Matahari sudah mulai tua ketika senja menjemput malam hari itu. Aku mengendarai motor menuju sebuah kantor di kota S. Dalam sesaknya jalan aku menggeliat mengejar waktu memenuhi undangan interview. Dan akhirnya, aku sampai di halaman kantor tujuanku. Aku memasukinya dan menyampaikan maksud dan tujuanku ke security yang menanyakan padaku hendak menemui siapa.
"Saya diundang interview pak, nama saya Bima. Di telepon oleh Ibu Fenny" ujarku.
Lalu aku dipersilahkan duduk dan menunggu. Sambil merapikan diri aku menata kembali nafasku untuk melepas rasa nervous.
"Mas Bima? Mari silahkan" sosok wanita dengan potongan blazer khas wanita kantor menyebut namaku.
"Baik, mbak.." Entah kenapa aku menyebutnya mbak. Seharunya Bu lebih resmi. Sudahlah, aku sudah berdiri dan mengekornya menaiki tangga. Aku alihkan pandangan selain ke atas. Sangat tidak sopan karena aku pasti akan tergoda membenamkan pandangan ke arah betis coklat wanita itu. Sial.
~TIGA BULAN KEMUDIAN~
Sudah tiga bukan sejak aku diterima bekerja disini. Aku sebagai salah satu staff bagian umum di kantor ini. Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk membaur dengan lingkungan kerja ini dan aku bersyukur dengan ini semua.
"Bim, tolong kamu cek printerku ntar ya. Aku perlu cetak banyak file soalnya hari ini.." Sebuah pesan masuk di HP-ku. Dan aku bergegas menuju pengirim pesan.
"Kenapa mba?" Aku mendekat ke meja kerja seorang wanita berkacamata. Rambut hitam legamnya diurai dengan panjang sebahu. Blazer hitam dengan kaos bagian dalam berwarna putih melengkapi ke-elokan wanita karir satu ini. Nilam namanya. Bagian Marketing.
"Tauk nih ga bisa cetak.." Ujar-nya sambil menggeser kursi tempat ia duduk. Memberi ruang padaku.
"Hmmm.. Mba, wangi banget... Coba aku cek dulu..." Aku mendekat ke PC sekaligus dirinya. Nakal. Memang.
"Hah? Wangi? Trus apa urusan sama printer?!" Ia terkejut lalu melanjutkan aktifitasnya mengutak-atik HP.
"Hehehe, ga ada urusan memang mba.. Ngopi yuk?" Semakin nakal. Memang. Dan aku tersenyum.
"Ngopi? Boleh.. Kapan?" Ia lanjut dengan HP-nya.
"Ya nanti lah.. Ntar malem.. Sekarang aku lagi sibuk beresin printernya Mba Nilam yang syahdu punya ini wanginya.." Entah bagaimana cerita aku bisa selepas itu mengumbar kata.
"Asem loe... Okelah ntar janjian dimana..." Ah gila, dia mau. Baguslah.
Maka aku hentikan cerita adegan di meja kerja itu. Karena aku hampir-hampir mabuk oleh wanginya. Sungguh. Kita beralih ke malam harinya.
Aku duduk di kursi dan didepanku ada meja bulat kecil lali pas di seberang aku duduk ada kursi yang sama. Masih kosong karena yang akan mendudukinya sedang dalam perjalanan kemari.
"Bim, dimana? Aku dah parkir.." Pesan masik di HP-ku.
"Di Zoxy mba, aku di teras depan. Oh iya, tolong jangan pake wangi ya mba. Aku mohon.." Tersenyum aku mengirim pesan. Nakal. Yah, memang.
"Sialan loe" balasan singkat masuk.
Kunyalakan rokok dan memandangi mobil dan motor yang lalu lalang di hadapanku. Angin berhembus cukup kencang malam itu. Panas seolah hilang ketika malam di kota ini. Dan gemerlal lampu berhamburan menjadikan kota ini semeriah langit tahun baru.
Sekitar 25 meter dari aku duduk, berjalan dengan tergesa wanita berblazer hitam dan sepatu flat. Oh my.. How come.. This is my lucky day.
"Dah lama bim?" Ia duduk.
"Engga mba. Dan lama pun aku ga keberatan. Dan please, kenapa ga manut sih? Apa susahnya untuk ga wangi barang sejam dua jam? Nyiksa tauk..." Aku mengulum senyum.
"Ah taik loe.. Apaan cobak.." Merona lah wajahnya.
Kami memesan minuman dan bercengkrama. Obrolan ringan berkembang menjadi cerita masa lalu. Masa remaja. Muda. Lalu dewasa. Semakin menyenangkan dan aku, bahagia menatap senyumnya.
"Gila loe, anak baru dah nekat aja ajak kencan emak-emak.." Iya, dia ibu dua anak.
"Hahahaha... Mancing kan mba.. Syukurla dapet kakap sekalinya lempar kail. Dan, ohhh.. Ini kencan?!" Tawa kami pecah.
Sekitar dua jam kami bercengkrama dan terpaksa diakhiri demi kelancaran hidup selanjutnya. Tanpa ada kontak fisik apapun. Dan aku memang tidak merencanakan apa-apa. Tapi aku yakin ada kontak batin antara kami berdua. Kelak terbukti semua ini lebih dari yang aku kira.
Seminggu dua minggu sejak malam itu, kami semakin intens berhubungan dengan HP dan obrolan di kantor. Flirting ringan sudah menjadi menu setiap hari bagi kami. Aku yang nakal membuat ia semakin berani. Dan aku tentu saja semakin menaruh harap yang lebih dari semua ini. Apa mungkin? Tanyaku dalam hati.
"Bim, wiken kemana? Jalan yuk? Aku dapet tempat ngopi asyik neh.." Tanya dia saat ki makan siang bareng di pantry.
"Hmmm... Free aja mba.. Mo ngopi? Males ah kalo cuma bentar mba. Kita nginep yuk?" Aku tak mampu menahan mulutku.
"Eh anjirrr loe.. Nekat amat sih?!" Matanya melotot tapi bibirnya tak mampu menahan senyum.
"Lah mba ngajak ngopi besok wiken, ya ak nawar dong minta lebih dikit.. Hhee..." Agak GR aku.
"Sialan loe, ntar aku kabarin yah..." Muka-nya kembali merona dan kami tersenyum. Menahan debaran yang sama. Wajahku panas.
~WIKEN ITU TIBA~
Kami meluncur ke arah sebuah hotel yang Mbak Nilam booking. Siang menjelang sore kala itu. Selepas kami ngopi dan nonton kami akhirnya masuk kamar. Tak perlu banyak bicara. Flirting kami selama sebulanan ini berkembang menjadi gairah yang meletup meminta lebih. Sepanjanh hari tadi akhirnya kami ada kontak fisik. Tangan kami tak lepas sejak di kedai kopi hingga dalam gedung bioskop.
Pintu ditutup dan Mba Nilam tersenyum menungguku. Kupeluk erat tubuhnya. Wanginya kuhisap hingga otakku dipenuhi gairah dan membuat panas tubuhku. Kupeluk wajahnya dan kukecup keningnya. Matanya terpejam menikmati perlakuanku. Aku turunkan bibir ke arah pipi lalu kuletakkan semua gairah ini pada sentuhan bibir kami. Dari sana semua tali kekang lepas dari kepala dan hati kami.
Desah nafas memburu nafsu dan gairah kami. Kulepas bajunya dan kaosku. Kami telanjang dada kecuali dia yang masih menggunakan Bra. Kukecupi lehernya. Kuremas dadanya. Seketika pula aku meremas kuat pantatnya.
"Aakhhh Bimmmmassss..." Tangannya meremas kuat kepalaku. Kulepas kaitan bra-nya dan kurabahkan tubuhnya diranjang.
Oh my, what a beauty...
"Oshhhh mbaaa...." Aku menyerang putingnya yang coklat gelap. Dan meremasi buah dada yang lain.
"Akhsssa bimmmmmaaa... Aakkksshhh...."
Tubuhnya menggeliat dan pinggulnya menjepitku.
(Tentu saja tak akan berhenti disini...)
Dengan gerakan yang terkesan resah terburu oleh gairah nafsu, Mba Nilam menarik-narik kaosku. Aku yang sibuk menjilati kedua puting coklatnya dengan rakus akhirnya mengalah. Aku duduk dengan cepat dan menuruti kehendaknya. Menelanjangiku. Sekalian saja setelah kaosku terbuang, ia melepas kait sabuk beserta celanaku. Aku di dorongnya sehingga aku kini yang terlentang sedang dia dengan cepat memposisikan tubuhnya di atasku.
"Bimaa... Kamu lebih seksi dari yang Mba kira..." Ujarnya seraya menjilati bibirku.
Gila, aku mendapat pasangan yang "liar" biasa!
"Sshh.. Masa sih mba.. Kebawa nafsu mungkin... Sshhh iyahhhh disitu mba, jilatin agak kenceng... Aaakkhhh...." Aku meracau kala lidahnya menjelajahi dadaku. Kini ia dengan tegas mencerucupi puting kanan-ku. Sedang jamarinya menerobos masuk ke celana dalamku. Menggenggam dan mengocok mesra penisku.
"Assshhhh... Mbaaa... Sshhh...." Aku putuskan ak menikmati saja permainan pertama kami ini. Tampaknya Mba Nilam ingin mengeksplorasi aku di awal kami bercinta ini.
Mba Nilam menurunkan jilatannya ke pusarku dan tentu saja itu dengan sukses berhasil membuatku terkejat. Geli!
Ia lalu menurunkan celana dalamku dan akhirnya berhadapan dengan penisku.
"Anjirrrrr Bimaaaaa! You fuckin kidding me! Are u doin a sex drugs?! What the fuckin dick this is Bima?!" Mba Nilam bangkit duduk tapi tetap meremas penisku.
"Aakhhssshh.. Aapppa mbaa.. Knapaa???" Aku tak ambil pusing dengan ocehannya. Aku hanya berharap segera mendapat sentuhan mesra selanjutnya.
"Batang kamu Bima... Gede dan keras! Mba belum pernah dapet yang kayak gini sebelumnya... Aakkhhh what the fuck! I don't give a fuck!" Mba Nilam kembali liat dan melahap penisku yang memerah tegang.
"Ooouuchhhhfffuuckkkk! U doin great Mbaaa... Aasshhhh annnnjjjjj... Aaahhh..." Aku meremas rambutnya yang lebat.
Aku tak tahan hanya diam menikmati pelayanan istimewa ini. Aku bangkit menarik tubuhku. Dengan cepat kukangkangi wajahnya dan aku mencucupi selangkangannya yang masih tertutup celana dalam hitam. Basah. Dan aku melakukan 69 dengan gagah.
"Crobbb sslpppp sllppp!" Suara penisku mengerjai mulut Mba Nilam.
Aku lepas dengan kasar celana dalamnya. Lalu kubuka pahanya yang mulus. Coklat dan mulus. My favourite!
"Aasshhh mbaa... You have a fuckin great body.. Sllrpppp!" Tanpa apapun aku langsung melahap belahan dorayaki di antara paha Mba Nilam. Kujilat dan kuhisap kuat seketika. Menimbulkan reaksi yang sungguh tak aku duga.
"Aannnjjjjjjjj... Aaakhhhh Bimmmmmssshhh fffuck!" Paha Mba Nilam menjepit kuat wajahku dengan cepat. Aku merasakan tubuhnya bergetar kuat. Sumpah! Bergetar. Macam vibrator!
Kujilati pussy-nya yang sudah sangat basah. Kubuka pahanya dan aku sangat tergoda oleh lobang lain di depanku. Segera kucerucupi lobang anal-nya dan reaksi cepatnya muncul dengan indah tak kalah mempesonaku!
"Bimmmaaaa pleassshhhh aaaaakkk! Fuckkk! U make me comeeee! Bbimmaaaa!"
Ku tusuk vaginanya dengan telunjukku dan lobang anal-nya dengan telunjukku yang lain. Kujangkau klitorisnya dengan lidahku. Maka aku bersyukur membuat Mba Nilam meledak lebih cepat dari perkiraanku.
"Bbimmmmaaaaaa...! Aaakhhh ffuckkk!" Tubuhnya berkejat-kejat! Kuat! Sangat kuat! Macam orang sedang sakit kejang. Perlahan sekitar 30 detik kemudian tubuhnya berangsur lemah dan semakin lemah. Mba Nilam tenggelam dalam orgasme pertamanya denganku.
Aku melepas pelan kedua telunjukku. Mengangkat selangkanganku dari wajahnya. Lalu berbaring disampingnya. Mencium mesra keningnya dan mengusap beberapa keringat yang membasahi wajahnya. Manis. Manis sekali.
Kukecum mesra matanya yang terpejam. Lalu aku menciumi pelan bibirnya. Ketika nafasnya kembali menderu pelan. Aku merebahkan tubuh disampingnya.
"Hhhsss... Hhhh.. Gila Bima.. Ini orgasme tercepatku.. Dan aku, suka!" Mba Nilam masih terpejam.
Aku menatap langit-langit kamar. Menarik nafas.
"Aku, cemburu mba.. Konyol.. Tapi aku bertanya-tanya, lelaki ke berapa aku ini sebenarnya.." Dan seketika aku merasakan nafas Mba Nilam terhenti. Ia bangkit bertumpu pada siku dan menyentuhkan tangannya pada wajahku.
"Maksud kamu Bima... Kamu.. Kamu tau apa? Kamu.. Bima..." Entah apa yang terkandung dalam kalimat yang keluar itu. Ketakutan, terkejut, penasaran, atau apa.. Aku belum tau pasti.
Aku memalingkan wajah ke arahnya. Tersenyum sejenak lalu menarik wajahnya ke arahku.
"Aku belum keluar Mba.. Bantuin dule sebentar ya.." Bisik-ku. Dan disambut senyum gairah di wajahnya.
Lalu,
(Tentu, belum juga berhenti di sini...)
Tuesday, May 19, 2015