Sunday, May 3, 2015

Mengenang Kenang by Mongol420

Sebelumnya maap yak suhu dan guru besar semprot kalo umpama bahasa ane agak berantakan. Maklum posting pertama... hehe


Terik matahari senja menembus dari sela jendela kamar saat aku hendak berbenah, membereskan bekas kekacauan semalam. Bisa dibayangkan 4 lelaki bujang berpesta ria membuang penat selepas ujian tengah semester, bersenda gurau menghabiskan malam menjelang terang. Baru aku sadari sampah bertaburan diseluruh sudut kamar dari pintu sampai ke kasurku, beragam snack ringan, puntung rokok hingga botol minuman berserakan dimana - mana.

"Ini kamar apa tempat sampah? Parah dah", dalam batinku kesal.

Perkenalkan, namaku Fariz. Umurku saat ini menjelang 23 tahun. Tinggi ku 180cm dengan berat badan 65kg, yaa masih terbilang kurus walaupun tidak begitu ceking. Namun soal tampang, ya bisa dibilang agak lumayan, tidak begitu tampan namun tidak jelek juga. Campuran darah dayak dari ibuku dan jawa dari bapak ku membuatku cukup merasa percaya diri ketika berhadapan dengan lawan jenis. Aku berasal dari kalimantan barat namun saat ini aku tengah menempuh pendidikan tinggi di salah satu kampus bergengsi di kota J**j***rta. Ya bisa diperkirakan mahasiswa dengan kantong pas2an yg jauh dari kampung halaman akan lebih memilih untuk tinggal di kos2an ketimbang mengontrak rumah. Sebuah kamar seukuran 4x4 sudah lebih dari cukup untuk mengistirahatkan tubuh dan pikiran di tiap keseharian mahasiswa tingkat akhir sepertiku.

Kamarku ku yg tadinya terlihat seperti kapal pecah pun perlahan mulai rapi. Sampah - sampah yg berserakan telah beres. Tinggal merapikan buku - buku yg bertaburan karena dijadikan bahan bercandaan oleh pasukan mabuk semalam.

Saat membenahi buku - buku, merapikannya kembali di rak buku yg aku gantung di dinding, persis disamping lemari pakaian, kulihat ada selembar kertas jatuh dari selipan sebuah buku tua yg barusan aku rapikan.

Baru kusadari bahwa kertas itu adalah sebuah foto yg membuat ku berdebar ketika melihat nya. Beragam perasaan menghinggapi ku saat itu.

"Kenang!", batinku. Sebuah nama yg mengingatkanku kembali momen - momen kejayaan dalam hidupku, sekitar 6 tahun yg lalu tentang masa - masa indahnya putih abu - abu.


. . .


* teng teng teng
Bell istirahat berbunyi, menandakan jam pelajaran ke2 berakhir. Siswa siswi dari berbagai kelas pun seketika bertaburan kesana kemari. Berkumpul dengan gerombolan masing - masing, dari geng cewek tukang pamer, geng homo, preman sekolah, tukang mabok di pojokan belakang mushola, sampe alay - alay norak yh heboh dgn hal apa pun tiap saat.

Aku msh didalam kelas duduk dibangku meja ku, barisan kedua dari belakang, paling pojok kiri dekat jendela. "Huft", kataku sedikit lega menghadapi kepenatan dari rutinitas membosankan ini setiap hari. Bisa aku lihat halaman sekolah mulai dipenuhi anak - anak basket yg hendak memulai permainan nya.

Mendadak mataku tertegun, terfokus pada seorang gadis cantik yg tidak pernah aku kenal sama sekali. Duduk sendiri di bangku panjang pinggiran lapangan. Sibuk dengan gadgetnya.

"Hmmm, anak pindahan baru kayaknya", kata Dika teman sebangku ku.
"Bangke, kaget aku, dik", sahutku. "Kirain kau udah pergi ke kantin duluan, asli bikin buyar", lanjutku kesal.
"Hahaha, ngelamun jorok pasti kau nih", candanya sambil menoyor kepala ku.
"Sialan, nggak lah. Otakmu noh bokep doang isinya. Hahahhaa", kataku menimpali bercandaan si Dika.

Yaah, mata lelaki normal manapun pasti akan terfokus jika dihadapkan dengan seorang gadis dengan hidung yang mancung, pipi yg agak sedikit tembem, rambut hitam panjang sepunggung diikat rapi keatas, dilengkapi dengan mata yang tajam seperti orang cina namun tidak terlalu sipit. Tinggi badan sekitar 165an cm, berkulit putih agak kuning langsat, sedikit berisi namun tidak gemuk dan tidak terlalu semok dengan bongkahan buah dadak yg terlihat cukup besar dibalik seragam sekolah nya. Begitu kencang jika kuterawang dari luar seragam sekolahnya. Kutebak mungkin sekitar 34c.

"Cantik sekali", dalam batinku.

"Yuk, ke kantin, riz. Drpda dikelas sendiri, ntar malah coli kau", canda si Dika mengagetkanku lagi.
"Sialan, yaudah yuk! Dah jangan komen lagi, bangke", sahutku kesal sambil mengiyakan ajakan Dika ke kantin sekolah.

"