Putri Dari Bintang nan Jauh"Tuan Putri, peluk dong…"
"Tidak sopan!"
PLAK!
Awh…… aku kena tampar olehnya. Salah aku juga sih main peluk saja, tapi karena dia itu sungguh cantik dan seksi sekali. Dia ini memang makhluk asing yang berbahaya!
Makhluk asing?
Ya....
Elena namanya.
…..
…..
Lima jam yang lalu...
Hujan turun dengan derasnya, disertai petir yang terus sambar menyambar. Aku dan temanku baru saja pulang dari sekolah. Temanku, Angga, beberapa hari ini memang tinggal di rumahku, soalnya orangtuaku pergi ke luar kota selama 3 minggu. Jadi aku ajak Angga menginap di sini biar aku ada temannya. Rumahku berukuran sedang, tapi mempunyai halaman yang luas.
Ketika kami sampai di rumah, kami menemukan halaman belakang rumah kami hancur berantakan. Jemuran, tanaman-tanaman, serta barang-barang lainnya tampak berserakan. Aku pikir halaman belakang rumah kami baru saja disambar petir, namun aku melihat sesuatu, ada sebuah kapsul besar di tengah sana.
"Beni, itu apaan?" tanya Angga padaku.
"Gak tahu bro, kita cek aja"
"Lo yakin aman?"
"Udaaaah, kita periksa aja dulu"
Kamipun memeriksa benda itu. Tampak kalau benda berupa kapsul ini sudah terbuka sebagian. Ketika dilihat, ada seseorang di dalamnya!
"Ada orang di dalam Ben! Alien!" teriak Angga histeris.
"Alien? Emangnya ada yang begituan?" sanggahku tidak percaya.
"Lalu ini apa?"
"Entahlah, gue juga gak tahu, coba lo cek deh... sepertinya dia masih hidup" suruhku pada temanku ini.
"Gila ah, gak mau gue!"
"Terus gimana? Gak mungkin kan kita biarin dia di sini terus? Ayo kita bawa ke dalam aja"
"Masukin makhluk ini ke rumah? Gila lu..."
"Buruan deh..."
"Iya deh iya"
Kami berdua lalu mengangkat makhluk ini ke dalam rumah. Sepertinya makhluk ini memang benar alien. Dia lebih tinggi dari kami, posturnya seperti manusia, kulitnya berwarna ungu dan terasa halus, dan sepertinya dia wanita, dia memiliki buah dada!
Kami baringkan dia di kursi ruang tamu. Tampaknya dia hanya sedang tidur, jadi kami biarkan saja dia beristirahat di sana. Ah, tapi melihat penampilannya yang seperti wanita itu cukup membuat dada bergejolak juga. Dia terlihat seksi, hanya buah dada, serta pinggang dan selangkangannya saja yang tertutup oleh semacam zirah pelindung.
"Beni, kalau ntar dia bangun dan membunuh kita, awas lu!" kata Angga padaku.
"Ah, gak bakalan, masak seksi-seksi gini bakal membunuh kita sih? Hahaha"
~~~
Beberapa jam kemudian akhirnya makhluk itu bangun juga.
"Dimana aku? Siapa kalian? Jawab! Atau ku bunuh!" Ujarnya sambil mengacungkan senjata ke arah kami. Senjata semacam pedang yang keluar dari sarung tangannya.
"Te-tenang.... kami tidak akan menyakiti. Namaku Beni, kalau ini..."
"...Angga"
"Menyakitiku? Kalian pikir kalian bisa!?"
"Eh... ti-tidak, makanya kami tidak bakal menyakiti, jadi tenang dulu" ujarku mencoba menenangkannya. Akhirnya dia menurunkan tangannya, tampak pedang itu kembali masuk ke dalam sarung tangan.
"Baiklah, sekarang jelaskan dimana aku? Kenapa aku sampai ada di sini? Cepat katakan sebelum aku kembali berubah pikiran!"
Duh, dia ini seksi-seksi tapi ternyata galak.
"I-ini di bumi, di dalam rumah kami. Tadi kami menemukan... ngmmm..."
"Panggil aku Putri Elena, Putri Raja penguasa galaksi Arathorn"
Hah? Seorang putri Raja dari galaksi lain ada di rumah kami? Serius?? Tapi Elena nama yang cantik juga.
"Ba-baik. Tadi kami menemukan Elena..."
"Panggil putri Elena!" potongnya.
"Eh, i-iya, maksudnya tadi kami menemukan putri Elena di halaman belakang rumah kami, putri ada di dalam kapsul"
"Aku ada di dalam kapsul? Hmm... sepertinya aku ada di dalam sebuah misi. Tapi aku tidak ingat misi apa itu"
"Putri tidak ingat?" tanya Angga pada Putri Elena.
"Tidak, aku tidak ingat kenapa aku berada di sini. Sepertinya karena benturan saat jatuh tadi" jawabnya sambil kini mencoba menyalakan sesuatu dari sarung tangannya, sepertinya sebuah alat komunikasi.
"Alat ini rusak" ucapnya kemudian.
"Bro, dia amnesia bro... putri raja alien yang amnesia" bisik Angga pelan dengan tertawa kecil kepadaku.
"Apa yang kau katakan! Amnesia?? Apa itu? Senjata? Kalian diam-diam ingin membunuhku? Jangan coba-coba!" Teriaknya tiba-tiba bangkit dan mengeluarkan pedang itu lagi. Buset nih alien.
"Bu-bukan Putri, Amnesia itu maksudnya hilang ingatan. Putri tidak ingat kenapa putri ada di sini bukan? Itu namanya amnesia" terangku menjelaskan.
"Lalu alien itu apa?" tanyanya lagi.
"Alien itu sebutan kami untuk makhluk asing seperti putri" jawab Angga.
"Oh, jadi begitu. Kenapa tidak kalian katakan dari tadi? Dasar manusia... Oke, aku putri raja alien yang amnesia" ucapnya polos yang bikin kami gemas. Diapun memasukkan pedang itu lagi dan kembali duduk. Fiuh...
Ku akui dia cukup cantik di mata manusia, terutama di mata kami yang mesum. Bentuk badannya melekuk indah. Ungu, mulus bening mengkilap dengan bau sedikit aneh. Kulitnya seolah selalu basah. Aku jadi membayangkan bila kusentuh apakah ia akan merasakan sensitifitas yang sama dengan manusia? Dan bentuk apa yang tersembunyi di balik zirah pelindung yang menutupi pinggang dan selangkangannya yang mirip seperti celana dalam itu? Aku bisa gila membayangkannya. Tapi aku juga takut berbuat macam-macam. Putri itu agak galak.
"Semoga secepatnya aku bisa mendapatkan ingatanku lagi"
"I-iya putri, semoga" sahut kami serentak, meski kami sendiri tidak tahu ingatan macam apa yang hilang itu.
"Kalian baik juga, sepertinya aku suka dengan kalian, huhuhu" Ujarnya tertawa, ternyata dia semakin cantik kalau tertawa begitu.
"Tapi putri, ngomong-ngomong kenapa putri bisa berbahasa kami?" tanya Angga.
"Entahlah, mungkin karena aku sudah lama mempelajari kalian. Supaya di kemudian hari aku dapat dengan mudah menjajah kalian"
"Men-menjajah kami?"
"Ya... menjajah. Mungkin memang itu tujuanku datang ke bumi"
Hah? Cukup sudah Belanda dan Jepang yang menjajah kami. Kami tidak ingin dijajah lagi, apalagi oleh alien.
"Haha, sepertinya bukan untuk menjajah kok putri" ucap Angga.
"Iya, putri, masak cantik-cantik menjajah sih?" kataku ikut-ikutan. Tentu saja kami berkata seperti ini agar dia berpikir kalau memang bukan itu tujuannya datang kemari. Bisa gawat kalau iya.
"Mungkin saja memang tidak, lagian senjata dan alat komunikasiku tidak berfungsi dengan maksimal sekarang ini, ingatanku juga sedang hilang. Semoga kalian memang seberuntung itu. Asalkan kalian tahu, aku ini adalah seorang pejuang" jelasnya.
"Pejuang? Bukannya putri Elena ini adalah putri Raja?"
"Ya... Tapi aku menawarkan diri untuk ikut. Dan aku banyak berjasa dalam menakhlukan bangsa-bangsa lain. Hebat bukan? Huhuhuhu" tawanya lagi menyombongkan diri.
Walaupun dia galak dan judes, tapi dia terlihat ramah. Wajahnya cantik, tubuhnyapun indah dengan pakaian zirah yang minim, begitu seksi, begitu menggemaskan. Sungguh membuatku tidak tahan pengen memeluknya.
"Tuan Putri, peluk dong…" ujarku nekat sambil memeluk tubuhnya. Sepertinya dia tidak seberbahaya yang kami pikirkan.
"Tidak sopan!"
PLAK!
"Ben! jangan pegang sembarangan, kita gak tau berbahaya nggak dianya" ujar Angga mengingatkanku walaupun sudah terlambat.
"Kurang ajar mengatakan aku berbahaya. Justru kalian itu yang memiliki tingkat radiasi lebih berbahaya dariku. Entah apa saja yang kalian konsumsi sehari-hari... tidak terbayang bila aku harus berlama-lama dengan manusia seperti kalian," dengusnya kesal sambil beringsut mundur hingga rapat ke senderan sofa.
"Radiasi? Kita? Apa karena kita terlalu sering terpapar gelombang yah Ben? Secara main hape tiap hari, nonton tivi, internet wireless..."
"Ngga kebayang deh kalau harus menelurkan keturunan di planet ini.... ummm, lihat apa kamu?"
"Hehehe... engga... beda yah, kalau kami di sini beranak..." Angga manggut-manggut.
"Ngga ada yang aneh tuh, sama aja, malah kami menelurkan dalam jumlah banyak setiap kali... kamu ngga dengan sengaja mancing pembicaraan kan?" Tanya Putri Elena dengan memicingkan matanya.
"Engga kok yah Ben, hehehe... cuma penasaran aja, kok bisa bertelur... gimana caranya yah?" Tanya Angga tersirat sambil menggoyang-goyangkan kakiku.
"Iya, putri kok bisa bertelur sih? Hehe" tanyaku ikut-ikutan.
"Sama saja, kok bisa kalian mengeluarkan keturunan dalam jumlah sedikit dan tanpa dilindungi cangkang lembut... Aneh" jawabnya agak ketus sambil berjalan melihat-lihat isi rumah kami seperti agak memandang rendah.
"Tapi kenapa aku tak ingat kenapa aku bisa sampai disini? Uuughhh... aku terpaksa tinggal disini sampai aku tahu untuk tujuan apa aku disini... kalian jangan macam-macam!" Hardiknya memperingatkan kami.
Dan mulai dari sinilah hari-hari kami lalui bersama dengan makhluk asing cantik jelita dan seksi bernama Elena eru Arathorn. Putri Elena, anak dari Kaisar Arathorn, bersama kami dua remaja biasa yang masih SMU.
"Hmm, elena, eh, maksudnya putri elena, mendingan mandi dulu yah, habis itu makan bareng kita"
"Mandi? Baiklah... walaupun aku yakin tempatnya jelek" jawabnya. Ah, ternyata cewek dimana-mana sama aja, suka mandi.
"Ayo elena, saya antar" tawar Angga.
"Panggil putri elena!" Ujarnya ketus.
"I-iya putri Elena... silakan"
Setelah Elena masuk ke kamar mandi. Kamipun kasak-kusuk di ruang tengah mempersiapkan makan malam. Dia ternyata benar-benar suka mandi, mandinya lama bener.
"Putri Elena masih perawan kan Angga? Belum pernah bertelur kan?" Tanyaku iseng pada Angga di sela-sela kesibukan mempersiapkan makanan.
"Jangan suka omongin orang!" Teriak Elena dari kamar mandi. Wow, sepertinya pendengaran makhluk cantik itu tajam juga.
"Itu dia Ben... masih perawan gak yah? Kok kayak tau betul kalau soal bertelur itu seperti apa. Apa jangan-jangan udah pernah yah? Seperti apa sih prosesnya?" jawab Angga berbisik.
"Iya Ngga, ntar coba tanya ke Elena. Ugh, ngebayangin dia udah pernah bertelur dalam jumlah banyak sekali waktu. Siapa yang membuahi ya? Gimana prosesnya ya? Uaaaaaaa" Semua pertanyaan berkecamuk di kepalaku menanti jawaban yang sepertinya tak mudah didapatkan.
"Eh dia udah keluar Ben"
"Sebegitu anehnya sih kalian membicarakan masalah telur itu? Seperti hal aneh saja di planet kalian? Di tempat kami berasal itu hal yang biasa..." celetuknya enteng sambil keluar melewati kami mengenakan kimono kepunyaan ibuku yang ada di belakang pintu kamar mandi. Putri Elena terlihat begitu memukau dengan kimono itu. Dan sepertinya dia tidak nengenakan zirah apa-apa lagi di baliknya.
"Lihat apa kalian? Huhuhu... Aku tau kok cara mengenakan jubah ini, di tempat asalku hanya lebih panjang dan selalu memantulkan cahaya. Jubah ini juga lumayan..." tawanya begitu manis untuk seukuran makhluk asing. Dia benar-benar cantik.
"Untuk seukuran hilang ingatan Putri Elena masih bisa ingat siapa dirinya dan kebiasaan disana ya?" Tanya Angga yang merasa aneh.
"Kenapa? Apakah berbeda dengan kalian?" Ucapnya sambil duduk dan menyilangkan kakinya di depan kami.
"Kalau kami amnesia lupa semuanya..." jawabku polos.
"Huhuhuhu..." tawa imutnya sambil menutup mulutnya dengan tangan ungunya. "Cukup menyedihkan spesias kalian, tapi aku akui kalian adalah spesies yang saling memperhatikan individu lain. Saling bekerjasama tanpa paksaan, dan sangat patuh.. aku suka itu. Kuharap kalian berdua juga seperti itu.." lanjutnya lagi, ucapannya tinggi tapi tetap dengan gaya elegan dan feminin untuk potongan pejuang.
Sial, udah dianggap kayak peliharaan aja kami ini. Kami sebagai manusia juga punya kelebihan yang bisa kami banggakan, tapi apa ya... Ah, tapi kalau untuk menjadi pesuruh yang selalu berada di sekitar Elena, aku rela deh, pasti Angga juga demikian.
"Angga, tanyain dong apa putri elena udah pernah bertelur apa belum?" Bisikku pelan ke Angga. Aku masih penasaran dengan hal itu.
"Putri elena mau makan? Tuh, udah kami siapin di meja makan" ujarku kini pada putri Elena, diapun mengikuti kami duduk di meja makan.
"Anu Putri Elena... apakah tuan Putri pernah bertelur disana?" tanya Angga benar-benar menanyakannya.
"Uhuh... sudah pernah. Bukan hal yang aneh. Bahkan individu... perempuan... begitu kalian menyebutnya... yang masih tergolong muda juga bisa melakukannya..." ucapnya polos sambil melihat makanan di meja dan berusaha mempelajari sendok dan garpu. Huaaaaa dia sudah pernah!
"Bro, ajarin putri pake sendok dan garpu tuh" suruhku kemudian pada Angga yang langsung dilakukannya. Putri Elena tampaknya tidak mempermasalahkan tangannya dipegang-pegang.
"Kamu baik sekali... mungkin kamu bisa letakkan makanan itu kedalam mulutku..." pintanya tanpa melempar nada memerintah. Hanya dengan senyuman. Bila dilihat-lihat, di balik ketegasan dan kejudesannya, ia sangat lembut dan manis. Kayaknya karena mungkin dia biasa dilayani, jadi masih terbawa kebiasaannya sampai sekarang.
Sambil mengajarkan cara menggunakan sendok dan garpu ini, aku dan Angga saling bergantian menyuapi Elena. Sepertinya ia tak ada masalah dengan jenis makanan di sini. Hanya saja sedikit keluhan tentang sesuatu yang agak kuat rasanya. Mungkin bumbu yang dia maksud. Baginya ini pengalaman baru sehingga dia meminta kami supaya tidak berhenti menyuapinya. Tingkah girangnya terlihat dari gerakan tubuhnya yang tak bisa diam. Terlonjak-lonjak terus setiap kami suapi. Bagian dari tubuhnya yang ikut terlonjak dengan ekstrim adalah buah dadanya yang padat mengkal menggelayut indah dan berwarna ungu terang itu.
Aku jadi tak bisa konsentrasi menyuapinya karena melihat dada ungu bening itu bergoyang terus. Sepertinya empuk bila dipegang. Apakah ada air ASI juga seperti kami? Semakin ingat urusan menyusui, aku jadi ingat tentang bertelur dan membuahi. Aku jadi bersemangat untuk mengetahui lebih lanjut. Putri Elena bilang ia pernah menelurkan. Apa itu berarti ia punya pasangan hidup? Seperti kita?
"Enak ya putri makanannya? Putri sepertinya girang sekali, hehe" tanyaku.
"Huhuhu... terlalu kuat rasanya. Tapi aku suka, kalian pintar meramu makanan yah? Di tempat kami, makanan harus alami dimakan supaya kandungan yang berguna bagi tubuh bisa langsung kami rasakan. Seperti pertumbuhan tubuh ini... yang sepertinya kalian selalu memperhatikan dari tadi ya? Untung bukan di kediaman istana Ayah, bisa dihukum belah kalian huhu..." ucapnya lugu sambil tertawa. Walau agak tegang mendengar hukuman itu tapi tak tampak seperti ia akan menghukum kami berdua.
"Berarti termasuk pertumbuhan untuk calon individu baru dong tuan putri?" tanya Angga.
"Individu baru maksudmu? Begitu telur menetas... iya, kami akan menyediakan asupan untuk bayi-bayi kami..." jawabnya sambil masih terus disuapi.
"Bayi-bayi? Memangnya sekali bertelur ada berapa individu baru?" tanyaku penasaran.
"Tuan Putri Elena!" Hardiknya mengingatkan posisi kami berdua.
"I-iyaaa... Tuan Putri Elena... ada berapa telur sekali keluar?"
"Kalau kondisi tubuh Elena sudah cukup sehat, bisa banyak. Kalian mengira aku mengeluarkan telur dari dalam tubuhku yah? Hahahaha!" Tiba-tiba tawanya meledak keras sampai agak memerah wajahnya.
Aku dan Angga makin tak mengerti. Bukankah kalau petelur memang seperti itu kan? Aku dan Angga saling lempar pandang kebingungan.
"Kalau gak dari dalam tubuh, lalu dari mana, putri?" tanyaku setelah akhirnya kami selesai menyuapi Elena makan.
"Ayo dong putri kasih tau kami, kami pijitin deh" ujar Angga berani memegang pundaknya.
"Aku maklumi kalau kalian tidak mengerti dari pada harus meminta Ayah untuk membelah kalian. Karena aku salut dengan kepatuhan kalian berdua, huhuhu..." ia kembali tertawa kecil dan membuat dada mengkalnya yang terlihat belahannya itu terguncang-guncang seperti kantong air yang padat dan mengkilap. Sungguh makhluk yang erotis.
Ketika Angga memijat pundaknya, ia justru terlihat tenang dan nyaman. Mungkin karena diperlakukan semestinya putri kaisar. Akupun inisiatif memijit-mijit tangannya. Sungguh lembut kulitnya. Tapi juga padat dan kuat. Perpaduan antara kekuatan dan kecantikan. Tapi mataku dan Angga tetap tertuju pada belahan dadanya. Juga pahanya ketika belahan depan kimono mandi itu agak tersingkap.
"Baiklah, aku akan beritahu. Bila tiba masanya untuk membuahkan prajurit baru, kami akan mencari prajurit kuat dari kaum perempuan. Lalu mengeluarkan sejenis cairan dari dalam tubuh kami melalui alat vital kami dalam volume yang cukup banyak dan ditampung. Lalu kaum pejantan juga akan mengeluarkan cairan juga dari alat vital mereka, yang untuk akhirnya dicampurkan dengan cairan kami. Bedanya cairan kami lebih transparan namun lengket seperti gel, sedang pejantan agak lebih keruh dan padat seperti lem" jelasnya tanpa potong. Aku jadi berpikir, dari mana enaknya pembuahan diluar begitu...
"Berarti pembuahan di luar dong..." tanyaku memastikan.
"Iya... apa yang kalian harapkan? Bahwa aku akan merasakan sesuatu dalam proses itu semua?" Tanyanya. Kami berdua hanya diam, tentunya kecewa karena kami pikir kaum mereka juga ada yang namanya bersetubuh.
"Ada sih masa ketika aku merasakan sesuatu yang terkadang membuatku tak bisa memgendalikan diriku... ummmm..." tiba-tiba dia memutus ceritanya. Seperti ada yang disembunyikannya aku agak mendesaknya untuk melanjutkan.
"Ceritakan saja Tuan Putri Elena, kita bisa berbagi pengetahuan... iya kan Ben?"
"Iya"
"Tapi kalian tidak akan mengilok-olokku?"
"Sueerr! Eh, janji!" Ucapku dengan Angga berbarengan. Kulihat tuan putri wajahnya agak memerah sedikit dari sebelumnya yang berwarna ungu itu.
"Tuan Putri? Tidak apa-apa?"
"Mungkin karena ramuan makanan kalian yang terlalu kuat rasanya, huhu... aku tidak apa-apa..."
"Ah, putri elena. jelasin dong. Gak ngerti nih. Kalau melakukan pembuahan dari dalam apa gak bisa juga? Ups" ujarku ngotot ingin tahu.
"Dari dalam? Aku tak mengerti apa maksud kamu. Apa mungkin terjadi aku tak tahu juga... sepertinya tak lazim"
"Tapi memang itu yang biasa kaum kami lakukan tuan putri..."
"Yang kalian lakukan?"
"Iya putri, kalau kami nyebutnya ngentot, hehe" ucap Angga
"Ngentot?? Bahasa pembuahan dari bangsa kalian adalah... "ngentot"? Menarik... bisa kau jelaskan seperti apa proses ngentot ini?" Tanya Putri Elena terlihat antusias. Senang sekali melihat wajahnya yang penasaran itu, hehe.
"Ngentot itu memasukkan penis ke dalam vagina, hehe" jelasku singkat.
"Penis? Vagina? Apakah itu alat vital kalian? Apakah alat vital masing-masing gender kalian berbeda-beda? Lalu kalian melakukan ngentot?" Tanyanya antusias bertubi-tubi padaku sambil memajukan posisi duduknya, membuat belahan depan kimononya makin terbuka. Aku hampir bisa melihat apa yang ada di bagian tengah buah dadanya.
"Iya putri elena. Putri mau lihat yang namanya penis itu?" ujarku makin mesum.
"Kamu... mau nunjukin alat vitalmu? Ummm, tunggu dulu, aku lebih tertarik untuk mendengar proses bagaimana ngentot itu. Tidakkah terasa aneh untuk badan kalian saling menempel untuk pembuahan... apa kamu dan dia saling membuahi?" Tanyanya melirik pada aku dan Angga. Otomatis kami langsung geleng-geleng.
"Bukan! Kami saudara seperjuangan! Bukan untuk saling membuahi. Kami satu gender!" Jerit Angga pada tuan putri takut salah paham.
"Huhuhu... maafkan aku kalau begitu. Tapi aku tertarik.. apa sih rasanya harus menempelkan tubuh ketika pembuahan? Hei! Apa rasanya? Sepertinya kau banyak tau.." Panggilnya bertanya padaku.
"Rasanya enak banget putri Elena, bikin gimana gitu, pokoknya asik deh. Malah kami merasa aneh dengan cara pembuahan spesiesnya putri, apa enaknya sih membuahi tanpa menempelkan badan gitu, hehe" kataku.
"Hmmm... kita juga merasa enak kok. Tidak cuma bangsa kalian saja. Kami merasakan enak ketika kami memberi asupan bagi bayi-bayi kami yang baru menetas melalui kantung dada ini. Itu sebabnya ikatan perasaan kami sangat kuat dengan tiap individu-individu baru kami" jelasnya seolah tak ingin kalah dari kami. Suatu argumen yang menyenangkan dimana makhluk asing yang cantik malah berdiskusi masalah seks dengan makhluk dari planet lain.
"Tiap kali kami memberi asupan selalu berada di tempat bak panjang berisi air untuk tiduran. Dan bayi-bayu kecil yang masih berudu dengan ekor itu akan berenang untuk menyedot berebutan pada kantung dada ini," lanjut Elena lagi menjelaskan.
"Buah dada, Tuan Putri, begitu kami menyebutnya..." potongku.
"Iya, dan saat itulah yang paling membuatku merasa sangat berarti, sangat tinggi. Aku merasa sangat cantik saat itu. Bahkan saat memberi asupan tak boleh ada yang melihat. Tiap kali antusiasme bayi menyedot, aku bisa terus mengeluarkan cairan untuk dibuahi dari vitalku... ummmmhhh..." Putri Elena tiba-tiba bernafas agak berat. Dadanya bergerak membusung tiap kali menarik nafas.
"Kenapa tak ada yang boleh melihat?"
"Kami tak mau dilihat ketika sedang mengeluarkan cairan dari vital kami. Dasar bodoh kamu, huhuhu..." sambil tertawa renyah menutup mulutnya ia menepuk pundakku. Demi Tuhan tepukan ringan cukup sakit. Pasti akan meninggalkan bekas.
Tampaknya Tuan Putri sudah agak nyaman dengan kami dilihat dari cara ia sedikit bercanda. Tapi otong kami yang sudah tegak tak main-main rupanya. Paha tuan putri makin keliatan kemana-mana. Sedikit lagi saja kami akan bisa melihat seperti apa bentuk alat vitalnya di bawah sana. Begitu juga dengan buah dadanya secara utuh. Aku sangat penasaran. Apalagi Elena sedari tadi menyibakkan rambutnya yang tebal itu terus.
"Baiklah, sepertinya aku ingin tidur kembali. Tenagaku belum pulih seutuhnya. Dan jangan coba menggangguku" ucapnya.
"Ba-baik tuan putri"
Kamipun mengantar putri Elena ke dalam kamar. Dia tidur di dalam kamarku, akupun jadi harus tidur di kamar Angga. Namun aku tak sabar menunggu esok hari. Hari yang akan kami jalani bersama dengan makhluk asing cantik seksi berwarna ungu itu.
~~~~
Keesokan harinya...
Aku terbangun pagi itu karena mendengar suara berisik di luar. Saat ku lihat, ternyata Elena sedang berusaha membuka pintu depan, tapi sepertinya dia tidak terlalu mengerti bagaimana membuka kunci.
"Putri, mau ngapain??" tanyaku segera menghentikan aksinya. Bisa berbahaya kalau ada orang lain melihatnya!
"Aku hanya ingin melihat, sepertinya di luar sangat dingin. Aku suka dengan hawa dingin" jawabnya polos.
"Ada apa Ben?" tanya Angga yang juga terbangun.
"Ini nih, putri Elena pengen keluar. Gak boleh kan Bro?"
"Iya, putri jangan keluar, berbahaya kalau dilihat orang. Kalau putri mau yang dingin lebih baik di sini saja" ujar Angga sambil menarik tangannya dan menyuruhnya duduk di depan kipas angin yang menyala. Elena menuruti bahkan dia terlihat girang.
Ah, dia betul-betul menggemaskan. Aku sampai lupa kalau dia adalah alien pejuang yang mungkin akan benar-benar menjajah kami suatu saat. Elena terlihat sangat cantik sekali. Dia masih mengenakan kimono yang sama dengan kemarin.
"Hei! Kau suka menatap kosong ya? Makhluk aneh..." ucapnya tinggi sambil melirikku. Mungkin yang dia maksud adalah ngelamun. Tentu saja ngelamun dari tadi. Selain karena memandangi tubuhnya, aku lagi-lagi memikirkan obrolan yang terputus kemarin. Aku memikirkan cairan yang keluar dari bawah yang bila dibuahi akan bertelur. Yang setelah bertelur muncul wujud bayi seperti berudu dalam air dan berlomba-lomba menyusu pada sang induk. Benar-benar mirip hewan yang beternak banyak, hanya saja dengan telur.
"Ma-maaf tuan putri, aku hanya membayangkan seperti apa proses ketika tuan putri memberi asupan pada berudu itu..."
"Kalian masih penasaran dengan hal itu?" tanyanya melirik ke arah kami.
"Iya putri, kami penasaran melihat proses berudu itu menyusu pada putri" jawabku.
"Menyusu? Oh, aku lupa, kalian makhluk berdarah panas mengeluarkan susu ya untuk memberi asupan?"
"I-iya tuan putri, bayi harus menyedot dari buah dada perempuan yang baru melahirkan untuk mendapatkan asupan susu... sedot-sedot dari puting buah dada.." ucapku agak melantur melihat buah dada Elena yang terguncang-guncang tiap kali bicara.
"Buah dada? Lucu bagaimana kalian selalu memberi hiasan kata untuk setiap benda atau wujud. Tapi aku suka... hmmm, buah dada... seperti ini?" Ucapnya sambil memegang dan menggoyang-goyangkannya tanpa maksud menggoda pada kami. Tapi pikiran kami sudah mupeng dengan makhluk terhormat ini. Dadanya... pahanya... akankah ia mengijinkan kami untuk menyentuhnya barang sedikit saja?
"Sejak dini kami melatih diri untuk menjadi lebih kuat dari individu yang lain. Bahkan semenjak masih jadi berudu.." ucapnya lagi yang kini berhenti menggoyangkan badannya.
"Sejak berudu?" Tanya kami berdua heran dengan perkembangan naluri bangsa mereka sejak dini itu.
"Kalian tahu bahwa kami semua memiliki tubuh tinggi dan kuat, kami adalah individu-individu pilihan. Dan semua dimulai dari ketika kami menyedot asupan. Kami akan berkompetisi untuk menyedot sekuat-kuatnya dari... buah dada ibu kami. Yang lemah akan tersingkir dan takkan jadi prajurit," jelasnya. Aku jadi semakin ingin mengetahui lebih banyak tentang dia.
"Apakah banyak prajurit kuat seperti tuan putri di sana?"
"Sangat banyak, karena itu kami mampu menaklukan planet-planet lain, iya kan? Jadi membuatku bertanya-tanya... apakah aku berada di sini untuk menaklukkan planet ini ya? Hmmm..." mendadak Elena jadi berpikir agak dalam seperti mengingat sesuatu, tapi aku buru-buru mengalihkannya.
"Ummm... kalau begitu tuan Putri Elena termasuk yang menyedot asupan dan berkompetisi paling kuat dong ya? Tuan Putri hebat... hehe..." pujiku sambil berusaha mengalihkan, siapa tahu dia memang akan menjajah bumi. Tapi bagaimana bila... kami yang balik menjajahnya, hehe.
"Aku yakin begitu, huhuhu... kalau tidak mana mungkin aku bisa memimpin prajurit, dan bisa menelurkan prajurit-prajurit hebat..."
"Dan bayi-bayi baru itu pastinya jadi prajurit hebat juga kan tuan putri? Dengan menyedot buah dada tuan putri dengan kuat..." potong Angga langsung agak menembaknya.
"Iya betul... mereka menyedotku dengan sangat kuat. Bahkan kuat sekali, hampir membuat rasa itu datang menguasaiku... tak bisa kubayangkan bila aku harus menghabiskan waktuku untuk bertelur dan memberi asupan saja. Kita tak mau aku hanya jadi induk peternak, bukan begitu makhluk-makhlukku yang patuh?" Ujar putri Elena agak merendahkan kami. Tapi membayangkan yang dia ucapkan malah justru yang kami fantasikan. Apalagi tubuhnya seksi bohai melebihi wanita-wanita yang pernah ku kenal.
"Wah, kayaknya susunya tuan putri bertuah sekali ya. Bisa bikin sehat dan kuat" tanya Angga lagi.
"Ummm... iya, asupan yang kusediakan sangat banyak. Dan mereka menyedotnya dengan kuat sekali. Apa kalian tak melihat kenapa bentuk buah dadaku sangat cantik sekali? Bahkan para prajurit dan bangsa-bangsa lain pun memujinya, huhuhu... bagaimana menurut kalian?" Sambil berucap putri Elena membusungkan dadanya yang masih sebagian terbungkus kimono itu kepada kami dengan bangga. Sungguh pemandangan asing yang tetap membuat otong kami berontak tak karuan.
"Kenapa putri tidak jadi induk peranakan aja sih terus? Hehe" tanyaku iseng.
"Dan membiarkan buah dadaku menjadi semakin besar? Hmmm, kurasa tidak. Aku ingin jadi penakluk bangsa lain seperti pendahulu-pendahuluku. Walau tak bisa kupungkiri, 'rasa' yang muncul itu membuatku ingin menyusui kembali..."
"Hah?!"
"Maksudku karena ingin menelurkan prajurit baru yang lebih berkualitas... kalau kalian berpikir macam-macam akan kubelah kalian!" Hardiknya.
"Ampun tuan putri! Hanya bertanya saja kok. Iya kan Ben?"
"Huhuhu... baguslah, karena aku masih suka dengan kalian makhluk-makhluk patuhku..." tawanya lagi sambil menutup mulutnya dengan imut. Arghhh, Elena betul-betul cantik, seksi, dan berkelas.
"Tapi buah dada putri itu betul-betul bagus sekali lho, apa sekarang ini masih ada air susunya juga?" Pujiku sambil bertanya pada putri.
"Aku suka pujian kalian. Tapi aku tidak mengeluarkan asupan atau susu kalau bahasa kalian. Karena aku tidak dalam masa peneluran dan pembuahan, mengerti?" Jawabnya sambil bernada menguliahi kami berdua yang kami jawab dengan anggukan dan sedikit rasa kecewa.
"Buah dada tuan putri sangat cantik dan indah loh. Bentuknya membuat bangsa manapun yang melihat pasti akan terpukau. Selain cerdas dan cekatan putri juga cantik dan mempesona..." cerocosku memuji tuan putri tentang dadanya. Berharap ia akan nyaman pada kami.
"Huhuhu... sekali lagi aku suka pujian kalian. Baiklah, kalian boleh melihat buah dadaku ini karena kalian telah patuh padaku..." ia mengucapkan dengan nada tenang seolah itu adalah hal yang biasa. Aku dan Angga seperti tersambar petir bahwa akhirnya kami akan melihat buah dada makhluk yang cantik dan seksi itu secara utuh. Melihatnya membusungkan dadanya bersiap menyingkap kimono yang masih menutupinya membuat kami tercekat sesaat.
"Iya putri... buka, kami ingin melihatnya" ucapku dengan dada berdebar-debar.
"Baiklah jika kalian begitu menyukainya..." selesai putri Elena berucap, ia langsung menyingkap kimono itu. Menyembullah buah dada besar nan montok di hadapan kami berdua. Yang begitu ungu mengkilap dan bening. Putri Elena tampak dengan bangga menyuguhkan buah dada mengkalnya untuk dipelototin bangsa yang ia anggap rendah, yaitu manusia.
Bentuk bulatan buah dadanya sangat menyerupai manusia, bahkan menurutku karena saking padat dan montoknya, buah dadanya itu lebih sempurna dari duah dada terbaik di muka bumi ini. Membuat kami berdua terpelongo melihatnya. Aku menyapu pandanganku ke seluruh dadanya dan terpusat pada bagian tengah tiap buah dadanya. Ada sebuah tonjolan tanpa warna yang berbeda, tidak seperti layaknya puting. Lalu seperti ada sebuah garis mungil yang tertutup rapat tepat ditengah tonjolan itu. Aku menduga disanalah tempat keluarnya asupan bagi berudu-berudu mereka.
Sungguh lucu dan imut bentuknya. Ingin rasanya aku menyentuhnya dan melihat seperti apa bila keluar asupan itu. Terlebih lagi mencicipi "ASI" mereka. Amankah bagi kami?
"Sangat indah tuan putri, benar-benar tak ada bandingannya. Bahkan di bangsa kami sekalipun..." racauku tak bergeming, "tapi, dari mana ya keluarnya asupan untuk para berudu itu tuan putri?" Lanjutku penasaran dengan celana yang mulai terasa kesempitan.
"Asupan itu keluar dari sini" ucapnya sambil menyentuh bagian tonjolan mungil tepat ditengah dadanya, "tapi kalian takkan bisa melihat asupan itu karena aku belum masanya untuk memberi asupan..." ucapnya santai seolah hal itu takkan terjadi.
"Untuk keluar asupan harus ada berudu dulu kan? Lalu agar ada berudu harus keluar cairan dari vital tuan putri Elena dulu... iya kan? Boleh dong kita lihat asupan dari sang tuan putri yang akan menjajah bumi ini?" Aku seperti bernego dengannya dan berharap lolos.
"Hmmm... andai pun aku bisa mengeluarkan cairan, siapa yang akan membuahi telur-telurku? Dan dimana akan kalian tampung? Dimana aku harus menyusui?" Tanyanya bertubi-tubi seolah mempersulit hal yang sebenarnya sangat mudah jika di bumi. Anehnya makhluk asing terhormat ini malah seperti tertantang. Bukannya ketakutan. Aku menebak karena dalam diri mereka selalu ada budaya kompetisi dan tak mau kalah juga selalu ingin tahu. Terutama tentang bangsa lain.
"Kita mau kok putri mencoba membuahi, hehe. Bisa tidak ya kira-kira?" ucap Angga mesum.
"Kalian? Huhuhuhu... aku tak tahu apakah bisa, kalaupun bisa dimanakah nanti aku akan memberi asupan untuk mereka? Dimana aku akam berendam? Lagipula apa yang membuat kalian berpikir bahwa aku mau mengeluarkan cairanku. Apa kalian tak takut kubelah?" Tanyanya balik sambil berdiri tetap merasa berada diatas angin.
"Aku jadi mulai ingat, bahwa aku datang ke planet kalian untuk memata-matai... tapi peralatan komunikasiku rusak semua. Jadi aku hanya bisa menunggu pasukanku datang mencariku" ucapnya dengan tenang seraya kembali duduk dan menyilangkan kaki jenjang ungunya yang indah. Aduh, ingatannya mulai kembali! Akupun sebenarnya merasa takut. Tapi bila kami berdua akan mati, biarlah kami usahakan jalan terakhir demi merasakan hal yang belum pernah kami rasakan.
"Tuan Putri boleh saja jajah kami nantinya, tapi apa putri Elena tidak penasaran untuk atas nama ilmu pengetahuan, siapa tau kami bisa membuahi telur tuan putri. Tuan putri bisa belah kami bila tak berkenan nantinya, iya kan Ben?" Ucap Angga bernego sambil melirik padaku.
"Iya putri, dicoba aja dulu, siapa tahu putri suka, itung-itung menambah pengetahuan" ujarku bersemangat. Tampak dia berpikir sejenak.
"Hmmmm... tak ada ruginya. Aku memang ingin lebih tahu dibanding kaumku yang lain. Terlebih lagi dari ayahku, lagipula bila tak suka aku akan menjajah dan membelah kalian saja kan? Khuhuhu... jadi, aku harus mengeluarkan cairanku? Dimana kalian akan menampungnya?" Tanyanya antusias setelah menjabarkan ke-nothing too lose-an nya dia. Cukup menyeramkan. Tapi akhirnya menegangkan. Aku ingin tau bagaimana proses ini semua akan berlangsung dan berakhir.
"Ben, tampung pakai apa yah?" Tanyaku pada Angga tak sabar tak ingin tuan putri berubah pikiran.
"Cairannya banyak gak putri? kalau banyak tampung di bathtub aja. Ayo putri buruan" desak Angga. Putri elana ku lihat malah tersenyum ketika melihat antusias kami.
"Ide bagus gan! Bathtub! Tuan putri bisa santai di sana... mari tuan putri Elena. Ada tempat yang nyaman untuk mengeluarkan cairannya, hehe..." ajakku tak sabar untuk melihat prosesnya. Bahkan kami tak ingin nembuatnya mengurungkan niat sampai berjalan menunduk-nunduk agar ia tetap nyaman dan merasa tinggi dari kami.
Dengan gagah dan anggun, putri Elenapun berjalan mengikuti kami sambil masih mengenakan kimononya. Sampai di kamar mandi kami menuntunnya untuk tiduran di bathtub yang sudah terisi air hangat.
"Di tempatku berasal, air sangat sulit didapatkan. Planet kalian bisa dijadikan tempat yang layak untuk ditinggali. Sang ibu pemimpin dan ayah pasti suka..." ucapnya tanpa menghiraukan kami sambil bersiap melepas kimononya. "Kalian tidak akan keluar dari sini?" Tanya putri pada kami sambil menggoyang-goyangkan kakinya.
"Kenapa tuan putri Elena suka menggoyangkan tubuhnya?" Tanya Angga gemas dengan tingkahnya itu.
"Dibalik kulit luarku ada membran tebal transparan yang menyimpan air untuk menjaga agar kulit kami tidak kering. Ini adalah bentuk evolusi ketujuh kami terhadap lingkungan yang kering. Apakah kalian merasa terganggu?" Ucap perempuan makhluk asing itu bertanya sambil penuh selidik seolah siap membelah kami dengan pose tubuh bersandar pada wastafel. Mematikan, tapi seksi.
"Oh, ngga kok tuan putri Elena yang cantik dan mempesona. Kami malah suka. Putri makin cantik dan terlihat 'lacur'" ucapku tak sengaja.
"Lacur? Apa itu? Sesuatu yang bagus?" Tanyanya lagi penuh selidik.
"Itu bagus tuan putri. 'Lacur' adalah ungkapan khusus untuk gender perempuan yang menarik dan cantik, tapi suka menggoyangkan tubuh seperti tuan putri" jawabku cepat berharap ia tak tahu artinya.
"Hmmmm... 'lacur', aku putri Elena yang lacur. Mungkin aku suka. Baiklah kalau kalian suka aku menggoyangkan tubuhku ini" ia pun lanjut berjinjit memasuki bathtub dimulai dengan berdiri tegak di atasnya. Masih tetap mengenakan kimononya.
"Kalian masih di sini?" Tanyanya lagi seperti tak nyaman kami berada di dekatnya saat ia akan mengeluarkan cairan.
"Iya putri, kami boleh kan tetap berada di sini? Apakah itu mengganggu putri Elena mengeluarkan cairan?" tanya Angga.
"Kalau kalian begitu menginginkannya, kalian boleh melihatnya. Tapi aku peringatkan jangan menggangguku selama proses, mengerti?" Ujarnya dengan dan kembali menggoyangkan tubuhnya dengan lembut. Sangat seksi dan elegan melihat makhluk ungu itu bergoyang dan membuat tubuhnya mengkilap.
"Mengerti tuan putri..." ucap kami sambil menunduk hormat seperti orang tolol.
Sesaat kulihat kukira ia akan segera rebahan dengan nyaman di bathtub itu. Tapi ternyata ia hanya melihat-lihat lalu turun lagi dan keluar dari bathtub berisi air itu. Aku dan Angga kebingungan.
"Menurut kalian dimana cairan telurku akan ditampung? Karena tak mungkin kalian membuahi dari genangan air kan?" Tanyanya dengan nada angkuh seolah mempertanyakan kecerdasan kami berdua. Akupun inisiatif mengambil ember kecil di sudut ruang kamar mandi ini.
"Bisa di sini tuan putri? Hehe..." sambil aku sodorkan diantara kedua kaki ungunya yang mulus.
"Kau tahu, ditempatku berasal kami selalu menggunakan tempat duduk khusus untuk mengeluarkan cairan telur. Tapi baiklah, karena tak ada yang melihat. Lagipula aku bisa membelahmu kapan saja jika aku tak suka, bukan begitu?" Ucapnya manis dengan kata-kata tajam menusuk sambil memicingkan matanya yang biru mengkilap terang.
"Aku akan membuka jubah ini dan kalian akan melihat kecantikan tubuhku mengeluarkan cairan. Kuharap kalianpun siap membuahi telurku" Ucapnya, lalu dengan pelan dan lembut, putri Elena membuka kimononya dan menjatuhkannya begitu saja. Kami berdua sampai menganga melihat tubuhnya tanpa balutan apapun. Tubuh makhluk asing berwarna ungu yang begitu unik itu tetap membuat kami konak.
Buah dada yang tadinya montok kini mendadak semakin kencang dan padat. Bahkan entah karena reaksi apa, garis benjolan di tengah buah dadanya seperti mengeluarkan sedikit cairan berwarna putih transparan dan agak kental. Anehnya tubuh Elena kini agak memancarkan cahaya terang. Ungu tubuhnya agak menyala. Tapi yang menarik bagi kami adalah bagian bawah tubuhnya tepat di bagian selangkangan. Di sana terdapat sebuah lekuk garis yang rapat tertutup. Mirip seperti bibir vagina tapi tidak sepanjang punya wanita bumi, lebih mungil lagi. Namun gumpal dagingnya sangat tembam dan terlihat padat namun empuk. Serta warna kulit pada bagian selangkangan justru jauh lebih terang kearah putih ketimbang ungu. Dan lucunya juga membuat gemas kami, gumpalan bibir tebal alat vital makhluk itu berdenyut-denyut seperti mengikuti ritme pompaan jantungnya. Aku bisa melihar sedikit cairan kental sudah menggantung keluar beberapa centi dari mulut alat vital yang tertutup rapat itu.
Wednesday, June 3, 2015