba-raba payudaranya hingga
puas, mereka kemudian saling berciuman. Penuh
gairah Ustad Rofid memeluk tubuh kurus Hasnah
yang terasa hangat. Dibantunya wanita itu melepas
sisa baju hingga kini yang tersisa hanya jilbabnya
saja. Tubuh Hasnah sudah benar-benar bugil.
Yakin mau jadi yang pertama? tanya Ustad
Rofid dengan mata melirik sang istri.
Saat Atik memberinya anggukan persetujuan,
segera ia belai kemaluan Hasnah yang muncul
tepat di depan hidungnya. Benda itu terasa kecil
dan sempit, namun sudah begitu basah dan
lengket, tanda kalau Hasnah sudah benar-benar
siap. Tanpa banyak kata, Ustad Rofid lekas
memasukkan kemaluannya ke sana.
Auwh! Hasnah menjerit kaget sekaligus juga
keenakan. Memeknya yang ditembus oleh kontol
Ustad Rofid terasa geli luar biasa, dan begitu laki-
laki tampan itu mulai menggoyang dengan cara
yang paling menyenangkan, dia makin merasa geli
lagi.
Ketiga perempuan yang lain menonton sambil
berdiri di tepi ranjang. Ekspresi mereka macam-
macam; mulai dari yang bernapas berat seperti
Atik, juga berwajah merah padam seperti Juleha,
atau yang tanpa sungkan membelai diri sendiri
seperti Nuning. Sementara Hasnah dan Ustad Rofid
terus bergoyang nikmat di atas ranjang, mereka
menontonnya dengan fantasi liar di kepala masing-
masing. Balutan jilbab sama sekali tidak
menghalangi ketiganya.
Agak miring sedikit, Ustad Rofid membalik
tubuh kurus Hasnah, mereka kini berbaring
bersisian.
Posisi itu dengan jelas memperlihatkan
memek sempit Hasnah yang sedang ditembus oleh
kontol Ustad Rofid. Celah sempit yang lembut itu
nampak menghisap dan menggembung setiap kali
Ustad Rofid menghentakkan pinggul. Meski
berukuran besar, namun kontolnya ternyata
meluncur dengan begitu lancar.
Hah... hhh... auwgh... hhh! Hasnah sedikit
mengernyit kesakitan, tetapi selebihnya dia
merintih serta menggelinjang keenakan.
Ustad Rofid kini menempatkan diri di atas
tubuh mulusnya. Dia terus saja menghentak cepat,
yang dengan cepat membikin Hasnah harus
berjuang keras mengendalikan orgasmenya.
Sebuah situasi yang sangat didambakan oleh
setiap wanita.
Hmm... sluruph! sluruph Ustad Rofid
menempatkan salah satu puting Hasnah ke dalam
mulutnya dan menghisapnya rakus berkali-kali.
Bercak kemerahan langsung tercetak di benda
mungil itu karena Ustad Rofid menggigit dengan
begitu kuat, mungkin karena saking gemasnya.
Auwgh! Hasnah sedikit berteriak ketika buah
dadanya dilepaskan. Beberapa tanda gigitan
menempel di payudaranya yang mungil. Dia
tersenyum dan menggeliat ketika Ustad Rofid
kembali melanjutkan genjotannya.
Yah... terus, Pak Ustad! Enak! rintihnya
dengan jilbab berkibar-kibar karena hujaman laki-
laki itu.
Dari tempatnya berdiri, Atik bisa melihat
bagaimana tubuh bugil sang suami menempel erat
di badan Hasnah yang mengangkang dengan kaki
menyebar luar. Alat kelamin mereka bertautan erat
dan saling menggesek nikmat satu sama lain.
Kontol yang selama ini setia menembus memek
miliknya, kini mencicipi rasa kelamin perempuan
lain. Namun itu sama sekali tidak membuatnya
cemburu. Atik malah bergairah dibuatnya, dan tak
terasa mendesah menyesal karena tadi tidak
sempat merasakan kehangatan kontol si Slamet.
Tadi dia terlalu malu untuk meminta, padahal sudah
jelas-jelas Slamet menginginkannya seperti
biasanya.
Tapi tak mengapa, masih ada dua laki-laki
lagi, dia pasti akan mendapatkan giliran.
Arghhhh... sebuah erangan membawa Atik
kembali dari lamunan. Ternyata Hasnah yang
berteriak, jelas bahwa dia tidak bisa bertahan lebih
lama lagi.
Goyangan Ustad Rofid berlangsung kurang
dari satu menit ketika Hasnah tiba-tiba menjerit
sambil menggunakan kedua kakinya untuk menarik
pinggul laki-laki itu dan menahan kontol sang
Ustad jauh di dalam dirinya saat dia orgasme.
Serangkaian ledakan menyentakkan tubuh kurus
Hasnah berkali-kali, membuatnya jadi pucat dan
lemah lunglai, namun terlihat kalau dia sangat
menikmatinya. Sebuah orgasme yang sungguh
sangat sempurna!
Saat napas mereka melambat, Ustad Rofid
melihat sekeliling dengan senyum lebar
tersungging di wajahnya yang tampan. Dia
mengedipkan mata pada tiga wanita berjilbab
setengah telanjang yang berdiri di hadapannya.
Ada lagi yang mau? tanyanya tanpa sungkan
sambil menarik penis dari jepitan liang memek
Hasnah yang membanjir parah. Sementara istri
Burhan itu sudah tergeletak kelelahan, Ustad Rofid
memamerkan kontolnya yang masih menegang
pada ketiga wanita yang tersisa.
Yang maju ternyata Juleha, istri Haji Karim itu
melihat keadaan Hasnah dengan pandangan kuatir.
"Apakah dia baik-baik saja?"
Ustad Rofid tersenyum santai. Oh, tak usah
bingung. Dia hanya kelelahan. Ditatapnya Juleha
yang masih berpakaian lengkap. Mereka
mengedipkan mata satu sama lain tanpa berkata
apa-apa, namun Juleha tahu kalau dia diminta
untuk menyingkapkan payudara juga.
Tepat sebelum dia membuka kancing baju,
Atik berbisik untuk menggantikan tempatnya. Aku
duluan, ya? tanyanya sambil tersenyum.
Juleha dengan enggan mempersilakan,
sungkan dia kalau mau menolak.
Tapi di saat Atik sudah ingin naik keranjang,
Ustad Rofid mengingatkannya, Aku sudah terlalu
lama di sini, yang lain pasti pada nunggu.
Atik melirik jam di dinding dan kemudian
mengangguk setuju meski dengan berat hati.
Dibiarkannya sang suami memakai pakaian
kembali dan setelah memberinya ciuman mesar di
bibir, lekas ia kembali ke ruang tamu.
"Tidak apa-apa, bu Ustad. Masih ada ronde
kedua." kata Nuning menyemangati.
Juleha ikut mendekat. "Siapa pun yang masuk
sehabis ini, itu jadi jatahnya bu Ustad. Kita
mengalah deh.
Atik tersenyum samar atas kebaikan hati
teman-temannya. Lekas dia merapikan baju
kembali dan menunggu laki-laki berikutnya. Nuning
membantu Hasnah yang masih lemas untuk
dibawa ke kamar mandi agar jadi sedikit segar,
sementara Juleha pergi ke ruang tamu untuk
memanggil pria yang beruntung.
Silakan duluan, Bur, kata Haji Karim begitu
Juleha muncul.
Ustad Rofid sudah duduk di kursinya yang tadi
dan sekarang sedang mereka-reka acara yang
bisa diadakan selama sepuluh terakhir malam
Ramadhan malam Lailatul Qadar. Burhan yang
ada di sebelahnya menggeleng pelan, Pak Haji
saja duluan, saya harus memindah draf ini ke
laptop." katanya.
"Ah, serahkan saja pada Slamet. jawab Haji
Karim. sebagai tuan rumah, aku harus
memuliakan tamu. Jadi, kau yang harus masuk
sekarang. Aku nanti saja setelah kalian semua
selesai.
Burhan tersenyum kikuk. Ah, saya jadi tak
enak, Pak Haji.
Sudah, Bur. Tidak usah sungkan, masuk saja
sana, dukung Ustad Rofid.
Iya, Bur. Sini biar aku yang ngetik, tambah
Slamet.
Burhan jadi tak bisa menolak lagi. Maka
setelah menyerahkan laptop pada Slamet, dia pun
beranjak menuju kamar bersama Juleha. Burhan
langsung duduk di ranjang begitu mereka sudah di
dalam.
Kamu tidak apa-apa? tanyanya pada sang
istri saat melihat Hasnah agak sedikit pucat.
Hasnah hanya mengangguk perlahan, yang
menjawab malah Nuning. Dia sudah dapat enak
duluan, tinggal kita yang belum. katanya sambil
melangkah mendekat.
Burhan terhenyak saat istri Slamet itu
mencium bibirnya bertubi-tubi. Tangannya juga
memeluk erat sambil perlahan membelai
kemaluannya berkali-kali sampai jadi ngaceng
maksimal. Setelah yakin sudah tegak sepenuhnya,
dia meremasnya kuat untuk yang terakhir kali dan
kemudian melangkah mundur, memberikan
kesempatan berikutnya kepada Atik yang sudah
bergeser tak sabar.


Eh, Bu Ustad, gumam Burhan saat Atik
membantunya melepas celana.
Perempuan yang kalau sore mengajar ngaji di
musholla itu langsung berlutut di depannya begitu
kontolnya muncul ke permukaan. Dengan gemas
Atik mengelus-elus kemaluan panjang itu berulang
kali sambil sesekali ia ciumi ujungnya yang tumpul
sampai jadi sedikit basah.
Hhh, Burhan mengerang kegelian. Kontolnya
berubah jadi sangat keras seperti batu, dengan
urat yang mencuat ganas di sana-sini. Atik
memandanginya dengan terkagum-kagum.
Gede! gumamnya singkat sambil
memberikan jilatan lembut yang pasti didambakan
oleh Burhan meski laki-laki itu tidak pernah
meminta. Dia mengulumnya, memasukkannya ke
dalam mulut, lalu menghisap-hisapnya pelan
seperti yang biasa ia lakukan pada kontol Ustad
Rofid.
Ughh! Dengan cepat Burhan merasakan
kenikmatan, kakinya mengangkang dengan lengan
gemetar ingin memegang tubuh mulus Atik, tapi
masih sungkan karena perempuan itu tidak pernah
meminta. Akibatnya, tubuhnya mulai gemetar dan
mulutnya terasa kering. Semakin kuat Atik dalam
menghisap, semakin parah juga getaran tubuhnya.
Tanpa mengatakan apa-apa, Atik terus
mengemut-emut dengan lambat namun tegas; satu
biji pelir Burhan ia remas-remas ringan,
sedangkan yang satunya ia beri ciuman sayang.
Tangannya juga terus mengocok-ngocok, hingga
setelah beberapa belaian, kontol panjang Burhan
sudah berubah warna menjadi agak kemerahan.
Auwghh, Burhan melenguh keenakan.
Apalagi saat Atik mengulumnya lagi, lalu lagi, dan
lagi, hingga Hasnah harus bergegas menghampiri
kalau tidak ingin sang suami menyembur duluan.
Sudah, bu Ustad. Nanti keburu bocor. Cepat
pakai saja, katanya mempersilakan, mukanya
mulai berwarna setelah beristirahat sejenak.
Atik berdiri dan mengajak Burhan untuk naik
ke atas ranjang. Pelan, terdengar Burhan
mengatakan, "Hisapan terbaik yang pernah
kurasakan."
Hasnah hanya tertawa saja. Nanti aku akan
minta diajari sama bu Ustad. Tapi sekarang,
puaskan dia dulu.
Permintaan itu mengundang kecurigaan
Burhan, Hei, jangan-jangan tadi kamu dibuat
lemas sama Ustad Rofid, ya? Karena tidak
biasanya Husnah santai berbagi suami tanpa ada
imbal balik.
Mau tahu saja, Husnah mundur saat melihat
Atik mulai berbaring telentang dengan kaki
mengangkang lebar. Kemaluannya tampak sudah
basah, sempit dan merah sekali, benar-benar
indah. Burhan pasti akan menyukainya.
Tanpa banyak berpikir, lelaki itu
melakukannya. Dia tusukkan penisnya yang besar
enam kali sebelum kemudian berhenti. Atik sudah
akan mendesah, tapi merasakan kontol Burhan
tiba-tiba terdiam, dia pun bertanya.
Kenapa, ada yang salah? tanyanya sambil
menggeliat, berusaha menarik batang itu agar lebih
tenggelam lagi.
Ah, e-enggak. Burhan menyahut
gugup.Memek bu Ustad sungguh nikmat, saya jadi
nggak tahan.
Jangan bilang kalau mas sudah mau
muncrat, sergah Hasnah mencibir.
Hehe, Burhan hanya bisa tertawa saja.
Pelan-pelan saja kalau gitu, bu Ustad lebih
suka yang lama, kata Husnah, yang disambut
anggukan oleh Atik.
Pelan, Burhan kembali menggerakkan
pinggulnya. Alat kelaminnya pun kembali
bergesekan dengan lorong memek Atik yang
serasa megap-megap meminta kepuasaan.
Cengkeramannya jadi naik dua kali lipat, membikin
ujung kontol Burhan berdenyut geli-geli nikmat.
Huhh, Lelaki itu melenguh, dan ayunan
pinggulnya yang tadi agak ringan kini ditingkatkan
sedikit lebih keras. Bukan berarti dia ingin lekas
keluar, tapi memang rasanya lain kalau digenjotkan
kuat seperti itu.
Aihh, Atik memekik lirih saat tiga dari enam
tusukan Burhan membentur pangkal memeknya.
Daerah yang jarang terjamah itu serasa menggeliat
hidup, meminta untuk terus disapa dan
diperhatikan. Maka ia lekas memajukan
pinggulnya, berharap kontol panjang Burhan dapat
terus mampir ke sana.
Ini jelas terlalu berlebihan bagi suami Hasnah
itu. Burhan yang tak menyangka akan dicengkeram
secara berlebihan, kontan megap-megah. Ujung
kontolnya dengan cepat memerah, lalu
menggembung besar, dan akhirnya mulai
berdenyut-denyut tidak karuan. Tanpa pernah
menyentuh tubuh mulus Atik, hanya dengan
mencicipi lubang kewanitaannya, sudah cukup bagi
dia untuk terbakar.
Burhan memang tidak mengatakan apa-apa,
tapi raut wajahnya yang penuh nikmat nampak
jelas terlihat. Sementara dia terus menyetubuhi
Atik, dua perempuan yang lain menggoda dengan
mengusap-usap pantatnya yang telanjang, bahkan
kadang juga menggelitik biji pelir Burhan yang
terbuka.
Jangan! lelaki itu berusaha mencegah,
tetapi kesibukan mencicipi jepitan lorong memek
Atik membuatnya jadi susah untuk bergerak.
Jangan apa? tanya Juleha sambil tertawa,
tangannya dengan nakal meremas-remas biji pelir
itu satu per satu.
Ughh, Burhan menggeleng, dan melirik
ketika merasakan Nuning menempatkan satu jari
di pangkal penisnya dan meremas pelan. Auwhg!!
dia menjerit, tapi nyata-nyata suka dengan
kelakuan istri Slamet itu.
Hasnah yang melihat hanya tertawa saja. Dia
terus menyemangati sang suami, dan setelah tiga
menit Burhan mulai terlihat kepayahan, baru dia
bergerak mendekat. "Balik, Sayang. Sekarang
kamu yang di bawah," ujarnya.
Dengan hati-hati Burhan memutar tubuh,
bahkan sangat hati-hati agar tautan alat
kelaminnya tidak sampai terlepas. Dia benar-benar
tak ingin kehilangan sensasi cengkeraman memek
Atik yang begitu kuat dan luar biasa. Kini mereka
sudah berganti posisi; Burhan tertidur telentang
dengan kemaluan hanya terlihat setengah
(setengahnya lagi terbenam di memek Atik)
sedangkan istri Ustad Rofid itu duduk di atas
perutnya, siap untuk memulai ronde yang
berikutnya.
Hahh, Atik mendesah berat, sepertinya
kegelian sekaligus juga keenakan. Tak
mengherankan mengingat bagaimana keadaan
mereka sekarang.
Bu Ustad, nanti keluarnya di luar apa di
dalam? tanya Hasnah.
Nampak berpikir sejenak, Atik kemudian
memberi satu-satunya jawaban yang paling
diinginkan oleh mereka semua. Terserah, di dalam
juga tidak apa-apa.
Dengan pilihan itu, Burhan langsung
mengayunkan pinggulnya kuat-kuat. "Terima
kasih, bu Ustad, bisiknya terengah-engah penuh
kesenangan. Jarang-jarang Atik mengijinkan
memeknya diisi sama pejuh seperti sekarang
kalau dia tidak lagi sange berat. Burhan benar-
benar merasa beruntung.
Tapi jangan terburu-buru, sela Atik begitu
merasakan kemaluan Burhan jadi semakin tegak di
dalam memeknya yang berminyak.
"I-iya, bu Ustad. Saya usahakan, sahut
Burhan. Kemudian dia melakukan serangkaian
manuver di kemaluannya agar pejuhnya tidak
cepat muncrat. Hasnah membantu dengan
menyuruhnya terpejam, tidak memandangi wajah
cantik Atik yang meski masih tertutup jilbab namun
terlihat sangat menggoda karena istri Ustad Rofid
terus mendesah dan mengerang pelan di
sepanjang permainan.
Mereka terus sama-sama menggoyang
beberapa menit lagi, sampai akhirnya Burhan
sudah benar-benar tak tahan. Atik yang merasa
memeknya beranjak panas, mengangguk
memberikan persetujuan. Dia memperketat
genggaman memeknya agar Burhan semakin
nikmat dalam menjemput ejakulasinya. Dengan
kepala penis kian membengkak dan memerah
basah, mata Burhan langsung terbuka saat
stimulasi di kemaluannya meningkat secara
dramatis.
Arghhhhh...!! Dalam waktu kurang dari 30
detik, pejuhnya yang kental menyembur deras tak
terelakkan terjadi, membanjir memenuhi lorong
memek Atik yang menggigit kuat.
Hhh... hhh!! Atik memperketat cengkeraman
memeknya, dia juga memekik lirih karena nikmat
orgasme juga menyambangi dirinya di saat yang
hampir bersamaan. Cairan mereka berbenturan
dan bercampur menjadi satu, menjadikan lubang
sempit yang sudah penuh itu serasa meluap
karena tak menampung lagi.
Bunyi cekikan terdengar ketika Burhan
mencabut penisnya pelan. Benda yang tadinya
kokoh dan kaku itu perlahan merunduk dan
melemas, kembali ke bentuk aslinya. Atik
menghempaskan tubuh berbaring di sebelahnya,
matanya terpejam, napasnya berat dan terputus-
putus. Ingin Burhan memeluk serta mencium
perempuan itu, tapi sama sekali tak berani.
Bagaimana pun kharisma seorang istri Ustad yang
disegani di kampung masih melekat pada diri Atik
meski dia tengah berbaring mengangkang seperti
itu, dengan memek mengatup-ngatup mengalirkan
sisa-sisa sperma Burhan yang menetes keluar.
Ayo, Hasnah mendekat dan membantu sang
suami untuk berdiri, lalu menyuruhnya lekas
berpakaian. Bagaimana rasanya? tanya Hasnah
penasaran.
"Luar biasa!" Burhan berkata jujur. Sang istri
hanya memberinya cubitan di pinggang sebagai
balasan.
Lihat tuh, bu Ustad sampai tidak bisa
bangun. kata Juleha, kemudian bersama dengan
Nuning dia mencoba menyadarkan Atik yang
nampak sudah akan tertidur karena saking
lelahnya.
Setelah berpakaian dan mencium bibir
istrinya mesra, Burhan lekas pergi keluar dan
dengan sangat lambat kembali ke ruang tamu. Haji
Karim sudah menutup rapat ketika dia duduk lagi di
kursi.
Lho, sudah selesai? tanyanya heran.
Tidak terasa ya kalau kamu di dalam lebih
dari satu jam? sindir Slamet.
Haji Karim menyenggol tangannya, Jangan
bilang kalau keempat wanita itu sudah kamu habisi
semua,
Burhan tersenyum, Saya sisakan dua buat
Pak Haji, Lalu dia berpaling kepada Slamet, Sini,
Met, biar kulanjutkan mengetik.
Slamet sudah akan menjawab saat ustad
Rofid menyahut, Tidak usah, nanti salin saja di
rumah. Semua sudah kusiapkan, tinggal
memindah.
Baik, Pak Ustad. Burhan tak berani
membantah.
Eh, Bur, panggil si Slamet. Ini cerita terbaru
kamu ya? tanyanya sambil membaca file word
yang ada di laptop Burhan.
Iya, Burhan mengakui dengan malu.
Rencana mau aku serahkan sama Pak Ustad biar
bisa dimuat di blog-nya.
Tapi blog Pak Ustad kan lagi vakuum? kata
Slamet.
Iya, Bur. Saya sibuk sekali sampai tidak
sempat ngurusi blog itu lagi. jelas Ustad Rofid.
Emang sibuk apa sih, Ustad? tanya Haji
Karim. Sayang lho, blog-nya sudah terkenal.
Pembacanya sudah ribuan.
Ah, itu kan hanya proyek iseng, Pak Haji,
saat dulu saya masih single. kata Ustad Rofid.
Lha sekarang, begitu saya punya anak dan istri,
perhatian saya jadi terbagi.
Apa tidak bisa menyempatkan waktu barang
semenit dua menit buat upload yang baru? Para
pembaca pasti menunggu-nunggu. Haji Karim
bertanya lagi.
Maunya saya ya begitu, Pak Haji. Ustad
Rofid menghela napas gundah. tapi keadaan
ternyata tidak memungkinkan.
Tidak memungkinkan bagaimana, Pak
Ustad? kali ini Burhan yang bertanya. Dulu
semasa blog sang Ustad masih aktif, memang dia
yang paling sering menyumbang cerita serta
tulisan-tulisan.
Kamu tahu sendiri kan, blog itu hanya sarana
dalam menyalurkan hobi menulis saya, sama
sekali tidak mendatangkan keuntungan apalagi
pendapatan. Tentu saya tidak bisa melulu
konsentrasi ke sana setelah kini berkeluarga. Mau
dikasih makan apa anak-istri saya nanti? Karena
itulah, blog itu jadi terbengkalai, saya harus bekerja
kalau mau asap dapur tetap mengepul. Nah,
pekerjaan itulah yang bikin sibuk hingga saya jadi
tak bisa nulis lagi.
Iya, saya mengerti, Pak Ustad. desah
Burhan. Tapi usahakan tetap upload sekali-kali.
Kasihan para pembaca yang sudah menunggu-
nunggu.
Iya, Pak Ustad. dukung Slamet. saya
kangen dengan cerita-cerita karangan Pak Ustad.
Akan saya usahakan, tetapi saya tidak bisa
janji. kata Ustad Rofid. Hari-hari ini saya masih
sibuk ngejar setoran buat beli rumahnya si Imam
yang dijual murah. Dia mintanya dilunasi sebelum
Hari Raya. Mungkin setelah lebaran, atau kalau
rumah itu sudah terbeli, baru saya bisa nulis lancar
lagi. Kalian tahu sendiri kan, akhir-akhir ini saya
sering pergi ke luar kota untuk bisnis. Mana
mungkin bisa nulis kalau sebagian besar waktu
saya habiskan di jalan?
Oh, jadi karena itu ya... blog yang niatnya
cuma vakum satu - dua bulan, jadi mangkrak
berbulan-bulan. tebak Haji Karim.
Ustad Rofid tertawa malu, Iya, Pak Haji.
Padahal ide sudah numpuk di kepala, tangan
rasanya juga gatal pengen cepet nulis lagi.
Saya doakan mudah-mudahan cepat bisa
beli rumah, Pak Ustad. kata Burhan. Biar bisa
nulis lagi.
Iya, terima kasih, Bur. Saya masih
menyempatkan diri corat-coret kok, sudah ada
beberapa cerita yang selesai. Mungkin akan saya
rilis sehabis lebaran.
Kenapa tidak sekarang saja, Pak ustad?
tanya Slamet tak sabar.
Untuk Ramadhan ini biar para pembaca
konsentrasi dengan ibadah mereka. Saya tidak
ingin mengotori niat mereka dengan cerita-cerita
saya. Lagipula, saya juga ingin menikmati momen
beribadah bersama keluarga setelah di sebelas
bulan yang lain saya banyak melakukan dosa.
Slamet mengangguk mengerti, sementara Haji
Karim menepuk-nepuk bahu Ustad Rofid. Baiknya
memang begitu, Pak Ustad. Mudah-mudahan para
pembaca mau mengerti dan bersedia sabar
menunggu.
Iya, Pak Haji. Mudah-mudahan saja. Ustad
Rofid berkata takzim.
Mereka terdiam sejenak, tetapi kesunyian itu
terpecahkan ketika Atik, Nuning, Hasnah, serta
Juleha melenggang memasuki ruangan. Mereka
menghambur untuk duduk di pangkuan suami
masing-masing.
Wah-wah... kalau begini, rapat yang sudah
kita tutup, terpaksa kita buka lagi. kata Haji Karim
tergelak.
Iya, Bah, saya belum diapa-apain lho dari
tadi, kata Juleha curhat, yang lain tertawa
mendengarnya.
Setelah menutup pintu dan mematikan lampu,
dengan ditemani Atik serta Hasnah, Haji Karim
segera mencopoti bajunya. Sementara Nuning
sudah nangkring di tubuh tegap Ustad Rofid untuk
langsung mengulum kontol laki-laki itu. Burhan
serta Slamet yang kehabisan pilihan, dengan
senang hati mengerubungi Juleha yang
tersenyum-senyum malu ingin lekas disetubuhi.
Dan pesta sebelum Ramadhan pun, dimulai...